[Nusantara] MENYATUKAN DIRI MEMBELA RI
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Oct 29 11:03:46 2002
MENYATUKAN DIRI MEMBELA
REPUBLIK INDONESIA ---
<Mantan Pimpinan SBKA/Sobsi GONDOPRATOMO,
dalam "Seminar Peristiwa Madiun 1948">
Pengantar:
"Peristiwa Madiun 1948" sudah berada di belakang kita. Ada yang
bilang,
mengapa kita bicarakan lagi peristiwa itu, itu kan sudah lama
terjadi?
Tetapi, dalam ukuran sejarah kita sebagai suatu nasion yang masih
muda
ini,
masa 54 tahun itu belumlah lama. Bahkan, itu kurun waktu yang pendek
dalam
ukuran riwayat sesuatu bangsa. "Peristiwa Madiun1948", adalah salah
satu
peristiwa sejarah dimana telah timbul korban begitu banyak kader-
kader
perjuangan kemerdekaan dan ribuan lagi prajurit-prajuit kemerdekaan
Indonesia yang tidak bersalah. Maka adalah penting sekali artinya
untuk
menarik pelajaran dari peristiwa tsb. Itu semua untuk kepentingan
generasi
muda dan haridepan bangsa kita.
Sehubungan dengan itu, prakarsa para penylenggara SARASEHAN
PERISTIWA
MADIUN
1948, Holland, 19-20 Oktober, 2002, patut disambut dan didukung.
Suatu
inisiatif yang positif dan sangat berguna. Sarasehan itu punya arti
khusus,
karena di situ hadir dan bicara SAKSI-SAKSI HIDUP
SUMARSONO, "peserta"
hidup F. FANGGIDAEJ, dan juga GONDOPRATOMO, peserta hidup peristiwa
tsb
<yang makalahnya dibacakan dimuka Sarasehan, karena berhalangan
datang
berhubung kesehatan tidak mengizinkan>. Beliau-beliau itu sudah
mancapai
usia lanjut. Sumarsono dan Gondo Pratomo sudah diatas 80, sedangkan
F.
Fanggidaej juga mendekati usia itu. Beliau-beliau itu adalah aset
yang
sangat berharga dalam rangka penulisan sejarah bangsa kita. Yang
lebih
penting lagi, ialah bahwa mereka masih ingat betul kejadian-kejadian
tsb,
karena berada disitu, dan sampai kini, semangat beliau-beliau itu
TETAP
SEMANGAT KEMERDEKAAN, SEMANGAT MEMBELA RAKYAT, MEMBELA REPUBLIK
INDONESIA!
Di bawah ini adalah MAKALAH GONDOPRATOMO. Karena merupakan dokumen
sejarah
penting, yang ikut saya dengarkan ketika dibacakan, saya tilpun
beliau
minta
persetujuannya agar saya bisa publikasikan makalah penting ini, agar
lebih
banyak pembaca yang mengetahuinya. Syukurlah beliau menyetujuinya.
Siapa GONDOPRATOMO? Kiranya beliau cukup dikenal sebagai pejuang
kaum
buruh
dan pejuang kemerdekaan. Tetapi baiklah saya kemukakan lagi. Beliau
sedang
belajar di negeri Belanda ketika Perang Dunia II meletus. Sebagai
anggota
Perhimpunan Indonesia, PI, Nederland, Gondopratomo sudah sejak masa
mudanya
aktif ambil bagian dalam kegiatan para mahasiswa Indonesia lainnya di
Belanda untuk kemerdekaan Indonesia. Ketika Belanda diduduki tentara
fasis
Jerman, Gondopratomo bersama pemuda-pemuda Indonesia (PI) lainnya
yang
berada di Belanda ketika itu, seperti Irawan (diekekusi oleh tentara
fasis
Jerman), Thaher Thayeb, Jusuf Muda Dalam, Setiadjit, Sunito, Slamet
Faiman
dll, ambil bagian aktif dalam perjuangan perlawanan (Verzetstrijd),
menyatukan diri dengan perjuangan rakyat Belanda melawan pendudukan
Jerman
Hitler. Setelah Proklamasi Kemerdekaan beliau kembali ke Indonesi,
ambil
bagian dalam perjuangan kemerdekaan. Gondo Pratomo pada tahun-tahun
itu
adalah seorang pejuang kaumburuh dan kemerdekaan yang aktif di dalam
Serikat Buruh Kereta Api - SOBSI, sebagai Sekretaris Pertama.
