[Nusantara] Ketua Komisi Ombudsman Nasional: Kedudukan Lembaga Independen Tak Jelas

reijkman reijkman@excite.com
Wed Nov 13 11:00:39 2002



--EXCITEBOUNDARY_000__33924f72486ab9eb11050f5cd42e6c6c
Content-Type: text/plain; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 Ketua Komisi Ombudsman Nasional: Kedudukan Lembaga Independen Tak Jelas 
Jakarta, Kompas - Ketua Komisi Ombudsman Nasional (KON) Antonius Sujata mengakui, selama ini kedudukan lembaga independen yang dibentuk negara, termasuk KON, memang tidak jelas. Lembaga itu sekadar diakui sebagai lembaga negara, tetapi tak mempunyai alur keterkaitan dengan lembaga negara yang lain, termasuk pemerintah. Sebab itu, keberadaan badan-badan independen dalam negara perlu diatur. 
"Selama ini memang lembaga independen termasuk KON pun sudah diakui sebagai lembaga negara. Tetapi, bagaimana hubungannya dengan lembaga negara yang lain, memang tidak jelas. Dasar hukum dari pembentukan lembaga independen itu juga berbeda-beda sehingga perlakuan yang diterima pun berbeda-beda. Saya mendukung pengaturan secara lebih jelas kedudukan lembaga independen, termasuk dengan pembuatan Undang-Undang (UU) tentang Protokol," kata Sujata, Sabtu (9/11) di Jakarta. 
Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta Prof Dr Jimly Asshiddiqie, Jumat lalu di Jakarta mengemukakan, badan-badan independen yang merupakan produk demokratisasi sudah saatnya dikonsolidasikan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Badan-badan independen itu tidak bisa lagi digolongkan dalam trikotomi Montesquieu, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. (Kompas 9/11) 
Kedepankan fungsi 
Sujata mengakui, KON merupakan badan independen yang termasuk baru dibentuknya. Dasar pembentukan KON masih berupa keputusan presiden (keppres). Sebagai lembaga baru, sampai saat ini KON baru mengedepankan fungsinya untuk melakukan kontrol atas pelayanan masyarakat. KON belum terlalu mempersoalkan statusnya. Tetapi, tak bisa lain, ke depan perlu ada pengaturan dan kejelasan status dari lembaga-lembaga independen yang dibentuk negara tersebut. 
"Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang KON memang sudah berada di tangan DPR. Memang sebaiknya kedudukan KON sama seperti KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara) atau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berdasarkan UU. Saya sependapat, kalau pemerintah juga mengajukan RUU Protokol sehingga kedudukan lembaga independen itu semakin jelas," papar Sujata. 
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN), bisa saja mengajukan RUU Protokol atau menyusun alur keterkaitan lembaga independen itu dengan lembaga negara lain. Ini akan memperjelas kedudukan lembaga independen, termasuk bagaimana memperlakukan anggota lembaga independen itu. "Sebagai lembaga negara, kedudukan lembaga-lembaga independen itu memang perlu diatur. Jangan sampai justru tidak jelas," ucap Sujata. 
Komnas HAM-Komisi II 
Gagasan untuk menata kembali lembaga independen mencuat menyusul ketidakjelasan pemberian alokasi anggaran kepada lembaga tersebut. Komnas HAM melalui Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengeluhkan jumlah anggaran yang terbatas. 
Menurut Humas Komnas HAM Sriyana, selain defisit komponen operasional sebesar Rp 90 juta tiap bulan, Komnas HAM juga defisit atau tidak mampu membiayai ongkos transportasi, akomodasi, dan penginapan buat enam anggotanya yang berasal dari luar kota. Saat ini dua anggota Komnas berasal dari Makassar, dua dari Surabaya, dan dua lainnya dari Yogyakarta. Padahal, dalam sebulan setidaknya Komnas HAM melakukan empat kali pertemuan untuk kepentingan rapat pleno, pengkajian, serta rapat subkomisi. Hal itu sangat wajar, karena keanggotaan baru Komnas HAM perlu menyusun langkah yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. 
"Sekarang ini rata-rata anggota Komnas HAM yang berasal dari daerah harus membiayai kedatangannya sendiri, membayar akomodasi dan penginapannya sendiri. Dari lima kali kedatangan mereka ke Jakarta, yang dibayar baru satu kali. Komnas masih berutang kepada anggotanya. Defisit itu tidak dihitung untuk kegiatan penyuluhan, pendidikan, pengkajian atau perpustakaan," kata Sriyana. 
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi II DPR Teras Narang menyatakan, pihaknya segera menjadwalkan pertemuan dengan Komnas HAM untuk membahas kesulitan keuangan yang dialami lembaga penegakan HAM itu. Namun, dia meminta Komnas HAM bersabar dan tidak cepat berteriak mengungkapkan persoalannya kepada masyarakat. 
Menurut Narang, dalam agenda yang telah disusun sekretariat Komisi II untuk masa sidang kedua tahun 2002-2003, pertemuan dengan Komnas HAM memang belum dijadwalkan. Namun, karena keperluan Komnas HAM begitu mendesak, Komisi II coba mencari hari yang tepat di sela-sela kesibukan acara yang sudah terdaftar. 
Anggota Komisi II DPR Dwi Ria Latifa mengaku prihatin dengan persoalan keuangan yang menimpa Komnas HAM saat ini. Kondisi itu terasa sangat ironis bila dibandingkan dengan perolehan dana KPKPN. Berdasarkan laporan, KPKPN untuk tahun 2002 diberi dana oleh pemerintah lebih dari Rp 39 milyar, namun realisasi anggaran hanya mencapai Rp 5,87 milyar atau sekitar 15 persen. (sah/tra) 

