[Nusantara] Itu Bom Bunuh Diri

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Sun Nov 24 10:00:45 2002


Itu Bom Bunuh Diri 

CILEGON - Pengeboman di Bali ternyata dilakukan dua
kelompok yang berbeda dan tidak saling mengenal.
Namun, mereka dikoordinasi langsung Imam Samudra
dengan menggunakan SMS (short message service). Itu
diungkapkan Samudra, yang Kamis sore lalu ditangkap di
Pelabuhan Merak, Banten. 

Hingga kemarin pria 32 tahun itu masih diperiksa di
Cilegon, Banten. Kelompok pertama disebut kelompok
Lamongan, Jawa Timur, yang terdiri atas Amrozi, Ali
Imron, Idris, Dul alias Martin, Umar alias Wayan, dan
Umar alias Patek. Kelompok kedua disebut kelompok
Serang, Banten, yang terdiri atas Imam Samudra, Rauf
alias Syam, Yudi, Iqbal, dan Amin. "Tapi,
koordinatornya tetap Imam Samudra," ungkap Kabareskrim
Mabes Polri Komjen Pol Erwin Mappaseng ketika
memberikan penjelasan di Mabes Polri, Jakarta,
kemarin. 

Bagaimana pembagian tugas kedua kelompok itu? Erwin
menjelaskan, Sari Club diledakkan kelompok Lamongan
dan peledakan Paddy’s Cafe dilakukan kelompok Banten.
"Paddy’s Cafe diledakkan dengan bom bunuh diri yang
dilakukan Iqbal. Mereka menyebutnya bom syahid," kata
Erwin. Disebutkan, Iqbal meletakkan bom itu di dalam
tas ransel dan dia sendiri yang memicu. Menurut Erwin,
dari pengakuan Samudra, ledakan di Paddy’s Cafe
bertujuan untuk mengalihkan perhatian. "Dengan begitu,
saat bom meledak di Sari Club, korbannya lebih banyak
lagi," ungkap Erwin. 

Meski Samudra telah mengaku peledakan di Paddy’s Cafe
sebagai bom bunuh diri, polisi belum percaya seratus
persen. Menurut Juru Bicara Tim Investigasi Bom Bali
Brigjen Pol Edward Aritonang, pihaknya masih akan
memastikan tewasnya Iqbal. Edward beralasan, puluhan
jenazah korban bom yang belum teridentifikasi. Mungkin
Iqbal adalah salah satu di antara mereka. "Di antara
185 korban tewas (data resmi polisi, Red) baru 144
yang teridentifikasi. Untuk itu, jenazah yang belum
teridentifikasi akan kita buktikan apakah Iqbal
benar-benar melakukan bunuh diri," kata Edward. 

Pembuktian dilakukan dengan mengambil DNA pembanding
yang bisa diambil dari keluarga Iqbal. "Bisa kan
diambil dari pisau cukur atau dari bapak dan
saudaranya," imbuhnya. Rampok Toko Emas Selain itu,
kepada penyidik, Imam Samudra mengungkapkan pendanaan
kedua kelompok tersebut. "Kalau kelompok Lamongan,
biayanya melewati Idris. Imam Samudra sendiri mengaku
belum mengetahui dari mana uang tersebut didapat.
Kalau kita menangkap Idris, baru bisa kita ketahui,"
terang Erwin. Kelompok Banten dibiayai melalui aksi
mereka di Toko Emas Lita di Serang. "Namun, mereka
tidak mau aksi itu disebut perampokan," kata Erwin. 

Saat itu, kelompok Banten yang diwakili oleh Yudi dan
Rauf memasang bom low explosive di BCA dekat toko emas
itu. Tujuannya, mengalihkan perhatian. Dari toko emas
itu, kelompok Banten mendapatkan dana Rp 400 juta dan
beberapa batang emas. Seperti diberitakan kemarin,
Rauf alias Syam ditangkap di Ciruas, Serang, Selasa
(19/11) pukul 17.00. Yudi juga dibekuk di Ciruas, Rabu
pukul 20.00. 

Selanjutnya, berdasar informasi dari kedua orang itu,
polisi berhasil menangkap Samudra, di bus Kurnia yang
melayani trayek Jakarta-Aceh, di Pelabuhan Merak.
Kamis malam harinya, polisi juga berhasil menangkap
Amin di Malimping, Serang. Erwin menyatakan, menurut
pengakuan Samudra, aksi kelompok Lamongan juga
ditentukan oleh Samudra. Dialah yang menentukan titik
sasaran bom. Amrozi bertugas sebagai pencari bahan
peledak dan mobil, Ali Imron koordinator lapangan, Dul
alias Martin perakit bom, Idris alias Jon Hendrawan
penyedia akomodasi dan pembagi uang. 

Tapi, Samudra mengaku tidak tahu jelas bahan peledak
yang digunakan. Dia hanya mengaku bahan TNT disediakan
oleh Dul alias Martin. Bagaimana bahan lain? Polisi
masih belum bisa memastikan. "Perakit bomnya, yaitu
Dul Martin, masih kita buru," ujar Erwin. Erwin
menegaskan bahwa polisi masih belum melakukan
pemeriksaan secara detail. 

Pertemuan Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar dengan Imam
Samudra kemarin hanya sebatas klarifikasi. "Jadi, kita
belum bisa memberitahukan secara detail kasus ini,"
katanya. Beberapa Hari di Surabaya Saat bertemu dengan
Da’i di Mapolres Cilegon kemarin, menurut Erwin,
Samudra tampak sangat percaya diri. Segalanya
dikatakan dengan penuh keyakinan, seolah tidak peduli
pada apa yang terjadi. Dalam pertemuan itu, Samudra
mengaku, saat bom meledak Sabtu, 12 Oktober, dirinya
masih berada di sekitar lokasi kejadian. 

