[Nusantara] Waspadai Frustrasi Sosial Dampak Tragedi Kuta
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 18 10:00:52 2002
Waspadai Frustrasi Sosial Dampak Tragedi Kuta
Oleh : Drs. Putu Suasta, M.A.
MASYARAKAT Bali benar-benar tengah diuji. Di saat kondisi
kepariwisataan
mulai beranjak membaik, tiba-tiba muncul tragedi yang semula tak
pernah
dibayangkan. Pulau Dewata yang semula merupakan sorga para penikmat
keindahan dan ketenangan mendadak berubah menjadi neraka yang
mengerikan
hanya dalam hitungan detik. Dari sisi kemanusiaan, ledakan bom yang
menewaskan ratusan orang itu sungguh tak termaafkan dan harus dikutuk
sekeras-kerasnya. Persoalannya siapakah orang, pihak atau pelaku teror
biadab itu yang harus dikutuk?
------------------------------------------------
Dalam kondisi yang serba belum jelas saat ini, sebaiknya kita jangan
terjebak pada skenario-skenario tersebut. Jangan gampang termakan
isu.
Kalau
sampai masyarakat Bali termakan isu semacam itu, dampaknya bisa
membahayakan
dan lebih memperburuk kehidupan masyarakat Bali.
Kita harus sadar bahwa munculnya isu-isu di tengah masyarakat justru
merupakan salah satu tujuan para teroris. Kalau kita kaji secara lebih
mendalam, aksi terorisme biasanya selalu dilakukan oleh
kelompok-kelompok
yang terorganisir dan tertata rapi. Tujuan mereka bukanlah sekadar
membunuh
ratusan orang yang tewas dalam ledakan bom seperti di Legian, Kuta.
Lebih
jauh dari itu, teroris selalu memiliki agenda-agenda tertentu yang
dampaknya
justru terasa di kemudian hari, baik dalam jangka pendek maupun
panjang.
Kelompok biadab semacam itu berharap agar dengan adanya ledakan bom
yang
maha dahsyat itu akan menimbulkan keresahan dan kekacauan sosial. Hal
ini
sangat mungkin terjadi bila masyarakat Bali yang tengah menghadapi
cobaan
ini tidak siap dan tabah. Karena yang menjadi sasaran ledakan bom
saat
ini
adalah jantung perekonomian Bali, yakni sektor pariwisata.
Padahal bisnis pariwisata sangat rentan terhadap isu-isu yang
berkaitan
dengan keamanan. Sedikit saja keamanan terganggu, maka para wisatawan
akan
menjauh. Sebagai contoh ketika beberapa waktu lalu gangguan keamanan
terjadi
di Jakarta dan beberapa kota lain terjadi, dampaknya terasa cukup
signifikan
terhadap Bali, yakni dengan anjloknya kunjungan wisatawan ke Bali.
Apalagi
dengan ledakan bom yang terjadi di jantung pariwisata Bali saat ini,
dampaknya bisas jauh berlipat-lipat lebih parah.
Seperti kita ketahui bahwa PDRB wilayah Bali saat ini sekitar 60
persen
lebih berasal dari sektor pariwisata. Untuk wilayah Denpasar - Badung
ketergantungannya terhadap bisnis pariwisata sekitar 80 persen. Kalau
sektor
ini hancur, maka sudah bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Kemarau
panjang sudah di depan mata, karena para wisatawan yang berkunjung
akan
menurun drastis. Dampak sosialnya akan mulai terlihat sekitar tiga
bulan
pertama. Saat itu, hotel-hotel dan tempat bisnis pariwisata lainnya
sudah
kehabisan uang sehingga terpaksa harus mengurangi atau mem-PHK
karyawannya.
Jumlah pengangguran pun akhirnya akan meledak. Karena tidak akan
alternatif
pekerjaan di kota, mereka akhirnya terpaksa pulang kampung. Sehingga
kepadatan penduduk di kampung meningkat, sementara jumlah pekerjaan
atau
lahan sawah yang bisa dikerjakan sangat terbatas. Berbagai masalah
yang
ada
tersebut sangat berpotensi sebagai pemicu terjadinya konflik
antarmasyarakat.
Kondisi frustrasi sosial yang tidak menentu ini diperkirakan
berlangsung
sekitar dua sampai lima tahun. Inilah saat yang dinanti-nantikan oleh
teroris guna menjalankan agendanya dalam membenturkan elemen-elemen
masyarakat yang tinggal di Bali dengan cara menyebarkan berbagai isu
primordial yang provokatif. Karena masa seperti ini biasanya sangat
rentan
terhadap berbagai isu negatif.
Bersikap Tegar
Kalau konflik sosial sampai terjadi, tak bisa dibayangkan bagaimana
dampaknya terhadap kehidupan kemasyarakatan kita. Bukan hanya di Bali,
melainkan sudah berskala nasional. Karena aksi saling balas pasti akan
terjadi di berbagai daerah di seluruh penjuru negeri ini.