_______________________________________________
Join Excite! - http://www.excite.com
The most personalized portal on the Web!

--EXCITEBOUNDARY_000__33924f72486ab9eb11050f5cd42e6c6c
Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Content-Transfer-Encoding: 7bit

 <table cellpadding=10 cellspacing=0 border=0 width=100% bgcolor=white><tr height=200><td width=100%><font size=2 color=black>Ketua Komisi Ombudsman Nasional: Kedudukan Lembaga Independen Tak Jelas 
<br />
<P>Jakarta, Kompas - Ketua Komisi Ombudsman Nasional (KON) Antonius Sujata mengakui, selama ini kedudukan lembaga independen yang dibentuk negara, termasuk KON, memang tidak jelas. Lembaga itu sekadar diakui sebagai lembaga negara, tetapi tak mempunyai alur keterkaitan dengan lembaga negara yang lain, termasuk pemerintah. Sebab itu, keberadaan badan-badan independen dalam negara perlu diatur. 
<br />
<P>"Selama ini memang lembaga independen termasuk KON pun sudah diakui sebagai lembaga negara. Tetapi, bagaimana hubungannya dengan lembaga negara yang lain, memang tidak jelas. Dasar hukum dari pembentukan lembaga independen itu juga berbeda-beda sehingga perlakuan yang diterima pun berbeda-beda. Saya mendukung pengaturan secara lebih jelas kedudukan lembaga independen, termasuk dengan pembuatan Undang-Undang (UU) tentang Protokol," kata Sujata, Sabtu (9/11) di Jakarta. 
<br />
<P>Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta Prof Dr Jimly Asshiddiqie, Jumat lalu di Jakarta mengemukakan, badan-badan independen yang merupakan produk demokratisasi sudah saatnya dikonsolidasikan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Badan-badan independen itu tidak bisa lagi digolongkan dalam trikotomi Montesquieu, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. (Kompas 9/11) 
<br />
<P>Kedepankan fungsi 
<br />
<P>Sujata mengakui, KON merupakan badan independen yang termasuk baru dibentuknya. Dasar pembentukan KON masih berupa keputusan presiden (keppres). Sebagai lembaga baru, sampai saat ini KON baru mengedepankan fungsinya untuk melakukan kontrol atas pelayanan masyarakat. KON belum terlalu mempersoalkan statusnya. Tetapi, tak bisa lain, ke depan perlu ada pengaturan dan kejelasan status dari lembaga-lembaga independen yang dibentuk negara tersebut. 
<br />
<P>"Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang KON memang sudah berada di tangan DPR. Memang sebaiknya kedudukan KON sama seperti KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara) atau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berdasarkan UU. Saya sependapat, kalau pemerintah juga mengajukan RUU Protokol sehingga kedudukan lembaga independen itu semakin jelas," papar Sujata. 
<br />
