[Nusantara] Pengebom Bali Diduga Orang Jakarta

gigihnusantaraid gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Oct 29 11:00:59 2002


Pengebom Bali Diduga Orang Jakarta
@ Pengamanan Fasilitas Vital Diperketat

Kamis, 24 Oktober 2002
JAKARTA (Suara Karya):Upaya aparat memburu pelaku peledakan bom yang
menewaskan hampir 200 orang di Bali, hingga Rabu (23/10) kemarin 
belum 
juga
menghasilkan titik terang, kecuali ada dugaan pelaku berasal dari 
Jakarta.

Tiga sketsa calon tersangka yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh 
tim
investigasi gabungan Polri dan pihak kepolisian beberapa negara masih
menemui jalan buntu, meski petaka 12 Oktober yang berpusat di Sari 
Club
Kuta, Bali itu telah berlalu 12 hari.

Dan soal dugaan bahwa pelaku adalah warga Jakarta, juga tak mendapat
ketegasan dari Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar yang dimintakan 
konfirmasinya
di Jakarta, kemarin. "Apakah pelaku itu orang Jakarta atau orang Bali
seperti yang ada dalam sketsa calon tersangka, mari kita tunggu hasil
penyelidikan polisi. Yang jelas ketiga orang dalam sketsa itu laki-
laki 
dan
warga negara Indonesia," katanya.

Polri, kata Kapolri, masih terus melakukan penyelidikan intensif guna 
bisa
mengungkap para tersangka peledakan bom di Kuta. Terhadap berbagai 
dugaan
bahwa pelakunya kemungkinan orang Jakarta, dia meminta semua pihak 
untuk
menahan diri menunggu hasil penyelidikan polisi.

Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangannya di Jakarta,
kemarin, mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada permintaan dari negara
manapun untuk mengekstradisi pimpinan Pondok Pesantren Ngruki Ustadz 
Abu
Bakar Ba'asyir, yang disebut-sebut terkait dengan pemboman di Bali. 
"Tidak
ada permintaan dari negara manapun untuk mengekstradisi Abu Bakar 
Baasyir,"
katanya.

Sedang Wapres Hamzah Haz ketika meninjau lokasi pemboman di Kuta itu
kemarin, menyatakan peledakan bom di Legian bertujuan untuk 
menghancurkan,
memperpuruk dan berupaya keras mengucilkan citra negara Indonesia 
dalam
pergaulan internasional. "Saya yakin, pelaku peledakan bom di Kuta 
ini 
ingin
mengucilkan Indonesia dari dunia internasional," katanya.

Di tempat terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 
Purnomo
Yusgiantoro mengakui bahwa dalam menindaklanjuti Tragedi Bali, 
pihaknya
memutuskan mengamankan sejumlah fasilitas vital di bidang energi dan
pertambangan secara ketat oleh aparat. "Ini untuk menjamin operasional
perusahaan-perusahaan itu yang sebagian besar dioperasikan oleh 
perusahaan
multi-nasional," katanya, di Jarkarta, kemarin.

Di antara proyek yang kini mendapatkan pengamanan sangat ketat adalah 
proyek
LNG Arun Aceh, ladang minyak Caltex Pasific Indonesia Riau Sumatera, 
ladang
migas Kaltim, anjungan migas lepas pantai Jawa Barat, Jawa Timur dan 
Natuna.
Selain itu, berbagai obyek vital milik Pertamina seperti sejumlah 
kilang di
Cilacap, Cirebon, Balikpapan, serta depo-depo juga mendapatkan 
pengawasan
ketat.

Pengawasan ketat dilakukan pula di objek-objek pembangkit listrik, 
gardu
induk serta kawasan pertambangan umum, seperti Freeport Papua dan 
Newmont di
Nusa Tenggara Barat. "Sistem keamanan juga kita tingkatkan di sejumlah
bandara agar arus keluar-masuk penumpang maupun barang betul-betul 
bersih,"
katanya.

