[Nusantara] Liberalisasi Generasi Muda NU

reijkman reijkman@excite.com
Wed Nov 13 11:00:29 2002



--EXCITEBOUNDARY_000__0526b39c95e3861e424dba91086eb25c
Content-Type: text/plain; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 



Liberalisasi Generasi Muda NU






Oleh: Muhammad Luthfi Thomafi 
SALAH satu wacana keislaman yang paling menarik adalah gerakan liberalisme keislaman yang dibawa oleh segenap masyarakat Utan Kayu dan kelompok-kelompok kajian keislaman yang berafiliasi kepada NU. 
Gerakan-gerakan itu cukup sukses, setidaknya dalam tataran wacana dan tema yang dilemparkan. Namun, di balik kesuksesan itu, ada satu hal yang ingin saya tulis, yang spesifikasinya berkaitan dengan aktivitas generasi muda NU dalam gerakan liberalisasi itu dan bagaimana sebaiknya upaya NU dalam mengakomodasi pergerakan pemikiran generasi-generasinya. 
Saya ingin membaca kemunculan dan aktifisme generasi muda NU dalam gerbong liberalisme tersebut serta mencoba untuk menengok ke belakang untuk menatap kembali konsepsi keberislaman NU. 
Tulisan ini berawal dari kegundahan dan kekhawatiran seorang kiai NU. Kekhawatiran seorang kiai itu, dan barang kali bisa dikatakan mewakili komunitas kiai-kiai NU muncul setelah melihat perkembangan pemikiran liberalisme generasi muda NU. Kekhawatiran tersebut secara resminya disampaikan KH Masduqi Mahfudz, Rais Syuriah PW NU Jatim. 
Statemen kiai itu, sejatinya adalah sebuah tanggapan yang saya tunggu-tunggu selama ini. Saya menunggu statemen tersebut karena dalam perkiraan kekhawatiran itu akan menjadi semacam titik paling penting dalam perjalanan baik generasi muda NU maupun organisasi NU itu sendiri. 
Dapat diyakini adanya urgensi titik kekhawatiran ini, disebabkan ada beberapa hal yang menyangkut gerakan liberalisme dan liberalisasi Islam maupun beberapa hal yang menyangkut pola kehidupan ber-Islam sebagaimana yang dikonsepsikan the founding fathers NU. 
Yang perlu diangkat adalah realitas keterbelengguan masyarakat di bawah bayang-bayang konsepsi Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala NU dalam menghadapi globalisasi dan modernisasi. Dan konsepsi ber-Islam Ahlussunnah wal Jamaah itu, pada kenyataannya perlu direorientasi demi kehidupan Islam yang lebih modificated terhadap modernisme global. 
Konsepsi Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang digelindingkan oleh pendiri NU, untuk era sekarang ini sudah terasa cukup sempit dan rigid. Konsep itu secara sederhana, menyatakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah adalah Islam yang menganut satu dari empat mazhab dalam fikih (Syafi'i, Maliki, Hanafi dan Hambali). Juga menganut satu dari dua mazhab dalam teologi (Al-Asy'ari dan Al-Maturidi), serta menganut satu dari dua mazhab dalam tasawuf (Al-Ghazali dan Al-Junaidi). 
Imam Nawawi 
Kebalikan dari garis-garis keberagamaan di atas, siapa pun yang berfikih selain menggunakan satu dari empat mazhab tersebut, atau berteologi selain dari dua mazhab, atau bertasawuf selain dari dua mazhab, maka dengan sendirinya tidak termasuk dalam barisan Ahlussunnah wal Jamaah ala NU. 
Dalam konteks yang lebih mikro, praktik keislaman yang diaplikasikan oleh mayoritas warga NU adalah mazhab Syafi'i. Dan dalam terma ke-mazhab-Syafi'i-an pun tidak sembarang Syafi'i, tetapi ada acuan dan kriteria-kriteria tingkatan yang warga NU sudah ketahui semua. 
