[Nusantara] Guru Cendekia?

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Nov 26 04:48:09 2002


Guru Cendekia? 

Khoe Yao Tung, Pemerhati masalah sosial dan pendidikan


KEMBALI Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
mengusulkan agar pemerintah menangguhkan pengangkatan
guru kontrak (Media Indonesia, 19/11/2002). Alasannya
dedikasi dan kualifikasi guru kontrak yang akan
direkrut jauh dari harapan yang seharusnya. Yang
semestinya harus diangkat adalah guru-guru yang
kompeten, berdedikasi, dan berkualifikasi. 

Sementara guru-guru kontrak yang ada ditingkatkan
kemampuan dan profesionalismenya, dengan mengangkatnya
menjadi guru tetap. Selektivitas dalam pengangkatan
guru tetap melalui kriteria yang cukup ketat, agar
didapatkan guru yang memunyai komitmen dan semangat
belajar untuk mampu memberikan suasana pembelajaran
yang kondusif dan menjadi teladan bagi peserta didik. 

Strategi pengembangan tenaga pendidik yang visioner
penting dan darutat untuk segera dibenahi mengingat
berbagai instrumen daya saing Indonesia semakin
melorot. Bahkan baru-baru ini hasil kajian terbaru
yang dikeluarkan global competitiveness report, yang
dipublikasikan oleh World Economic Forum 2002-2003,
menunjukkan terpuruknya kita dalam berkompetisi dengan
negara lain. Hal ini semakin memperkukuh kita sebagai
bangsa yang masih tidak sadar akan pentingnaya human
capital development (HCD). 

Hasilnya indeks saing pertumbuhan (growth
competitiveness Index GCI) Indonesia makin melorot
menempati urutan ke-67 dari 80 negara, di bawah
Filipina dan Vietnam. Dan, bukan tak mungkin tidak
lama lagi Kamboja pun akan menyalip kita, bila
kesadaran hanya sebatas nikmatnya hangar-bingara
wacana dan langkah-langkah strategis yang
mengantisipasi ke depan, jauh dari harapan. 

Pengembangan tenaga pendidik, tidak semata-mata asal
ada, dengan kualitas yang tidak memadai serta tanpa
disertai detail perencanaan yang matang. Apalagi kalau
lokakarya itu didanai oleh pinjaman Bank Dunia.
Pengembangan guru juga tidak hanya menyekolahkan guru
asal mendapat gelar. Manakala hasil temuan dari sebuah
LSM Education Watch baru-baru ini menunjukkan
kecenderungan jual beli gelar semakin meningkat dari
lembaga pendidikan tinggi kita. Bahkan terdapat lebih
dari seratus perguruan tinggi ilegal dan bermasalah
dalam hal persyaratan pendirian, tenaga pendidik dan
statuta. 

Predikat cendekia 

Guru cendekia membutuhkan pengembangan diri
terus-menerus secara intelektual maupun kepribadian
mengingat profesinya justru harus mampu mencerahkan
peserta didik. Guru cendekia harus memiliki
pengetahuan, spirit yang tak pernah puas untuk mencari
pengetahuan, memperkaya ide, dan mendesain
pembelajaran yang menggairahkan. Semuanya harus mampu
menggugah peserta didik ke arah kreativitas dan sifat
kritis siswa. Guru cendekia berfokus pada karakter
yang mencerminkan integritas, komitmen, dan
kepemimpinan dalam dunia pendidikan. Karakter yang
selalu terus-menerus belajar untuk meningkatkan segala
kekurangannya yang didedikasikan untuk proses
pembelajaran yang mencerahkan. 

Gencarnya pembukaan sekolah-sekolah nasional plus
(internasional) yang berafiliasi pada kurikulum negara
yang lebih maju, harus dipandang sebagai sparing
partner. Sekolah ini berorientasi pada paradigma
pembelajaran dan kurikulum pembelajaran yang lebih
berfokus pada potensi anak. Kurikulumnya mempersiapkan
anak menghadapi masa depannya dengan potensi,
kemampuan, dan bakat yang dimilikinya. 

