[Nusantara] Mencari Akar Radikalisme (1)
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Nov 28 05:36:52 2002
Mencari Akar Radikalisme (1)
Merespons Ketidakadilan dan Diskriminasi
Oleh Irfan S. Awwas *
Setiap terjadi radikalisme, mengapa hal itu condong
dikaitkan dengan gerakan Islam? Inilah tulisan keempat
tentang Islam dan radikalisme. Kini, giliran ketua
Lajnah Tanfidziah Majelis Mujahidin Indonesia Irfan S.
Awwas menuangkan tulisannya. Adilkah memanfaatkan isu
terorisme untuk memecah-belah umat Islam melalui
kategorisasi Islam moderat versus Islam radikal yang
identik dengan fundamentalis atau teroris?
Pertanyaan tersebut menjadi menarik jika kita memahami
bahwa radikalisme pada dasarnya tidak mempunyai agama.
Juga, bukan merupakan identitas suatu ideologi. Ia
bisa berada di berbagai ruang. Kita bisa menemukan
radikalisme pada tubuh militer, pada komunitas
keagamaan, atau ideologi tertentu.
Yang menjadi benang merah adalah keinginan untuk
mencapai suatu perubahan mendasar secara drastis,
bahkan bila perlu menggunakan kekerasan. Atau,
pembalasan akibat ketertindasan karena tidak menemukan
cara lain yang lebih adil. Akar radikalisme bisa
bermacam-macam. Bisa disebabkan nafsu berkuasa,
ketidakadilan, atau diskriminasi yang dialami
sekelompok orang.
Radikalisme yang didasarkan ideologi tertentu tidak
lebih berbahaya dibandingkan radikalisme yang
dilahirkan militerisme yang dilandasi nafsu berkuasa.
Radikalisme pada komunisme akan semakin dahsyat bila
berbaur dengan militerisme. Seperti yang pernah kita
alami pada 1965-1966. Radikalisme yang bersemayam pada
kelompok zionis akan semakin berbahaya setelah ia
bersentuhan dengan militerisme sebagaimana dilakukan
Israel terhadap bangsa Palestina dan bangsa-bangsa
lain di dunia.
Di Indonesia, radikalisme yang muncul -khususnya yang
dilabelkan kepada komunitas Islam- terutama disebabkan
oleh ketidakadilan dan diskriminasi, baik global
maupun lokal. Misalnya, kasus Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Kahar pada mulanya merupakan ajudan
setia Bung Karno. Perwira menengah tersebut asli
Sulawesi Selatan.
Ketika Soeharto ditugaskan ke Sulawesi Selatan, Kahar
serta-merta harus turun pangkat sementara. Sehingga,
di kawasan itu, Soeharto yang asal Jawa menjadi
komandan Kahar. Bagi Kahar, hal itu merupakan
ketidakadilan yang terang benderang. Dia adalah
pejuang yang gigih melawan Belanda, sehingga RI bisa
menyatakan kemerdekaannya. Dia adalah prajurit yang
dilahirkan bersama penderitaan rakyat.
Sementara itu, Soeharto, Nasution, dan petinggi
militer pada awal kemerdekaan, semula merupakan
militer didikan Belanda. Inilah yang mendorong Kahar
keluar dari militer republik dan bergabung dengan SM
Kartosoewirjo yang menawarkan Negara Islam sebagai
alternatif terbaik membangun kedaulatan Indonesia
setelah dikuasai berabad-abad oleh penjajah Belanda.
Ketidakadilan yang menimpa Kahar bergulir
terus-menerus dengan perkembangan sejarah nasional.
Dalam pelajaran sejarah, Kahar dicitrakan sebagai
pemberontak Islam yang memaksakan ideologi Islam di
Indonesia.
Meski Kahar seorang penganut Islam yang taat, dia
tidak semestinya disebut pemberontak Islam. Kahar
adalah perwira militer yang diperlakukan tidak adil
oleh institusinya. Tampaknya, stigmatisasi atau
labelisasi terhadap komunitas Islam sebagai
pemberontak tidak saja terjadi pada awal kemerdekaan.
Tapi, juga terjadi pada awal Orde Baru, bahkan hingga
kini. Salah satu contohnya adalah kasus Komando Jihad
yang terjadi di awal 1970-an yang bermula dari
inisiatif Ali Moertopo memanfaatkan kekuatan Islam
untuk melawan bahaya komunisme dari Utara (Vietnam).
Amerika ketika itu baru kalah perang melawan kekuatan
komunis di Vietnam. Ali Moertopo berpendapat, hanya
kekuatan Islam yang bisa melawan ancaman komunisme
dari Utara. Kemudian, dijalinlah kerja sama dengan
mantan aktivis Darul Islam (DI). Setelah ribuan laskar
terbentuk, mereka malah ditangkapi aparat dengan
alasan hendak mendirikan negara Islam dan memaksakan
ideologi Islam untuk menggantikan sistem Pancasila.
Laskar tanpa nama itu kemudian diberi label Komando
Jihad oleh Ali Moertopo. Isu komunisme terus digunakan
hingga menjelang akhir masa kepemimpinan Soeharto.
Ketika Megawati tiba-tiba menjadi sosok yang dikagumi
rakyat kebanyakan dan Golkar dikhawatirkan kalah pada
pemilu berikutnya, lahir sebuah isu, bila Megawati
naik, komunisme akan bangkit kembali. Rezim Orba yang
semula sangat represif kemudian berbaik-baik dengan
komunitas Islam.
Masa inilah hingga menjelang kejatuhan Soeharto
merupakan masa yang sangat produktif berbagai laskar
yang dikompori sejumlah oknum militer. Pada masa ini
pula (2001), lahir gagasan membunuh Megawati, ketika
Ustad Abu Bakar Ba’asyir masih dalam pelariannya di
Malaysia. Ketika reformasi bergulir dan Soeharto
jatuh, hingga kemudian Megawati naik menjadi presiden
ke-5 RI , tiba-tiba Ba’asyir justru dituduh
merencanakan pembunuhan kepada Megawati. Tuduhan itu
begitu saja muncul, terutama setelah terjadi tragedi
WTC 11 September 2001 melalui pengakuan Omar Al-Faruq
yang kini keberadaannya diselimuti kabut misteri.
Sebagai juru dakwah dan aktivis penegak Syari’at
Islam, Ba’asyir berkewajiban menyampaikan hal yang
benar. Bila dalam perspektif Islam presiden wanita
tidak diperkenankan, itulah yang mesti disampaikan.
Sedangkan membunuh tanpa alasan yang dibenarkan secara
syar’i adalah haram. Bukan hanya Ba’asyir yang bisa
merasakan adanya ketidakadilan.
Amrozi pun bisa merasakan hal itu. Amrozi pernah
mengatakan bahwa dia membenci Amerika. Sehingga, dia
tidak menyesal bahkan terlihat gembira setelah
terbukti, melalui pengakuannya sendiri, terlibat kasus
peledakan bom di Legian, Kuta, Bali. Amrozi memang
berhak bergembira. Sebab, dia merasa telah mampu
mengekspresikan kebenciannya sebagai pembalasan atas
kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah AS.
Namun, militansi yang diekspresikan melalui pembunuhan
para pelaku maksiat di Kafe Pady’s itu tidak sejalan
dengan program sosialisasi penegakan syariah Islam
yang sedang giat dilakukan Ba’ asyir melalui Majelis
Mujahidin yang dipimpinnya. (bersambung)
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com