Ketika
terjadi Gerakan 30 September, 1965, atas tuduhan terlibat beliau
dijebloskan
Suharto ke dalam penjara.
Menyadari pentingnya peranan kaum muda, Gondo Pratomo, beberapa kali
memberikan pengalaman perjuangannya dalam pertemuan-pertemuan ANTARA
GENERASI, yang diselenggarakan beberapa kali di Belanda.
Dalam makalahnya di muka SARASEHAN PERISTIWA MADIUN 1948, a.l. Gondo
Pratomo, menekankan, sbb:
Kenyataan seperti dijelaskan di atas justru menunjukkan bahwa semua
kami
yang ditahan dengan dituduh "membikin sovyet di Madiun", setelah
keluar
dari
penjara dengan tidak ragu sedikitpun menyatukan diri dengan kekuatan
rakyat
melawan Belanda membela Republik Indonesia.
Betapa besarnya semangat membela Republik Indonesia dari
pejuang-pejuang
kemerdekaan yang dituduh memberontak terhadap Republik Indonesia.
Selanjutnya silakan mengikuti uraian Gondo Pratomo:
Gondo Pratomo:
KEJADIAN-KEJADIAN PENTING MENJELANG PERISTIWA MADIUN DAN JATUHNYA
REPUBLIK
INDONESIA KE DALAM JEBAKAN NEKOLIM
(1945 - 1949)
I. Tahap pertama. Beberapa lama setelah proklamasi Republik Indonesia
pasukan-pasukan Sekutu mulai mendarat di Indonesia. Kemudian
terjadilah
konflik-konflik bersenjata dengan rakyat Indonesia di berbagai tempat
seperti Surabaya, Semarang, Bandung dan di Sumatra. Konflik-konflik
ini
menyedarkan pimpinan Sekutu bahwa mereka harus berurusan dengan
kekuasaan
negara Republik Indonesia yang baru dan sedang dibangun. Oleh sebab
itu
mereka bersedia menempuh jalan perundingan/ negosiasi dengan
republik.
Pada bulan Maret 1946 Syahrir secara rahasia telah bersepakat dengan
van
Mook untuk melakukan perundingan atas dasar kedaulatan de facto
Republik
hanya atas Jawa, Madura dan Sumatra saja, pengakuan terhadap
kedaulatan
Belanda di wilayah-wilayah lainnya dan upaya bersama Belanda-
Republik
untuk
membentuk negara Indonesia federal di dalam suatu Uni
Belanda-Indonesia.
Pada bulan Juni 1946 Hatta menyampaikan pidato di Yogyakarta yang
mengungkapkan sifat terbatas dari posisi berunding pemerintah.
Oposisi menganggap ini suatu pengkhianatan terhadap pendirian
"kemerdekaan
100%".
Jalan diplomasi menghasilkan persetujuan Linggarjati yang kemudian
disusul
dengan persetujuan Renville. Dari pihak Indonesia hal ini - paling
tidak
dengan persetujuan Linggarjati - dianggap sebagai langkah maju
karena
ada
pengakuan "de facto". Sesungguhnya ini tak ada arti apa-apa,
bersifat
menipu
saja. Prinsip kedaulatan R.I. atas wilayah seluruh Indonesia - suatu
prinsip
yang tidak bisa diganggu-gugat - sudah dilepaskan, diganti dengan
apa
yang
dinamakan pengakuan kedaulatan de facto R.I. atas Jawa-Madura dan
Sumatra.
Masalah kedaulatan (suverenitas) tidak bisa dibagi-bagi "de facto"
dan
"de
jure. Oleh sebab itu Belanda masih menganggap sebagai haknya untuk
mempertahankan pasukan-pasukan tentaranya di Jawa. Kita (PKI dan
kekuatan
kiri) terjerat dalam kesepakatan mengenai pengakuan kedaulatan
secara
"de
facto". Kedaulatan seharusnya mencakup aspek militer. Sebetulnya masa
perundingan dimanfaatkan untuk memperkuat posisi militer. Fakta-
fakta
memang
mengarah ke situ. Pasukan-pasukan Inggris dan Australia meninggalkan
Indonesia dengan menyerahkan posisi-posisinya kepada pihak Belanda.
