[Nusantara] Pakai televideo conferencing utk atasi kesulitan pertemukan Faruq dengan Baasyir

gigihnusantaraid gigihnusantaraid@yahoo.com
Sun Oct 20 09:24:33 2002


Pakai televideo conferencing utk atasi kesulitan pertemukan 
Al 
Farouq vs AB Basyir.

Kenapa tidak pakai cara tersebut di zaman yang serba canggih ini. 
Kitapun 
sekarang bisa ngomong dengan kawan kita diujung belahan dunia yang 
lain 
dengan tools penunjang yang sama-sama kita miliki. Very-very 
simple.  
Just 
through the computer.

Pro-cons antara perlunya tidak didatangkan Al Farouq untuk menguji 
pengakuannya tentang hubungannya dengan AB Basyir.

Yang terakhir dikutip oleh Detik.com sebagaimana disampaikan oleh 
kriminolog 
  UI, Ronny Rahman Nitibaskara dlm suatu Seminar.

Memang bagaimanapun juga utk memuaskan semua pihak terutama bangsa 
Indonesia 
kedua orang itu harus dipertemukan.

Ini juga utk menghindarkan kesan bahwa kehadiran Al- Farouq di 
Indonesia 
sebagaimana ngotot  dikehendaki oleh AB Basyir hanyalah merupakan 
excusenya 
saja. Supaya dia dianggap jantan. Walaupun kalau nanti betul-betul 
dipertemukan ceriteranya jadi lain. Artinya mungkin AB Basyir jadi 
malu 
karena pengakuan Farouq betul. Tapi itu kemungkinan. Kepastiannya ya 
memang 
harus dipertemukan.

Kalau hari itu dlm kasus Om Akbar (sebentar lagi Ultah Golkar Om, 
semoga 
panjang umur, either one, Golkar atau si Om)  soal kasus dana Non 
Bujeter 
BULOG, kesaksian yang diperlukan dari mantan Presiden Habibie bisa 
dilakukan 
dengan video-conferencing, kenapa tidak dlm kasus AB Basyir vs Al- 
Farouq.

Utk kasus Om Akbar ternyata pengadilan juga accept,  artinya sah 
secara 
hukum, hukum di Indonesia. Dan mengapa tidak dijadikan precedent 
juga 
utk 
sekali lagi,  mengatasi masalah pertemuan Al- Farouq dan AB Basyir. 
Dan 
dalam kaitan kasus AB Basyir,  kita tidak memerlukan acceptibility 
(keabsahan) AS tentang jalannya sidang pengadilan via tele video 
conferencing di Indonesia. Then why not go ahead.

Ini juga utk mengatasi masalah tetek bengek lainnya seperti alasan 
klasik 
masalah setiap penjahat sesuatu negara berada di negara lain yaitu 
ketiadaan 
perjanjian ekstradisi.

Masalah lain yang timbul mungkin adalah keengganan pemerintah AS 
untuk 
memfasilitasinya. So, yang beginian memang tugas diplomasi yaitu 
berada 
dipundak Deplu terutama Perwakilan RI di AS alias KBRI di Washington.

