[Nusantara] Tidak sekedar 'membunuh Bapak sendiri'

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Sun Nov 10 09:36:02 2002


Budaya Jawa Lahirkan Birokrasi yang Korup

jpe
Hotman Siahaan 
Malang, Kompas - Budaya Jawa memberikan kontribusi
yang signifikan 
terhadap kondisi birokrasi Indonesia yang korup.
Apalagi setelah 
budaya Jawa diinterpretasikan secara salah oleh
Soeharto dalam 
menjalankan kekuasaannya. Untuk itu, counter culture
budaya Jawa 
harus diartikan penafikan secara total.

"Jangan sampai counter culture itu dimaksudkan untuk
meluruskan 
interpretasi yang salah terhadap budaya Jawa saja.
Apalagi kalau 
diartikan untuk revitalisasi. Counter culture harus
penafikan secara 
total untuk kemudian diganti dengan yang baru," kata
Prof Dr Hotman 
M Siahaan, sosiolog dari Universitas Airlangga
(Unair), kepada 
Kompas di Malang, Rabu (6/11).

Hotman Siahaan dihubungi berkaitan pernyataan Sultan
Hamengku Buwono 
X, "Selama ini kita telah tercebur ke dalam lumpur
konformisme 
budaya melalui eksploitasi simbol-simbol budaya Jawa
yang salah 
kaprah. Maka, jadilah budaya Jawa yang salah kaprah
itu menyelinap 
ke segenap kehidupan bangsa." (Kompas, 6/11)

Patrimonialisme

Menurut Siahaan, politik birokrasi Indonesia mewarisi
struktur dan 
kultur politik Kerajaan Mataram, cikal bakal
Kesultanan Yogyakarta 
yang sekarang dipimpin Sultan. Secara struktural,
lapisan terbawah 
Mataram adalah cacah, rakyat biasa. Mereka umumnya
petani dan 
pedagang, tetapi bisa dijadikan tentara di waktu
perang. Cacah 
dipimpin penepuluh. Di atas penepuluh adalah penatus,
kemudian 
penewu.

Tugas cacah memberikan caos (pemberian) kepada
penepuluh. Setelah 
mengambil bagiannya, penepuluh memberikan ke penatus
dan 
seterusnya. "Budaya caos dan sowan itu dalam
praktiknya sekarang 
menjadi korupsi," kata Siahaan.

Dikatakan, budaya Jawa-Mataram menciptakan birokrasi
Indonesia yang 
bercorak patrimonialisme. Pejabat birokrasi bisa
bekerja atas 
loyalitas bawahannya. Maka, yang menjadi ukuran
pemilihan pejabat 
atau pegawai semata-mata loyalitasnya. Bukan
menggunakan merit 
system, yang pemilihan didasarkan pada kemampuan dan
keahlian.

"Lihat saja sekarang, orang-orang di sekeliling
Presiden Megawati 
Soekarnoputri bukanlah orang-orang yang terpilih atas
dasar 
keahlian, tetapi semata-mata loyalitasnya. Semua
berlomba-lomba 
menunjukkan loyalitas saja," katanya.

Birokrasi patrimonialisme jelas sangat rawan terhadap
penyalahgunaan 
kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). "Jadi
secara 
struktural dan kultural pengaruhnya sangat kuat.
Kondisi semakin 
parah ketika Soeharto menginterpretasikan budaya Jawa
untuk 
kepentingan dia mempertahankan kekuasaannya," demikian
Siahaan.

Menurut Siahaan, Soeharto menginterpretasikan budaya
Jawa dari sisi 
wong cilik (orang kecil). Budaya itu diinterpretasikan
untuk 
memperkuat dan melegitimasi kekuasaannya. Contohnya
ketika 
merekayasa agar para dalang menggelar lakon Semar
Mbabar Jati-Diri. 
Lakon itu untuk melegitimasi bagaimana seorang wong
cilik yang 
sebenarnya adalah "Dewa" membangun dan memimpin
negara.

Lebih lanjut ia mempertanyakan arah counter culture
yang ditawarkan 
Sultan. Kalau sekadar pelurusan interpretasi yang
salah kaprah, 
kemudian menjadi lazim dan dibenarkan, tidak memiliki
cakupan 
substanbsial dalam perbaikan birokrasi. Bahkan akan
lebih tidak 
tepat lagi kalau counter culture itu memiliki arah
revitalisasi 
budaya Jawa. 

"Mestinya, counter culture itu berupa penafikan secara
total budaya 
Jawa untuk kemudian digantikan dengan lain," katanya.
(ANO) 




=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
U2 on LAUNCH - Exclusive greatest hits videos
http://launch.yahoo.com/u2