Sedikit deskripsi, di antara pemikiran-pemikiran Syafi'isme itu, yang paling tinggi tingkatannya adalah kesepakatan pemikiran Imam Nawawi dan Imam Rafi'i. Jika ada permasalahan fiqhiyyah yang penyelesaiannya tidak ditemukan dalam kesepakatan kedua pemikir Syafi'isme itu, seorang sunni (penganut Ahlussunnah wal Jamaah) harus turun satu tingkat, untuk sekadar mencari pegangan pemikiran yaitu dengan mengedepankan pemikiran yang dilontarkan Imam Nawawi saja. 
Selanjutnya, jika masih tidak ditemukan dalam pemikiran Imam Nawawi, kriterianya turun lagi satu tingkat cukup mengikuti pendapat yang disampaikan Imam Rafi'i. Demikian, dan seterusnya. Itulah yang terjadi dalam perfikihan empat mazhab. Tidak itu saja. Masih ada level-level terminologis atau standar-standar tertentu, misalnya yang masyhur disebut dengan qaul shahih (pendapat yang benar). Ada pula yang disebut dengan qaul ashah (pendapat yang paling benar). Ada juga terminologi wajhn (dua pendapat) dan terminologi wujh (beberapa pendapat). 
Dalam konteks masyarakat Islam Indonesia, tidak hanya pada masa berdirinya NU, pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi Ahlussunnah wal Jamaah ini memang menjadi pegangan utama dalam membendung gerakan Wahabisme yang kala itu sedang gencar-gencarnya membawa Islam murninya, Islam sebagaimana awal pertama kali diturunkan. 
Melihat NU yang lebih dekat kepada jalur kultural, konsepsi-konsepsi keislaman yang demikian bisa dikonklusikan cukup representatif dan mudah dicerna, karena memahami Islam melalui penafsiran dan keterangan keagamaan yang berlipat tapi kreatif serta melalui jalur ulama yang cukup kompromistis. 
Sehingga, pemikiran-pemikiran semacam ini jelas tidak bisa dikatakan sempit. Lebih dari itu, pada zamannya pula, pemikiran tersebut telah cukup bisa dikatakan taken for granted, untuk tidak mengatakan yang paling tepat. Konsepsi yang seperti ini memiliki pengaruh signifikan terhadap pesatnya perkembangan Islam di Indonesia saat itu. 
Namun, kita baru merasakan sempit setelah dalam realitas kehidupan keagamaan banyak menemukan persoalan multi-kompleks. Pada persoalan fikih, misalnya, keempat mazhab yang diresmikan NU sudah nyata-nyata tidak mampu menampungnya. Namun, sering kali kita memaksakan diri mengadukan berbagai persoalan dalam alam modernitas ini kepada empat mazhab itu. Inilah sempitnya konsep Ahsunnah wal Jamaah yang dibawa NU dalam konteks sekarang ini. 
Liberalisasi 
Sebenarnya tidak terlalu sulit bagi NU menerima liberalisasi Islam. Sebab, jauh hari sebelumnya NU sudah memegang adagium yang sangat terkenal, khususnya dalam komunitasnya; Al-Muhafadzah 'ala al-Qadm al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah; memelihara pemikiran lama yang positif dan mengambil pemikiran baru yang lebih positif. 
Hingga sampai di sini, NU telah memiliki modal awal yang amat penting, dan tentu menjadi sangat menarik jika NU mengedepankan pembaharuan secara liberal dan terbuka daripada terus menerus mempertahankan pemikiran lama yang positif namun prinsip itu mengalami kehabisan masa berlakunya. Padahal, dengan liberalisme yang secara jamaah dibawa NU, kekhawatiran sebagaimana yang dilontarkan KH Masduqi Mahfudz itu justru bisa dihindari, karena liberalisme di sini sangat nampak nilai ijma' atau kebersamaannya serta tidak terkesan liar. Dan dengan demikian, konsepsi Ahlussunnah wal Jamaah yang tetap dipegang NU perlu ditinjau kembali, atau setidaknya diremodifikasi dan redifinisi. 