<P>Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN), bisa saja mengajukan RUU Protokol atau menyusun alur keterkaitan lembaga independen itu dengan lembaga negara lain. Ini akan memperjelas kedudukan lembaga independen, termasuk bagaimana memperlakukan anggota lembaga independen itu. "Sebagai lembaga negara, kedudukan lembaga-lembaga independen itu memang perlu diatur. Jangan sampai justru tidak jelas," ucap Sujata. 
<br />
<P>Komnas HAM-Komisi II 
<br />
<P>Gagasan untuk menata kembali lembaga independen mencuat menyusul ketidakjelasan pemberian alokasi anggaran kepada lembaga tersebut. Komnas HAM melalui Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengeluhkan jumlah anggaran yang terbatas. 
<br />
<P>Menurut Humas Komnas HAM Sriyana, selain defisit komponen operasional sebesar Rp 90 juta tiap bulan, Komnas HAM juga defisit atau tidak mampu membiayai ongkos transportasi, akomodasi, dan penginapan buat enam anggotanya yang berasal dari luar kota. Saat ini dua anggota Komnas berasal dari Makassar, dua dari Surabaya, dan dua lainnya dari Yogyakarta. Padahal, dalam sebulan setidaknya Komnas HAM melakukan empat kali pertemuan untuk kepentingan rapat pleno, pengkajian, serta rapat subkomisi. Hal itu sangat wajar, karena keanggotaan baru Komnas HAM perlu menyusun langkah yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. 
<br />
<P>"Sekarang ini rata-rata anggota Komnas HAM yang berasal dari daerah harus membiayai kedatangannya sendiri, membayar akomodasi dan penginapannya sendiri. Dari lima kali kedatangan mereka ke Jakarta, yang dibayar baru satu kali. Komnas masih berutang kepada anggotanya. Defisit itu tidak dihitung untuk kegiatan penyuluhan, pendidikan, pengkajian atau perpustakaan," kata Sriyana. 
<br />
<P>Dihubungi terpisah, Ketua Komisi II DPR Teras Narang menyatakan, pihaknya segera menjadwalkan pertemuan dengan Komnas HAM untuk membahas kesulitan keuangan yang dialami lembaga penegakan HAM itu. Namun, dia meminta Komnas HAM bersabar dan tidak cepat berteriak mengungkapkan persoalannya kepada masyarakat. 
<br />
<P>Menurut Narang, dalam agenda yang telah disusun sekretariat Komisi II untuk masa sidang kedua tahun 2002-2003, pertemuan dengan Komnas HAM memang belum dijadwalkan. Namun, karena keperluan Komnas HAM begitu mendesak, Komisi II coba mencari hari yang tepat di sela-sela kesibukan acara yang sudah terdaftar. 
<br />
<P>Anggota Komisi II DPR Dwi Ria Latifa mengaku prihatin dengan persoalan keuangan yang menimpa Komnas HAM saat ini. Kondisi itu terasa sangat ironis bila dibandingkan dengan perolehan dana KPKPN. Berdasarkan laporan, KPKPN untuk tahun 2002 diberi dana oleh pemerintah lebih dari Rp 39 milyar, namun realisasi anggaran hanya mencapai Rp 5,87 milyar atau sekitar 15 persen. (sah/tra) <BR><BR><BR><BR><BR></P><br></font></td></tr></table><p><hr><font size=2 face=geneva><b>Join Excite! - <a href=http://www.excite.com target=_blank>http://www.excite.com</a></b><br>The most personalized portal on the Web!</font>

--EXCITEBOUNDARY_000__33924f72486ab9eb11050f5cd42e6c6c--