Hampir semua sekolah yang dibuka saat ini bisa
dipastikan sekolah nasional plus yang merebak bak
jamur di awal musim penghujan. Keberadaan
sekolah-sekolah ini justru menuntut kualifikasi guru
agar meningkatkan pengetahuannya agar lebih kompeten
dalam bidangnya. Kompetisi yang menuntut pengetahuan
bahasa internasional untuk pergaulan dunia dan
cepatnya mengadaptasi dinamika pengetahuan serta
perkembangan inovasi dan teknologi. 

Polarisasi era keterbukaan makin mengimpit guru-guru
lokal dalam perangkap ketakberdayaan manakala
guru-guru asing masuk dengan paradigma yang lebih maju
dan dikemas bilingual dalam bahasa pergaulan
internasional. Keharusan penguasaan bahasa bagi guru
cendekia sudah merupakan satu kemutlakan dalam era
globalisasi. Tekanan teknologi informasi sudah
seharusnya menjadikan guru lokal menjadi guru global
dengan mengadaptasi teknologi secara cepat. Penguasaan
teknologi informasi ini harus dijadikan peluang untuk
keunggulan kompetitif, dan bukan sekadar melek
teknologi (computer literate), tetapi mampu
menggunakan informasi sebagai suatu keunggulan dan
peluang kompetitif. 

Melihat perkembangan dan tuntutan profesi guru yang
terjadi dalam dinamika masyarakat maka kiprah guru
sebagai pondok intelektual, pondok ide dalam kapasitas
guru cendekia sangat dibutuhkan. Diperlukan
grandstrategy pemerintah dalam merencanakan HRD tenaga
pendidik yang menjadikan guru sebagai tulang punggung
dalam perkembangan suatu bangsa dan negara. Inkubator
bagi lahirnya guru cendekia, melalui serangkaian
pelatihan profesional berkualitas yang wajib bagi
seorang guru. Di berbagai negara maju, mengikuti
serangkaian pelatihan bagi seorang pendidik wajib
dijalani. Singapura menerapkan wajib mengikuti
pelatihan-pelatihan yang totalnya berdurasi seratus
jam sepanjang satu tahun bagi seorang guru. Bila hal
ini tidak dijalaninya maka lisensinya sebagai guru
akan dicabut. 

Kehadiran guru cendekia bukan lahir hanya melalui
pelatihan-pelatihan berkualitas, akan tetapi melalui
atmosfer lingkungan yang memberikan berbagai peluang
dan kesempatan. Atmosfer ini akan mengasah kemunculan
seorang pendidik yang memiliki karakter kukuh.
Mencerminkan integritas seorang pendidik yang mampu
bekerja sama, pemikir, memiliki kemampuan
intrapersonal dan ekstrapersonal yang baik berkaitan
dengan nilai, moral dan spiritual seorang guru. 

Catatan akhir 

Kini guru membutuhkan tanda jasa. Persepsi 'guru
pahlawan tanpa tanda jasa' sudah harus ditinggalkan.
Guru mesti menuntut tanda jasa, perbaikan penghidupan
dan status sosial yang lebih tinggi. Tuntutan ini
harus disepadani dengan peningkatan kualitas guru
terutama peningkatan dalam keseharian dan pembelajaran
di kelas. Juga menjadi pemikir yang selalu belajar
membuka wawasan dan menciptakan proses pembejaran yang
menggugah peserta didik dengan ide-ide yang
provokatif. Yang akhirnya wawasan, panutan, dan
karakter baik ini akan selalu diingat siswa sepanjang
hidupnya. 

Sepanjang sejarah, terlalu banyak disebutkan
tokoh-tokoh yang lahir dari seorang pendidik. Kini
justru saatnya mengembalikan terulangnya sejarah
seperti itu. Seorang guru, tokoh pendidik, lahir
sebagai pemimpin bangsa, seorang pemimpin yang
melahirkan banyak pemimpin. Apalagi dalam kondisi
sekarang ini, di tengah krisis kurangnya stok pemimpin
bangsa. Hanya ada satu tumpuan, yaitu di pundak guru
cendekia. Bukan di pundak pemimpin partai apalagi di
tangan seorang politikus avonturir. Semoga seorang
guru dapat lahir memimpin bangsa ini. 

Dirgahayu PGRI! 

*** 



=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com