Jika hal-hal tersebut di atas menjadi sesuatu yang berat bagi NU, kiranya NU akan kehilangan konstituen pemikiran keislamannya. Generasi muda kini memiliki banyak jalan lain untuk tetap terus mengerjakan ijtihad keagamaannya. Jalan-jalan yang ada bukanlah tetap ngotot merehab bangunan teologi NU, di saat para ulama kurang menghendakinya. Melainkan membikin NU baru, dan inilah yang sejatinya akan eksis menggantikan posisi NU lama dalam mengageni dakwah Islamiyah di era termodern. NU baru ini masih tetap menjadi bagian dari prinsip Al-Akhdzu bi-al-Jadid Al-Ashlah adalah Nahdlatul 'Uzala'. 
Dengan demikian, cita-cita akan warna-warninya Islam pun semakin nyata. Tidak hanya itu, cita-cita warna-warninya NU pun menjadi gambaran yang sedap bagi perkembangan pemikiran keislaman di Indonesia. Semuanya Islam, bertuhankan Allah SWT, bernabikan Muhammad SAW. Semuanya salat dan semuanya berpikir demi kalimatullah.(33) 
-Muhammad Luthfi Thomafi,mahasiswa Jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar, Mesir, dan Wakil Sekretaris Keluarga Mahasiswa NU Mesir 1998-2000 

_______________________________________________
Join Excite! - http://www.excite.com
The most personalized portal on the Web!

--EXCITEBOUNDARY_000__0526b39c95e3861e424dba91086eb25c
Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 <table cellpadding=10 cellspacing=0 border=0 width=100% bgcolor=white><tr height=200><td width=100%><font size=2 color=black>
<br />
<TABLE border=0 cellPadding=0 cellSpacing=0 width="100%">
<br />
<TBODY>
<br />
<TR>
<br />
<TD class=storytitle><FONT color=#000080 size=+1>Liberalisasi Generasi Muda NU</FONT></TD></TR>
<br />
<TR>
<br />
<TD class=storyunderline><IMG alt="" height=1 src="http://www.mediakrasi.com/images/speck.gif" width=1></TD></TR>
<br />
<TR>
<br />
<TD class=storybyline></TD></TR>
<br />
<TR>
<br />
<TD>
<br />
<P>Oleh: Muhammad Luthfi Thomafi 
<br />
<P>SALAH satu wacana keislaman yang paling menarik adalah gerakan liberalisme keislaman yang dibawa oleh segenap masyarakat Utan Kayu dan kelompok-kelompok kajian keislaman yang berafiliasi kepada NU. <BR><BR>
<br />
<P>Gerakan-gerakan itu cukup sukses, setidaknya dalam tataran wacana dan tema yang dilemparkan. Namun, di balik kesuksesan itu, ada satu hal yang ingin saya tulis, yang spesifikasinya berkaitan dengan aktivitas generasi muda NU dalam gerakan liberalisasi itu dan bagaimana sebaiknya upaya NU dalam mengakomodasi pergerakan pemikiran generasi-generasinya. 
<br />
<P>Saya ingin membaca kemunculan dan aktifisme generasi muda NU dalam gerbong liberalisme tersebut serta mencoba untuk menengok ke belakang untuk menatap kembali konsepsi keberislaman NU. 
<br />
<P>Tulisan ini berawal dari kegundahan dan kekhawatiran seorang kiai NU. Kekhawatiran seorang kiai itu, dan barang kali bisa dikatakan mewakili komunitas kiai-kiai NU muncul setelah melihat perkembangan pemikiran liberalisme generasi muda NU. Kekhawatiran tersebut secara resminya disampaikan KH Masduqi Mahfudz, Rais Syuriah PW NU Jatim. 
<br />
<P>Statemen kiai itu, sejatinya adalah sebuah tanggapan yang saya tunggu-tunggu selama ini. Saya menunggu statemen tersebut karena dalam perkiraan kekhawatiran itu akan menjadi semacam titik paling penting dalam perjalanan baik generasi muda NU maupun organisasi NU itu sendiri. 