Kalau pihak berwajib di suatu negara tetangga kita sudah menyatakan 
bahwa AB 
Basyir adalah "wanted man" bagi kepolisian negara itu dan didukung 
pula 
oleh 
pimpinan negara itu maka pada pendapat masyarakat Indonesia  di 
negara 
itu 
memang betul-betul AB Basyir itu terlibat. Kalangan diplomat di 
negara 
itu 
dengan tidak ada kepentingan apa-apa juga memuji ke-effektif-an 
Kepolisian 
negara itu. Negara tetangga yang dimaksudkan ialah Malaysia. 
Statement 
Kepolisian negara itu soal AB Basyir tentunya juga sudah 
mempertimbangkan 
hubungan serumpun kedua negara. Tetapi bagaimana sikh memang kita 
masih 
zero 
alias kurang dalam serba serbi dalam konteks ini. Terutama 
keterpurukan 
ekonomi kita akibat ulah diktator kita sebelum ini yang 
mengakibatkan 
kita 
sekarang ini NOL BESAR dalam setiap posis tawar menawar di segala 
aspek. 
Sehingga ada kesan bahwa kita mau di-dictate dan mau mengikuti 
perintah 
negara lain. Masalh-nya yaitu sederhana saja sebetulnya. Kita NOL 
BESAR 
dlm 
posisi tawar menawar di segala bidang. Coba kalau kita kuat atau 
selal 
u,  
paling tidak berusaha untuk kuat dengan satu kesatuan suara seluruh 
rahayat 
Indonesia maka gema teriakan alm Bung Karno dulu "Iki dadaku endi 
dadamu" 
(Ini dada saya mana dada anda) tentu akan berkumandang lagi. Ini 
segelintir 
orang yang katanya mewakili rakyat di D(ewan) P(enipuan) R(akyat) 
tiap 
hari 
bergocoh dan masih lagi mikirin suap BPPN duwit (kurang) dari Rp 10.-
 
juta

Kalau pembaca mau lebih jeli kita memang merasa malu soal tragedi 
bomb 
di 
Bali itu. Bagaimana tidak? Dalam konperensi Kepolisian ASEAN di 
Kuala 
Lumpur 
(kalau tidak salah tempatnya) beberapa bulan lalu, Indonesia telah 
ditunjuk 
sebagai centre for excellence untuk penanggulangan terrorism, karena 
diangggap PAKAR dlm menanggulangi terrorism. Begitu khan Pak 
Da'i?Ternyata 
itu omong kosng dan nol besar. Kita masih kedodoran besar dalam 
masalah 
ini. 
Tidak bisa menindak terrorist gara-gara pihak berwajibnya 
terpengaruh 
kepentingan orgasme sesaat para politisi kita yang merasa akan kalah 
dalam 
Pemilu 2004 jika terlalu memojokkan Islam (garis keras). Kenapa 
mesti 
takut. 
Bukankah Islam garis moderatnya merupakan mayoritas di negara kita 
dan 
itu 
diakui pula oleh dunia.

Sampai sekarang Kepolisian kita masih belum menemukan tanda-tanda 
bahwa 
pelaku bom Bali akan segera terungkap. Semua hanya ngomong 
kesana-kemari. 
Lagi-lagi itu sesumbarnya Kapolda Bali yang akan meletakkan jabatan 
kalau 
dalam waktu 1 bulan pelakunya tidak bisa tertangkap.
Kapolda itu, seharusnya, begitu kejadian berlaku sebetulnya terus 
meletakkan 
jabatan. Bukannya tunggu waktu 1 bulan lagi-lah, ini-lah, itu-lah 
dsb. 
dst. 
Memang dasar mental kita kalau sudah menyangkut jabatan ya harus 
dipertahankan dengan segala cara haram yang pada t mereka halalkanl.

Hai Pak Kapolda Bali harga 187 orang yang meninggal di Bali itu 
terlalu 
mahal bagi bangsa Indonesia. Rupiah jatuh. Pasaran saham kita indeks 
(IHGS)-nya  terjun bebas. Dan entah penderitaan lain lagi yang 
bakalan 
menunggu disamping cap luar negeri pada kita bahwa "there is no save 
place 
in any corner in Indonesia".  Belum lagi kalau cap itu akan kita 
tambah 
"even for Indonesian in their own country". No secuirty at all. Juga 
karena 
sebentar lagi sebagaimana tulisan sebelum ini suicide bomber akan 
berkeliaran disekitar kita.

Sekali lagi pertemukan kedua orang itu (AB Basyir vs Al Farouq) 
dengan 
fasilitas  tele video conferencing. Begitu khan kawan-kawan.
rekan-rekan sebangsa setanah air.

Coba (kawan-kawan) sekali lagi, tolong komentarnya donk!.


Terima kasih.

Sampai jumpa.