Pasukan-pasukan baru Belanda didatangkan dari Belanda. Pada 24
September
1946 diberangkatkan dari Belanda kontingen pertama dari Divisi 7
Desember.
(7 Desember punya arti simbolis, karena pada 7 Desember 1942 Ratu
Wilhelmina
mengucapkan pidato radio yang menjanjikan hubungan-hubungan
sederajat
dengan
daerah-jajahan seusai perang).
Dari pihak Indonesia juga ada perhitungan mengenai kemungkinan
terjadinya
perang. Di bawah pimpinan Bung Amir Syarifudin pada masa menjabat
Perdana
Menteri dilaksanakan penyusunan dan pembangunan kekuatan bersenjata.
TRI
(Tentara Republik Indonesia) diubah menjadi Tentara Nasional
Indonesia
(TNI). Di samping itu semua pasukan lasjkar dipusatkan menjadi TNI
Bagian
Masyarakat. Kedua bagian kekuatan bersenjata ini mempunyai panglima
komando
masing-masing. Kedua-duanya berada di bawah satu komando tertinggi
dari
pak
jenderal Sudirman. TNI Bagian Masyarakat berada di bawah komando
Djokosujono
dan wakilnya Sakirman.TNI disusun menurut struktur teritorial.
Penyusunan
kekuatan bersenjata yang demikian ini terbentuk dari perkembangan
konkret
setempat. TNI Bagian Masyarakat khususnya merupakan hubungan yang
diperlukan
dengan rakyat lewat organisasi-organisasi massa. Bila terjadi perang,
politik kekuatan bersenjata yalah melaksanakan politik "bumi
hangus".
Dan
perang sungguh-sungguh meletus, yaitu perang agresi kolonial pertama
yang
oleh Belanda dinamakan aksi polisionil pertama.
Tetapi Yogyakarta pada waktu itu belum jatuh di tangan musuh.
II. Tahap kedua. Persetujuan Renville sampai jatuhnya kabinet Amir
Syarifudin. Sebagai akibat dari perang kolonial, di kalangan
pemerintah
Indonesia banyak terjangkit rasa jemu perang. Perundingan melahirkan
persetujuan Renville. Bagaimana gencatan senjata harus dilaksanakan?
Untuk
itu perlu ditetapkan garis demarkasi yang menjadi garis pemisah
antara
pasukan Belanda dengan pasukan Indonesia. Ini berarti Republik harus
melepaskan wilayah. Kantong-kantong, terutama di Jawa Barat, harus
dikosongkan. Ini sangat merugikan bagi kita, tapi menguntungkan bagi
mereka
yang menginginkan penyelesaian kompromi dengan Belanda. Mereka
bagaimanapun
mau mempertahankan gencatan senjata dan merasa dapat kekuatan dengan
adanya
pasukan-pasukan Nasution di Yogyakarta (Jawa Tengah) yang ditarik
dari
kantong-kantong. Pasukan-pasukan Belanda hanya berjarak 40 km dari
Yogya.
Di bawah tekanan perundingan, Bung Amir akhirnya menandatangani
persetujuan
Renville. Tetapi segera sesudah itu ia diserang oleh Masyumi dan
PNI.
Maka
Bung Amir mengundurkan diri dengan harapan akan ditunjuk oleh
Soekarno
sebagai formatur kabinet baru. Tetapi itu tidak terjadi. Hatta
ditunjuk
menjadi perdana menteri. Mundurnya Amir Syarifudin pada 23 Januari
1948
merupakan kesalahan terbesar dalam sejarah kita.
III. Tahap ketiga. Peranan kita (kaum kiri) dalam pemerintahan
berakhir.
Lalu apa yang harus dilakukan? Langkahnya yalah kembali ke massa,
yaitu
mengintensifkan, menyempurnakan pekerjaan partai-partai politik
(FDR)
dan
organisasi-organisasi massa SOBSI, BTI dll.
Sejak 23 Januari 1948 pekerjaan massa digiatkan. 21 Februari 1948
dibentuk
Front Demokrasi Rakyat (FDR) dalam kongres di Solo. Keputusan pertama
kongres yalah membatalkan persetujuan Linggarjati dan Renville.
