[Nusantara] Polisi Takut Menindak Laskar
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Sun Nov 10 09:36:04 2002
Polisi Takut Menindak Laskar
AKARTA - Presiden Megawati Soekarnoputri harus memberi naungan politik
kepada aparat kepolisian untuk menindak tegas kelompok-kelompok di
masyarakat yang sering melakukan tindakan anarki, apalagi dari
kelompok yang
mengatasnamakan agama. Sebab, disinyalir selama ini polisi masih
merasa
takut dan khawatir untuk menindak kelompok atau laskar-laskar itu.
"Kepolisian selama ini tampaknya masih merasa khawatir untuk menindak
kelompok-kelompok itu. Mereka khawatir akan muncul opini yang tidak
baik
jika kelompok itu ditindak tegas, apalagi jika kelompok yang
mengatasnamakan
agama tertentu,'' kata anggota Komisi I DPR Effendy Choiri kepada
Pembaruan,
Jumat (1/11).
Dikatakan, naungan politik dari Presiden itu sangat penting agar
aparat
keamanan dapat bekerja dengan baik sesuai fungsi mereka.
Dalam menyikapi munculnya fenomena laskar-laskar di Indonesia, menurut
Effendy bukan dengan meminta mereka membubarkan diri. Sebab, jika
pemerintah
atau aparat memaksa kelompok itu membubarkan diri, sama saja dengan
melanggar prinsip-prinsip demokrasi.
"Yang harus disikapi adalah tindakan yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok
seperti itu. Apakah mereka melakukan tindakan anarki,'' katanya.
Setiap orang boleh saja membentuk organisasi yang bernama laskar,
persatuan
atau forum karena itu dijamin oleh konstitusi. Tapi, jika mereka
melakukan
aksi kekerasan, lebih baik ditangkap saja.
Kepentingan
Selain itu, kata Effendy, yang harus diperhatikan adalah dugaan
adanya oknum
aparat dalam pembentukan beberapa organisasi kekerasan di Indonesia.
Dugaan
semacam itu mungkin saja benar karena ada kepentingan tertentu dari
oknum-oknum aparat itu.
"Bisa jadi mereka digunakan oleh pihak-pihak yang tidak puas dengan
pemerintahan sekarang. Oknum-oknum seperti itu memiliki kesempatan,''
katanya.
Kemarin di Markas Besar TNI Cilangkap, Panglima TNI Jenderal
Endriartono
Sutarto meminta seluruh laskar yang ada di Indonesia dibubarkan.
Sebab,
laskar-laskar seperti itu lebih berkonotasi kekerasan dan cenderung
membuat
situasi keamanan di Indonesia tidak baik.
Panglima TNI juga membantah keterlibatan anggota TNI dalam pembentukan
sejumlah laskar di Indonesia, termasuk Laskar Jihad yang sudah
dibubarkan.
Sampai saat ini, jajaran TNI masih terus memantau keberadaan anggota
Laskar
Jihad yang sudah dipulangkan dari Maluku.
"Jika ada laskar kami dianggap terlibat, ada bom kami terlibat, ada
narkoba
kami terlibat. Kami terlibat dalam meyakinkan orang untuk menggunakan
nurani
dan tidak gunakan kekerasan. Tetapi, untuk terlibat dengan Laskar
Jihad,
tidaklah,'' katanya.
Sementara itu, Direktur The Ridep Institute, M Riefqi Muna kepada
Pembaruan,
mengatakan, organisasi para militer baik yang berasaskan keagamaan
maupun
satuan tugas (satgas) yang berada di hampir semua partai politik
(parpol)
harus dibubarkan. Yang berwenang membubarkan organisasi-organisasi
para
militer itu adalah pemerintah. Karena itu, pemerintah harus tegas dan
berani. Hanya saja, pembubaran kelompok para militer parpol sulit
dilakukan
karena di partai penguasa saat ini pun kelompok para militer
dipelihara.
Menurut Riefqi, Panglima TNI boleh-boleh saja mengatakan hal seperti
itu.
Tetapi dia tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan kelompok-
kelompok
para militer, selain pemerintah. "Pemerintah harus tegas melarang dan
membubarkan organisasi-organisasi para militer yang menggunakan
kekerasan.
Otoritas kekerasan sudah cukup diberikan kepada TNI dan Polri,"
ujarnya.
Pembubaran organisasi-organisasi para militer sama sekali tidak
bertentangan
dengan demokrasi. Sebab, demokrasi tidak membenarkan tindak
kekerasan. Dan
demokrasi sudah memberikan mandat kepada tentara dan polisi untuk
melakukan
kekerasan. Hanya saja, kekerasan yang dilakukan TNI dan Polri tetap
dikendalikan dan dikontrol oleh negara.
Menyinggung lebih lanjut soal satgas-satgas parpol, Riefqi
menegaskan, dalam
demokrasi parpol bertujuan memperjuangkan tujuan-tujuan politiknya.
Tetapi
tujuan politik itu tidak boleh diperjuangkan dengan cara-cara
kekerasan.
Dia mengakui, kelompok para militer yang melakukan tindak kekerasan
muncul
karena lemahnya aparat kepolisian. Kelemahan polisi jangan lalu
menjadi alat
pembenar untuk mendirikan dan membiarkan kelompok para militer
berkembang
dan bertindak melanggar hukum.
Antiteror
Sementara itu, Panglima TNI juga mengatakan, seluruh pasukan
antiteror yang
ada di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) hanya bisa
digerakkan
atas perintah Panglima TNI. Markas Besar TNI saat ini sedang
mempelajari
kemungkinan untuk menggabung pasukan-pasukan antiteror dari tiga
angkatan di
TNI dalam satu unit.
"Memang belum pasti akan dibentuk semacam unit gabungan. Kalau memang
unit
gabungan itu tidak efektif, tidak perlu. Masalah ini sudah dibicarakan
dengan Departemen Pertahanan,'' kata Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto kepada wartawan di Mabes TNI Cilangkap, Kamis (31/10).
Selama ini, katanya, memang operasional masing-masing satuan pasukan
antiteror itu ada di Panglima TNI. Mekanismenya, pihak Polri bisa
mengajukan
permintaan ke Panglima TNI atau atas dasar perintah dari Presiden.
Setelah
itu, Panglima TNI segera memerintahkan satuan-satuan antiteror itu
untuk
dilakukan tugas operasionalnya.
Semua pasukan antiteror yang ada di lingkungan TNI saat ini sedang
giat
dilatih. Juga dirumuskan akan seperti apa kemudian Apakah nanti akan
dibentuk satu unit antiteror gabungan atau dibiarkan mereka ada pada
angkatan masing-masing, tergantung pada jenis ancamannya dikaitkan
dengan
angkatan masing-masing.
Unit gabungan yang masih dibicarakan itu berbeda atau tidak berada di
bawah
Desk Pemberantasan Teroris yang dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator
Politik dan Keamanan.