[Nusantara] Ujian Kepemimpinan Megawati
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Nov 22 09:00:39 2002
Penyelesaian Tragedi Bali: Ujian Kepemimpinan Megawati
Oleh Novel Ali
Rabu, 20 November 2002
Presiden Megawati Soekarno-putri yang masih punya
waktu lebih kurang 18 bulan lagi untuk menentukan atau
ditentukan berlanjut tidaknya era kepemimpinan
limatahunan (kedua), sekali lagi menghadapi ujian
ekstra berat. Setelah serangan Amerika terhadap
Afghanistan, sebagai balasan atas serangan bunuh diri
pesawat komersial mengarah gedung World Trade Centre
di New York, dan Pentagon di Washington pada waktu
hampir bersamaan (11 September 2001), kini ledakan bom
di Legian, Bali (11 Oktober 2002), memosisikan
Presiden Megawati kembali ke keadaan sulit.
Ketika AS dan sekutunya menyerang Afghanistan,
Megawati berada di tengah opini publik (nasional dan
global) untuk bersikap menentang, sebaliknya juga
mendukung pembalasan AS dan sekutunya terhadap Osama
bin Laden, yang dituduh mengotaki kamikaze tersebut,
sementara Osama diyakini bermukim di Afghanistan.
Kini, pasca ledakan bom di Bali, Presiden Megawati pun
harus ekstra bijak dalam bersikap terhadap gerakan
anti terorisme internasional, khususnya yang
dipelopori Amerika. Dalam hal ini, Mega harus ekstra
hati-hati untuk tidak menyakiti umat Islam yang
merupakan mayoritas di negaranya sendiri. Mengapa?
Karena perorangan atau kelompok di tengah segmen
publik dimaksud, acapkali dikait-kaitkan dengan
terorisme.
Presiden Megawati memang harus ekstra hati-hati
berucap, bersikap dan bertindak, khususnya dalam
konteks peledakan bom di Bali. Keliru sedikit saja, ia
bukan mustahil akan 'dibenci', bahkan dimusuhi AS dan
sekutunya. Namun, jika Presiden Mega terlampau
berhati-hati hanya lantaran ketakutan diuraikan
terakhir, bukan mustahil simpati warga bangsanya
sendiri terhadap kepemimpinannya akan merosot tajam.
Di tengah kedua realita itu, Presiden Megawati tidak
boleh mengakses antipati publik opini nasional atau
global terhadap dirinya. Dari itu, setiap ucapan,
sikap dan tindakannya, harus benar-benar tetap selalu
berada dalam kerangka kemanusiaan. Garis Keras Simpati
dunia atas terbunuhnya ribuan orang di gedung WTC dan
Pentagon akibat peristiwa 11 September 2001, dan lebih
dari 180 orang di pusat keramaian Legian, Kuta, Bali,
secara tidak langsung merupakan ujian berat Megawati.
Ia memang perlu bersikap keras terhadap terorisme,
baik lokal atau internasional, tanpa harus melukai
hati dan perasaan perorangan, kelompok atau lembaga,
terutama di dalam negeri, yang acapkali dituding punya
kemungkinan bertindak sebagai pelaku, yaitu
perorangan, kelompok atau lembaga keagamaan (Islam)
garis keras. Menghadapi realita itu, Presiden Megawati
boleh saja lebih memihak publik opini dunia (world
public opinion), yang mengharuskannya bersikap keras
terhadap siapa pun yang dituduh selaku tersangka
pelaku. Namun, karena mayoritas warga bangsanya
beragama Islam, hendaknya Mega tidak terkooptasi
kecenderungan generalisasi, sebagaimana sering
dilakukan pihak lain.
Bagaimana pun, Presiden Megawati Soekarnoputri memang
harus ekstra hati-hati. Kedua fakta itu, merupakan
ujian kepemimpinan Presiden Mega, terutama lantaran
Mega boleh dibilang telah berhasil membangun kerjasama
politik, ekonomi dan lain-lain dengan AS, di bawah
Presiden George W Bush yang mengomandoi serangan ke
Afghanistan, di samping dikenal bersikap keras
terhadap terorisme internasional. Bush juga dikesankan
memusuhi Islam, kendati ia sendiri berulangkali
menyatakan dirinya tidak memusuhi Islam, tetapi
memusuhi terorisme. Hanya saja, betapapun besarnya
kepentingan Presiden Megawati Soekarnoputri memelihara
kerjasamanya dengan Presiden George Bush, atau
pemimpin dunia lain yang merupakan sekutu AS, Presiden
Mega, yang memimpin lebih kurang 200 juta orang Islam
di negeri ini, harus tetap berorientasi ke sana.
