[Nusantara] Bom teroris di Bali. Siapa yang pertama kali harus ditangkap. Mudah
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 18 09:48:29 2002
Bom teroris di Bali. Siapa yang pertama kali harus ditangkap. Mudah
saja
.......... ha, ha, haaaaa
Mari kita berbicara sedikit tentang ilmu logika. Bukan logika rumit.
Tapi
logika sederhana. Boleh khan.
Ini jelas masih seputar tragedi ngeri bom di Bali itu.
Ngomong-ngomong,ikut
sedikit ngomong-lah soal bom di Bali alias 2 B, Bali Bomb.
Para pembaca khan tahu, katakanlah, belum lama berselang Wapres Dr.
HH
bicara tentang tidak-adanya teroris di Indonesia. Sekali lagi kita
ulang
ucapan beliow:"TIDAK ADA TERORISME DI INDONESIA". Hal itu disampaikan
beliow
antara lain di Ambon sambil (ceriteranya) bawa diplomat asing segala
disana.
Setelah itu diperbaharui lagi statement sang beliow di Pondok
Pesantren
Ngruki, Sukohardjo, Solo, Jateng. Bahkan di depan pengelola pesantren
itu
sendiri, Kyai AB Basyir. Beliow menyatakan bahwa kalau di Indonesia
ada
terroris "Saya-lah (Dr. HH)yang harus ditangkap" terlebih dahulu
bukan
siapa-siapa, bukan orang lain dan bahkan bukan Hj. AB Basyir
sekalipun.
Jelas tidak salah. Setiap orang pemilik HAM berhak memberikan
statement.
Masalahnya apakah statement itu benar, lucu, konyol dan fatal. Itu
mungkin
menjadi ceritera lain. OK!
Tergantung dari, kerennya, ilmu 5 H, (who,where, why, what, when).
Biasa itu
ilmu elemen jurnalisme.
Kita kupas saja disini, ringkas ceritera beberapa ilmu h saja. Siapa
dan
kapan. Who and when.
Dizaman orde baru yang telah membentuk minda (mind set) kita menjadi
orang
seperti Pak Turut sesuatu statement apalagi dikeluarkan oleh orang
besar
biasanya menjadi panutan bahkan bak, orang Jawa bilang, "sabda
penditha
ratu" (kata-kata keramat yang dkeluarkan oleh orang yang sangat
dihormati
dan harus diikuti, dipatuhi dan dilaksanakan). Bahkan di zaman order
baru
penghormatan sakralnya nya melebihi penghormatan kepada Allah SWT.
Jelas dan
understood.
Dengan kehendak Allah SWT juga semua menjadi terbalik 180%. Allah SWT
ADALAH
Maha Kuasa. Pak Harto yang orang bilang very-very, again, very
powerful
akhirnya tumbang juga. Bali yang menjadi barometer "heaven" di dunia
hatta
di negara kita yang kacau sekalipun sampai-sampai si bintang film
klasik,
Bob Hope bilang "See Bali before die". (lihatlah Bali sebelum mati),
luluh
lantak di bom. Karena saking aman dan tenteramnya ,meskipun tidak
lagi
"loh
jinawi" (makmur) sehubungan dengan keterpurukan kita disegala aspek.
Semua
orang tidak menyangka. Namun apapun dengan kekuasaan Allah SWT, boleh
dan
bisa terjadi.
Beberapa petinggi di Indonesia sejak kejadian Bali bomb, bahkan
petinggi
"mat salleh" (julukan Melayu untuk si bule), jauh sebelum kejadian,
telah
menyatakan tentang keberadaan teroris di Indonesia, baik didalangi
atau
tidak oleh Al Qaeda. Di dalam negeri, tidak tanggung-tanggung pula
yang
memberikan statement justru Dr. HH si Wapres itu sendiri yang baru
sekarang
mengakui keberadaan teroris itu sendiri di negara tercinta,
Indonesia.
Jadi
apapun, rupanya, termasuk bencana ada hikmahnya juga. Kalau tidak ada
2B,
Bali Bomb orang masih terus ngotot tidak ada teroris di Indonesia.
Dari ilmu logika sederhana. Sebetulnya siapa yang harus ditangkap
terlebih
dahulu pasca bom Bali itu. Mudah saja nggak usah posing-posing, tidak
usah
banyak cing-cong pihak yang berwajib mencari pelaku pemboman. Tokh
sudah
ada orang yang mengakuinya sendiri.
Yang menjadi masalah orang ini sekarang konsisten tidak dengan
ucapannya.
Akh masak Wapres jadi teroris. Tapi dia maunya begitu dengan
omongannya
sendiri.
OK beginilah. Kita tungggu Konperensi pers Wapres yang mau digelar
sebentar
lagi dan mungkin besok. Coba mau berkilah dengan mau ngomong apa
lagi.
Maka
siapapun tidak usah-lah menjadi takabur. Apalagi ini pejabat yang
supra
tingginya. Tidak tanggung-tanggung seorang Wapres dari sebuah negara
besar.
Zaman sudah berubah kawan. Dan akan terus berubah. Yang tidak berubah
atau
tetap yaitu "perubahan" itu sendiri.
Ada yang akan bilang uraian di atas tidak logis. Ini logika wong
cilik
lho.
Jangan marah! Apa fasal? Sederhana saja. Cobalah renungkan uraian
logis
lainnya dibawah ini.
Dizaman demokrasi reformasi, (demokrasi di Indonesia sudah ada dari
dulu.
Cuma sekarang perlu di reformasi demokrasinya), rakyat yang kritis
konstruktif diperlukan oleh negara. Tapi bukan yang destruktif
kritiknya.
Rakyat harus kritis tanggapi omongan pejabat. Tidak peduli itu siapa
bahkan
Presiden sekalipun. Itu memang resiko yang harus dihadapi oleh
seorang
pejabat. Kalau tidak mau dikritik, simple saja. Tidak usah jadi
pejabat.
Jelas dan siapapun harus mau tahu. Menyinggung ucapan seseorang yang
menduduki Indonesian Chair di salah sebuah Universitas Australia
terkemuka,
Dr. Arief Budiman yang bilang jadilah petinggi negara lain kalau
tidak
mau
dikritik. Apakah itu Presiden, Wapres, Dubes atau peringkat yang
paling
bawah yaitu Kades sekalipun.
Sampai jumpa.
Abdul Rojak.