[Nusantara] Bangsa Indonesia Mulai Kehilangan Nilai Solidaritas
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Nov 26 05:00:39 2002
Bangsa Indonesia Mulai Kehilangan Nilai Solidaritas
JAKARTA (Media): Nilai-nilai solidaritas antarsesama
di masyarakat Indonesia kian memudar. Kondisi
struktural dan sistem perundang-undangan yang tidak
beres menjadi katalisator memudarnya nilai solidaritas
itu.
Pernyataan itu disampaikan sosiolog Imam B Prasojo
ketika dihubungi Media, kemarin. Imam juga menegaskan,
berbagai gejolak yang timbul di tengah masyarakat
belakangan ini merupakan buah dari struktur yang tidak
beres itu. Akibatnya, nilai solidaritas antarasesama
sulit dipertahankan.
''Struktur sosisal yang tidak beres itu menimbulkan
berbagai ketimpangan. Namun, yang paling tampak adalah
ketimpangan di bidang ekonomi,'' tutur sosiolog dari
Universitas Indonesia ini.
Menurut Imam, karena ketimpangan itu sudah semakin
meluas, nilai solidaritas semakin tergerus. Selama ini
memang masih ada simbol-simbol solidaritas itu,
seperti tampak pada penggalangan dana bencana di
beberapa institusi. Tetapi, penggalangan dana itu
bersifat karikatis.
''Jadi, bersifat karikatis sumbangan itu. Hanya kulit
luar dan simbolik, tidak ada follow up-nya,'' ujar
Imam yang mencontohkan betapa banyak institusi
memberikan bantuan kepada korban banjir di Jakarta
beberapa waktu lalu, tetapi tidak terjadi hal yang
sama pada beberapa kejadian di Nusantara. Saat itu
musibah banjir di Jakarta memang ramai dipublikasikan
media massa.
Ketimpangan itu tampak misalnya pada akses-akses
ekonomi. Menurut Imam, ada beberapa orang yang
memiliki akses mudah pada sentra-sentra ekonomi,
sementara kebanyakan masyarakat tidak memiliki
kedekatan sama sekali terhadap akses itu. Akibatnya,
kata Imam, yang kaya makin establish dan yang miskin
makin terpuruk.
Ketimpangan itu melahirkan gejolak sosial karena
dipertegas oleh perbedaan identitas antara yang
memperoleh kemudahan akses dan yang tidak memiliki
sama sekali. Misalnya, antara orang miskin kebanyakan
dengan orang-orang kaya dibedakan oleh kenyataan suku,
agama, tempat bermukim, dan tradisi. ''Perbedaan ini
seperti jurang yang dalam. Seperti dinding yang
tebal,'' tegas Imam.
Karenanya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah,
cendekiawan, dan pihak yang berhubungan langsung
dengan masyarakat untuk menjembatani jurang itu.
Menurut Imam, pemerintah saja memang tidak mampu
menjadi 'jembatan penyeberangan'.
Imam malah melihat pemerintah justru memberi
katalisator terkuat dalam melahirkan ketimpangan. Ia
mencontohkan, perilaku tiga Presiden RI terkini dapat
menjadi gambaran. Waktu terjadi gejolak di Timor Timur
(Timtim) misalnya, Presiden Habibie seolah membiarkan
gejolak itu terjadi apa adanya. Begitu juga dengan KH
Abdurrahman Wahid ketika menjadi presiden, ia asyik
bepergian ke luar negeri sementara rakyat didera
berbagai musibah dan konflik.
Presiden Megawati juga memperlihatkan perangai yang
sama. Ketika terjadi pengusiran tenaga kerja Indonesia
(TKI) oleh pemerintah Malaysia, Megawati malah pergi
ke luar negeri dan menimpakan urusan pengungsi TKI di
Nunukan kepada pemerintah daerah.
''Beda sekali dengan pemerintah Filipina, ketika
tenaga kerjanya diusik di luar negeri, presiden
langsung turun tangan,'' ujarnya membandingkan.
Menurut Imam, jangan salahkan rakyat bila solidaritas
mereka memudar bila pemimpinnya saja memperlihatkan
contoh yang kontraproduktif. Menurut Imam, contoh
perangai buruk itu juga terlihat saat pejabat publik
memberikan santunan. Mereka masih membutuhkan
publikasi, padahal sumbangan yang diberikannya itu
tidak menyentuh wilayah substantif. ''Memang cukup
orang yang terkena musibah hanya disumbang dengan
Indomi dan selimut? Pembangunan infrastruktur jelas
lebih penting.''
Sementara itu, perundang-undangan yang ada di
Indonesia saat ini ikut memperkeruh suasana. Dalam
bidang perekonomian misalnya, perundang-undangan
cenderung menyelamatkan konglomerat yang sudah
nyata-nyata bersalah. Sedangkan perundang-undangan
perburuhan tampak tidak membela rakyat kecil.
Imam juga menyentil soal rencana PT Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek) membangun rumah sakit yang
akan terpusat di Bekasi sebagai contoh memudarnya
nilai solidaritas. Menurut Imam, pembangunan itu tidak
tepat. Seharusnya Jamsostek membangun klinik-klinik di
berbagai daerah di tempat yang terdapat banyak tenaga
kerja menjadi anggota Jamsostek.
Pembangunan rumah sakit itu, menurut Imam, tidak
setimpal antara biaya yang dikeluarkan dan pertolongan
yang bisa diberikan kepada anggota Jamsostek. Hal ini
juga menjadi contoh kontraproduktif terhadap
pembenahan solidaritas.
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com