Di sinilah batu ujian utama Presiden Mega, ia perlu
tetap memprioritaskan kepentingan mayoritas
warganegara Indonesia, terutama kepentingan moral
Muslim di negeri ini, yang tidak mau disebut sebagai
otak terorisme. Sama dengan mayoritas Muslim lainnya
di Indonesia, Presiden Megawati tentu tidak
membenarkan terorisme. I
a pun tentu harus menentang keras kekerasan yang
berdampak kejahatan kemanusiaan tersebut, tanpa
mempedulikan siapa pun pelakunya. Hanya saja,
kepemimpinan Mega akan diragukan awam, bila ia
terjebak dalam pemikiran, terorisme internasional
banyak dilakukan orang Islam. Bahaya besar bagi
kepemimpinan Presiden Megawati, jika dirinya
bertentangan dengan suara mayoritas Muslim di
Indonesia, dan di belahan dunia lain, tentang
penolakan mereka atas skeptisisme global tersebut.
Persaudaraan Islam
Dari pemimpin wanita dari sebuah negara berpenduduk
Muslim terbesar di dunia, Presiden Megawati dituntut
ukhuwah Islamiyah. Tuntutan ini, sangat jauh berbeda
dengan yang dihadapi Presiden AS George Bush, ataupun
pemimpin megara lain. Kalau pemimpin negara adikuasa
itu tidak berkepentingan langsung dengan perlunya
penegakan persaudaraan Islam, Presiden Mega sangat
berkepentingan dengannya. Bila Presiden Geroge W Bush
bisa 'memberi pelajaran' ekstra keras kepada
Afghanistan, ditandai jatuhnya Thaliban, Presiden
Megawati tidak boleh menjatuhkan siapa-siapa.
Itu bukan berarti, Presiden Megawati boleh bersikap
seenaknya membongkar kasus pengeboman di Legian, Bali.
Ia perlu terus-menerus mendorong Polri melakukan
tugasnya menangkap pelaku serta membongkar
jaringannya, tanpa dilandasi target untuk memenjarakan
siapa pun (khususnya perorangan/pemuka Islam dan
kelompok Islam garis keras di negeri ini). Ataupun
ditargetkan guna melumpuhkan kedigdayaan lembaga
tertentu 'berbendera' Islam, di Indonesia.
Dari kasus peledakan bom di Bali, 12 Oktober lalu,
Presiden Megawati tentunya harus memaklumi, berbeda
sekali dengan kasus penyerangan AS dan sekutunya ke
Afghanistan, di mana tidak sedikit umat Islam
Indonesia menyatakan tekadnya untuk berjihad ke
Afghanistan, namun dalam kasus bom di Bali, nyaris
tidak terdengar sedikit pun suara umat Islam di negeri
ini, juga di negara lain, yang membenarkan kejahatan
itu sendiri.
Karenanya, kasus peledakan bom di Bali itu memberi
ujian kepada Presiden Megawati, terutama untuk
merasakan betapa umat Islam di negerinya benar-benar
ikut menderita atas jatuhnya sedemikian banyak korban
bom di Bali. Karenanya, pemerintah Indonesia di bawah
kepemimpinan Presiden Mega tidak boleh bersikap lunak
untuk menuntaskan kejahatan peradaban itu sendiri.
Hanya saja, Presiden Megawati akan tidak lulus ujian
ini, bila pemerintah RI di bawah kendali
kepemimpinannya, melakukan langkah-langkah preventif
dan represif yang terkesan Islamophobia, di negeri.
Karenanya, setiap kebijakan dan tindakan Presiden Mega
serta seluruh aparat pembantunya, terutama Polri,
harus benar-benar dicegah dari kesan anti Islam dan
umat Islam.
***
(Penulis dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Diponegoro, Semarang).
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus – Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com