<br />
<P>Dapat diyakini adanya urgensi titik kekhawatiran ini, disebabkan ada beberapa hal yang menyangkut gerakan liberalisme dan liberalisasi Islam maupun beberapa hal yang menyangkut pola kehidupan ber-Islam sebagaimana yang dikonsepsikan the founding fathers NU. 
<br />
<P>Yang perlu diangkat adalah realitas keterbelengguan masyarakat di bawah bayang-bayang konsepsi Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala NU dalam menghadapi globalisasi dan modernisasi. Dan konsepsi ber-Islam Ahlussunnah wal Jamaah itu, pada kenyataannya perlu direorientasi demi kehidupan Islam yang lebih modificated terhadap modernisme global. 
<br />
<P>Konsepsi Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang digelindingkan oleh pendiri NU, untuk era sekarang ini sudah terasa cukup sempit dan rigid. Konsep itu secara sederhana, menyatakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah adalah Islam yang menganut satu dari empat mazhab dalam fikih (Syafi'i, Maliki, Hanafi dan Hambali). Juga menganut satu dari dua mazhab dalam teologi (Al-Asy'ari dan Al-Maturidi), serta menganut satu dari dua mazhab dalam tasawuf (Al-Ghazali dan Al-Junaidi). 
<br />
<P>Imam Nawawi 
<br />
<P>Kebalikan dari garis-garis keberagamaan di atas, siapa pun yang berfikih selain menggunakan satu dari empat mazhab tersebut, atau berteologi selain dari dua mazhab, atau bertasawuf selain dari dua mazhab, maka dengan sendirinya tidak termasuk dalam barisan Ahlussunnah wal Jamaah ala NU. 
<br />
<P>Dalam konteks yang lebih mikro, praktik keislaman yang diaplikasikan oleh mayoritas warga NU adalah mazhab Syafi'i. Dan dalam terma ke-mazhab-Syafi'i-an pun tidak sembarang Syafi'i, tetapi ada acuan dan kriteria-kriteria tingkatan yang warga NU sudah ketahui semua. 
<br />
<P>Sedikit deskripsi, di antara pemikiran-pemikiran Syafi'isme itu, yang paling tinggi tingkatannya adalah kesepakatan pemikiran Imam Nawawi dan Imam Rafi'i. Jika ada permasalahan fiqhiyyah yang penyelesaiannya tidak ditemukan dalam kesepakatan kedua pemikir Syafi'isme itu, seorang sunni (penganut Ahlussunnah wal Jamaah) harus turun satu tingkat, untuk sekadar mencari pegangan pemikiran yaitu dengan mengedepankan pemikiran yang dilontarkan Imam Nawawi saja. 
<br />
<P>Selanjutnya, jika masih tidak ditemukan dalam pemikiran Imam Nawawi, kriterianya turun lagi satu tingkat cukup mengikuti pendapat yang disampaikan Imam Rafi'i. Demikian, dan seterusnya. Itulah yang terjadi dalam perfikihan empat mazhab. Tidak itu saja. Masih ada level-level terminologis atau standar-standar tertentu, misalnya yang masyhur disebut dengan qaul shahih (pendapat yang benar). Ada pula yang disebut dengan qaul ashah (pendapat yang paling benar). Ada juga terminologi wajhn (dua pendapat) dan terminologi wujh (beberapa pendapat). 
<br />
<P>Dalam konteks masyarakat Islam Indonesia, tidak hanya pada masa berdirinya NU, pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi Ahlussunnah wal Jamaah ini memang menjadi pegangan utama dalam membendung gerakan Wahabisme yang kala itu sedang gencar-gencarnya membawa Islam murninya, Islam sebagaimana awal pertama kali diturunkan. 
<br />
<P>Melihat NU yang lebih dekat kepada jalur kultural, konsepsi-konsepsi keislaman yang demikian bisa dikonklusikan cukup representatif dan mudah dicerna, karena memahami Islam melalui penafsiran dan keterangan keagamaan yang berlipat tapi kreatif serta melalui jalur ulama yang cukup kompromistis. 