Dalam pengakuannya, Amrozi mengatakan tidak tahu ke
mana Samudra pergi setelah mematangkan rencana
terakhir pada 5-6 Oktober di Hotel Harum, Denpasar.
Dalam pertemuan itu, Samudra hanya mengatakan tidak
tahu lagi urusan berikutnya. Amrozi sempat meyakini
Samudra telah meninggalkan Bali. Tapi, Imam mengaku,
dirinya baru meninggalkan Bali sekitar pukul 01.00
Wita (Minggu, 13 Oktober). Dia menggunakan sebuah bus
menuju Banyuwangi. "Dari Banyuwangi, dia melanjutkan
perjalanan ke Surabaya dengan kereta," tutur Erwin. 

Di Surabaya, Samudra sempat tinggal beberapa hari. Di
Surabaya, dia selalu mendatangi warnet untuk mencari
informasi tentang kasus bom Bali dan melakukan
komunikasi dengan seseorang yang peduli dengan aksinya
itu lewat chatting (obrolan di internet). Dari
internet itu pula, Samudra juga mengakui keyakinan
berjihadnya terus membara. "Dari Surabaya, dia pergi
ke Jakarta dan Banten," ungkap Erwin. 

Dari Banten, Samudra ingin menyeberang ke Palembang
untuk bersembunyi. Menurut pengakuan Samudra, di
Palembang ada tempat temannya yang aman untuk
bersembunyi. "Rencananya, dia akan pergi ke luar
negeri, salah satunya ke Malaysia," kata Erwin. Lebih
lengkap mengenai rencana pelarian Samudra. Bom Gereja
Imam Samudra juga mengaku pernah tinggal di
Afghanistan selama 2,5 tahun. Selama di Afghanistan,
dia berjuang bersama pejuang muslim dan belajar
merakit bom, belajar tentang senjata (M16 dan AK47),
serta belajar tentang bom ranjau militer. 

Dari Afghanistan, Samudra balik lagi ke Malaysia dan
tinggal di Johor. Di Malaysia, Samudra memulai
kehidupan normal dengan berdagang atau usaha
kecil-kecilan. Selain itu, dia mengikuti banyak
pengajian. Tetapi, dalam menambah ilmunya, Samudra
lebih banyak berkomunikasi dengan menggunakan
internet. "Dia di sana selama 6,5 tahun," ungkap Kadiv
Humas Mabes Pori Irjen Pol Basyir Ahmad Barmawi. Pada
2000, Samudra kembali ke Indonesia untuk melakukan
aksinya. Dia mengaku terlibat dalam peledakan bom
malam Natal 2000. 

Dia waktu itu tinggal di Batam dan melakukan
pengeboman di sana bersama temannya. Pada 2001,
Samudra kembali lagi ke Indonesia. Dia mengakui
peledakan bom Gereja Santa Ana, Bandung. "Istilah dia,
kalau ke Indonesia untuk meledakkan, itu jihad," jelas
Basyir. Hal itu juga diungkapkan Kapolri Da’i Bachtiar
yang mengatakan bahwa Samudra merasakan ada
ketidakadilan dan penyerangan serta pembunuhan
terhadap umat Islam. 

Selain itu, dia mengakui peledakan bom di Atrium
Senen. "Namun, dia mengaku, sasarannya adalah gereja
yang terletak di lantai atas Atrium," kata Basyir.
Perbuatan itu dilakukan bersama orang yang bernama
Dani. Samudra tidak kenal warga negaranya meski Dani
selalu mengatakan orang Sumatera. Tetapi, ternyata,
Dani adalah orang Malaysia, yang kini terpidana seumur
hidup. 

Pada September 2002, Samudra kembali lagi ke
Indonesia. Tujuannya, bertemu dengan Amrozi di
Pabelan, Solo. Di sana, Samudra dan Amrozi
merencanakan peledakan bom Bali. Keduanya telah saling
mengenal sejak di Malaysia. Pertemuan di Solo itu
dilanjutkan dengan pembagian tugas. Lalu, kenapa
memilih Bali? Menurut Da’i, Samudra memilih Sari Club
dan Paddy ’s Cafe karena di sana banyak orang bulenya.
Samudra lantas memerintah Ali Imron sebagai
koordinator lapangan. "Pengembangannya terserah
temannya, tapi sasaran, tempat, dan waktunya di situ,"
papar Da’i. 

Lantas, apakah tindakannya terkait dengan Abu Bakar
Ba’asyir? Menurut Samudra, tidak ada. Yang selalu dia
anggap sebagai orang yang dituakan dalam pemikiran
adalah Jabir dari Bandung. Jabir sendiri sudah
meninggal dunia waktu peristiwa peledakan bom di
Bandung. Tapi, Jabir tidak mempunyai hubungan langsung
dengan Samudra. Namun, banyak anak buah Jabir yang
bertemu dengan Samudra. 

Walau telah berhasil menangkap Samudra, Juru Bicara
Tim Investigasi Kasus Bom Bali Brigjen Pol Edward
Aritonang mengaku bahwa polisi memiliki faktor luck.
Aritonang mengatakan, Samudra sangat lihai dan genius.
Mabes Polri mengakui, hanya karena faktor
keberuntungan, polisi berhasil menangkap Samudra.
"Dari pernyataan Amrozi, kalau polisi berhasil
menangkap Imam, itu berarti Samudra sedang apes.
Artinya, hanya karena faktor luck polisi berhasil
menangkapnya. Sebab, Samudra itu sangat lihai dan
genius," jelas Aritonang. 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus – Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com