Koordinator Intelijen


Sementara itu penunjukkan kepala BIN sebagai koordinator 
lembaga-lembaga
intelijen di tanah air-seperti tertuang dalam Inpres No 5/2002 yang
diterbitkan Selasa, 22 Oktober 2002-diharapkan ditindaklanjuti dengan
pembentukan undang-undang tentang intelijen. Ini karena dasar hukum 
UU 
lebih
kuat ketimbang Inpres.

"Jadi kalau dikeluarkan dalam bentuk UU, dasar hukumnya lebih kuat 
ketimbang
Inpres," kata pakar hukum pidana dari Undip Prof Dr Muladi SH seusai 
diskusi
tentang "Komitmen Bersama Bagi Kemanusiaan" di Jakarta, Rabu. Hal 
senada
diungkap mantan Menhan Prof Dr Juwono Sudarsono.

Seperti diketahui, Presiden Megawati Soekarnoputri telah menunjuk 
Kepala BIN
AM Hendropriyono sebagai koordinator dari semua kegiatan lembaga 
intelijen.
Dalam Inpres itu disebutkan bahwa tugas BIN adalah melakukan
pengkoordinasian penyusunan perencanaan umum dan pengkoordinasian
pelaksanaan operasional kegiatan intelijen seluruh instansi lainnya.

Inpres yang diterbitkan Selasa malam ini sama sekali tidak menyebutkan
nama-nama instansi intelijen yang akan dikoordinir BIN. Namun di 
tanah 
air
terdapat beberapa lembaga intelijen seperti Badan Intelijen dan 
Strategis
(BAIS) Mabes TNI, Intelijen dan Pengamanan (Intelpam) Mabes Polri, 
serta
Intelijen Kejaksaan Agung.

Menurut Muladi, kegiatan intelijen sarat dengan kemungkinan 
pelanggaran 
hak
asasi manusia (HAM). Apalagi, tambah dia, kegiatan intelijen merupakan
operasi yang sangat tertutup bahkan sering dilakukan tanpa 
sepengetahuan
elite yang sedang berkuasa.

"Karena itu, harus (diatur) dalam bentuk Undang-undang sehingga lebih 
jelas
dan tegas batas-batas kegiatan intelijen. Jangan sampai kegiatan 
intelijen
ini malah melanggar hak asasi manusia," ujarnya.

Juwono Sudarsono juga mengingatkan bahwa kegiatan intelijen rawan 
terhadap
pelanggaran HAM karena aparat intelijen diberi wewenang untuk 
melakukan
kekerasan demi penegakan hukum. "Karena itu, DPR harus segera 
membentuk 
UU
Intelijen dan UU Antiteroris," katanya.

Meski demikian Juwono setuju kalau BIN menjadi koordinator lembaga 
intelijen
sehingga tidak ada lagi persaingan di antara lembaga intelijen yang 
malah
mengaburkan tujuan intelijen dalam mengamankan negara. "Semua harus
terintegrasi di dalam BIN sehingga tak ada persaingan," ujarnya.

Namun, dia juga mengingatkan, pembentukan lembaga intelijen tak 
berarti 
bisa
menangkal gangguan keamanan. "Tak ada lembaga intelijen yang kuat, 
buktinya
Amerika Serikat (AS) saja bisa kecolongan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Juwono dan Muladi juga berpendapat bahwa untuk
mengungkapkan kasus ledakan bom di Bali, tidak perlu intelijen asing 
yang
mendirikan kantor perwakilan di Indonesia. Pendirian kantor intelijen 
asing
di negara ini hanya akan menambah citra buruk Indonesia karena 
dianggap 
tak
mampu menjaga keamanan wilayahnya.

Juwono Sudarsono menegaskan, setiap kedutaan asing atau kantor 
konsulat
asing sebenarnya berfungsi sebagai lembaga intelijen untuk 
masing-masing
negara. "Kedutaan asing itu fungsinya sama saja dengan kantor 
intelijen 
yang
bekerja secara terbuka dan terakreditasi," tuturnya lagi.
(Vc-1/KG-4/KM-4/Ant/M-1