<br />
<P>Sehingga, pemikiran-pemikiran semacam ini jelas tidak bisa dikatakan sempit. Lebih dari itu, pada zamannya pula, pemikiran tersebut telah cukup bisa dikatakan taken for granted, untuk tidak mengatakan yang paling tepat. Konsepsi yang seperti ini memiliki pengaruh signifikan terhadap pesatnya perkembangan Islam di Indonesia saat itu. 
<br />
<P>Namun, kita baru merasakan sempit setelah dalam realitas kehidupan keagamaan banyak menemukan persoalan multi-kompleks. Pada persoalan fikih, misalnya, keempat mazhab yang diresmikan NU sudah nyata-nyata tidak mampu menampungnya. Namun, sering kali kita memaksakan diri mengadukan berbagai persoalan dalam alam modernitas ini kepada empat mazhab itu. Inilah sempitnya konsep Ahsunnah wal Jamaah yang dibawa NU dalam konteks sekarang ini. 
<br />
<P>Liberalisasi 
<br />
<P>Sebenarnya tidak terlalu sulit bagi NU menerima liberalisasi Islam. Sebab, jauh hari sebelumnya NU sudah memegang adagium yang sangat terkenal, khususnya dalam komunitasnya; Al-Muhafadzah 'ala al-Qadm al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah; memelihara pemikiran lama yang positif dan mengambil pemikiran baru yang lebih positif. 
<br />
<P>Hingga sampai di sini, NU telah memiliki modal awal yang amat penting, dan tentu menjadi sangat menarik jika NU mengedepankan pembaharuan secara liberal dan terbuka daripada terus menerus mempertahankan pemikiran lama yang positif namun prinsip itu mengalami kehabisan masa berlakunya. Padahal, dengan liberalisme yang secara jamaah dibawa NU, kekhawatiran sebagaimana yang dilontarkan KH Masduqi Mahfudz itu justru bisa dihindari, karena liberalisme di sini sangat nampak nilai ijma' atau kebersamaannya serta tidak terkesan liar. Dan dengan demikian, konsepsi Ahlussunnah wal Jamaah yang tetap dipegang NU perlu ditinjau kembali, atau setidaknya diremodifikasi dan redifinisi. 
<br />
<P>Jika hal-hal tersebut di atas menjadi sesuatu yang berat bagi NU, kiranya NU akan kehilangan konstituen pemikiran keislamannya. Generasi muda kini memiliki banyak jalan lain untuk tetap terus mengerjakan ijtihad keagamaannya. Jalan-jalan yang ada bukanlah tetap ngotot merehab bangunan teologi NU, di saat para ulama kurang menghendakinya. Melainkan membikin NU baru, dan inilah yang sejatinya akan eksis menggantikan posisi NU lama dalam mengageni dakwah Islamiyah di era termodern. NU baru ini masih tetap menjadi bagian dari prinsip Al-Akhdzu bi-al-Jadid Al-Ashlah adalah Nahdlatul 'Uzala'. 
<br />
<P>Dengan demikian, cita-cita akan warna-warninya Islam pun semakin nyata. Tidak hanya itu, cita-cita warna-warninya NU pun menjadi gambaran yang sedap bagi perkembangan pemikiran keislaman di Indonesia. Semuanya Islam, bertuhankan Allah SWT, bernabikan Muhammad SAW. Semuanya salat dan semuanya berpikir demi kalimatullah.(33) 
<br />
<P>-Muhammad Luthfi Thomafi,mahasiswa Jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar, Mesir, dan Wakil Sekretaris Keluarga Mahasiswa NU Mesir 1998-2000 </P></TD></TR></TBODY></TABLE><BR><BR><BR><BR><br></font></td></tr></table><p><hr><font size=2 face=geneva><b>Join Excite! - <a href=http://www.excite.com target=_blank>http://www.excite.com</a></b><br>The most personalized portal on the Web!</font>

--EXCITEBOUNDARY_000__0526b39c95e3861e424dba91086eb25c--