Kiranya tak seorang pun masyarakat Bali yang mengharapkan situasi
demikian
terjadi. Oleh karena itu, dalam situasi yang serba prihatin saat ini
seharusnya berbagai elemen masyarakat Bali tetap mampu bersikap tegar.
Jangan sampai terpancing dengan agenda teroris yang akan meletupkan
konflik
sosial yang berbau primordial. Jangan sampai kerukunan hidup
bermasyarakat
yang majemuk di Bali dikorbankan. Terlalu mahal bagi kita untuk
mengorbankan
ketenangan dan kedamaian dalam kemajemukan di Bali, hanya karena
ledakan
emosi. Karena hal inilah yang justru merupakan kekayaan Bali yang
patut
dibanggakan.
Kalau sampai kita termakan agenda pembenturan antar elemen masyarakat
Bali,
para teroris justru akan bertepuk tangan karena agendanya telah
tercapai.
Untuk selanjutnya mereka akan dengan mudah mengulangi teror-teror
serupa di
bumi Bali kita tercinta.
Kita tentunya sangat tidak menginginkan hal itu terjadi. Sebisa
mungkin
masyarakat Bali harus tetap mempertahankan kekuatan dan kelebihannya,
yang
justru terletak pada tatanan hidup yang harmonis dalam tatanan
masyarakat
yang multikulktural.
Bangkitkan Sektor Lainnya
Yang harus segera kita lakukan saat ini adalah mencari solusi dalam
menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi di depan, baik dari
segi
ekonomi, keamanan, sosial dan aspek lainnya. Untuk menatap masa depan
masyarakat Bali yang lebih baik, diperlukan hati yang dingin dan
pikiran
yang jernih dan bijak. Berbagai elemen masyarakat perlu duduk dan
berembuk
bersama. Jadikan peristiwi Black Saturday itu sebagai peringatan dari
Yang
Maha Kuasa dan pemacu bagi masyarakat Bali untuk bekerja dan
bertingkah
laku
lebih baik lagi, tidak merusak yang sudah baik.
Dari segi ekonomi, misalnya, selain kita harus terus berusaha
membangkitkan
kembali sektor pariwisata, masyatakat Bali juga harus menjadikan
momentum
ini untuk berpikir tentang pengembangan sektor-sektor lain
nonpariwisata.
Selama ini kita terlalu lengah dan terlena dengan kenikmatan hasil
pariwisata, sehingga mengabaikan sektor bisnis lainnya.
Memang jelas tidak mungkin bisa mewujudkan hal itu dalam waktu singkat
seperti membalik telapak tangan. Tetapi kalau ada kemauan,
kesungguhan
dan
dukungan dari masyarakat dan pemerintah, tidak ada yang tidak mungkin
dilakukan. Sebenarnya kalau kita mau mengkaji lebih mendalam, cukup
banyak
potensi Bali yang masih bisa dikembangkan. Sektor kerajinan misalnya,
yang
selama ini lebih berorientasi pada pasar wisatawan, kini sudah harus
mulai
diarahkan ke pasar ekspor. Demikian pula dengan sektor pertanian yang
selama
ini dianaktirikan, sudah saatnya kita lebih memberdayakan lagi.
Demikian
pula dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Dengan kesungguhan kita bersama, kiranya kesulitan ekonomi
berkepanjangan
tak akan terjadi. Apalagi kalau keajaiban datang dari Yang Maha Kuasa
seiring dengan perbaikan perilaku kita dalam menjalani kehidupan ini,
maka
berbagai kemungkinan yang lebih baik bisa terjadi.
Demikian pula dari segi keamanan. Dengan makin banyaknya kasus
gangguan
keamanan belakangan ini, baik di Bali maupun daerah lainnya di
Indonesia,
kita sudah tidak bisa lagi mengandalkan aparat keamanan. Untuk itu
sebagai
upaya preventif, masyarakat perlu membangun atau memperbaiki sistem
yang
lebih baik lagi.
Sistem banjar, misalnya, yang selama ini sudah diketahui cukup
efektif
dalam
menciptakan ketenangan, kenyamanan dan keamanan masyarakat Bali, saat
ini
harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga perlu dicarikan formulasinya
yang
lebih tepat. Di sinilah letak pentingnya peningkatan peran desa adat
dalam
situasi seperti saat ini.
Bila masyarakat Bali mampu menghadapi cobaan berat ini dengan lebih
tegar
dan berhati dingin, kiranya kita akan bisa keluar dari kesulitan ini
dengan
lebih baik lagi. Pada gilirannya masyarakat Bali akan menjadi
masyarakat
yang resistance terhadap kekuatan-kekuatan perusak, baik terorisme
atau
bentuk kerusakan lainnya. Sehingga para teroris pun akan berpikir dua
kali
untuk menjadikan Bali sebagai sasaran. Sebaliknya, bila kita lemah
dalam
menghadapi cobaan ini, maka untuk ke depannya akan menjadi sasaran
empuk
para pemuat keonaran.
Penulis, aktivis Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Ketua Forum Merah
Putih
(Bali Post, Kamis, 17 Oktober 2002)