Naiknya
kabinet Hatta disertai tindakan-tindakan yang membatasi kebebasan
demokratis
bagi rakyat. Sengketa-sengketa terjadi, baik di bidang perburuhan
maupun
pertanian. Aktivitas keluar FDR yalah penyelesaian persoalan upah di
pabrik
karung Delanggu. Ini clash pertama antara kaum buruh dengan majikan
dalam
sejarah RI. Tuntutan upah yang diajukan oleh SOBSI dimenangkan 100%.
Hanya
mengenai hak konversi tidak ada kesimpulan. Aktivitas kedua yalah di
pedesaan dilapangan pertanian, yaitu penghapusan tanah bengkok.
Tuntutan
menghapuskan tanah bengkok jangan salah diartikan perubahan tanah.
Tanah
bengkok berfungsi sebagai sumber penghasilan lurah. Menghapus tanah
bengkok
diganti dengan pemberian gaji kepada lurah. Tanah bengkoknya lalu
dibagi di
antara kaum tani miskin yang memerlukan tanah. Perubahan ini telah
berjalan
dengan baik dan berhasil di kawasan Gunung Kidul.
Aktivitas ketiga yalah menghadapi rasionalisasi kekuatan bersenjata
yang
dilakukan oleh Hatta. Formasi tentara yang disusun oleh Amir
Syarifudin
diubah lagi. TNI Bagian Masyarakat dibubarkan. Konflik-konflik
mengenai
rasionalisasi meletus di Surakarta dengan terjadinya penculikan dan
pembunuhan. Rasionalisasi Hatta dilakukan dengan bersandar pada
pasukan-pasukan Nasution yang tidak puas karena ditarik ke
Yogyakarta.
Dalam situasi yang keruh ini datanglah kembali ke tanahair Suripno
dan
Musso. Oleh pemerintah di bawah perdana menteri Amir Syarifudin
Suripno
dikirim ke luarnegeri dengan tugas khusus sebagai Duta Besar
Berkuasa
Penuh
dengan kedudukan menteri untuk menggalang hubungan dengan Uni
Sovyet.
Tugas
ini resmi dan juga diumumkan oleh Radio Moskow. Walaupun kemudian
dibantah
oleh Hatta, fakta-fakta itu tak dapat diingkari.
Apa yang terjadi setelah kedatangan Musso? Politbiro CC PKI pada
bulan
Agustus 1948 mengeluarkan resolusi yang mengkoreksi politik
berkompromi
dengan imperialis Belanda yang dijalankan sampai saat itu oleh
pemerintah
dan didukung oleh PKI dan partai-partai kiri. Resolusi Politbiro CC
PKI
berjudul "Jalan Baru untuk Republik Indonesia", juga dikenal sebagai
"Koreksi Besar Musso".Resolusi ini memutuskan untuk meninggalkan
politik
kompromi dengan imperialisme Belanda dan untuk menempuh jalan baru
untuk
republik Indonesia, yaitu melaksanakan revolusi nasional untuk
akhirnya
mewujudkan demokrasi rakyat. Resolusi dapat segera diterima dan
mendapat
dukungan luas, karena pikiran-pikiran dalam resolusi itu sudah lama
dicetuskan dan dibicarakan di kalangan FDR. Jadi dalam koreksi PKI
yang
dimuat dalam resolusi tersebut samasekali tak ada ide atau gagasan
untuk
membentuk sovyet-sovyet. Tugas PKI yalah mengusahakan pembentukan
pemerintah
front nasional yang akan meneruskan revolusi nasional. Ini jelas dari
seluruh isi resolusi dan tegas dinyatakan dalam judul resolusi,
yaitu
"Jalan
Baru untuk Republik Indonesia". Penyingkatan judul resolusi itu
menjadi
"Jalan Baru" saja, sengaja atau tidak sengaja mengaburkan tujuan
utama
resolusi, yaitu memenangkan perjuangan Republik Indonesia mencapai
kemerdekaan 100% dari imperialisme/kolonialisme Belanda.
Apa yang terjadi di Madiun? Saya tidak tahu karena tidak berada di
Madiun
melainkan di Yogyakarta. Pada 17 September 1946 SBKA menyelenggarakan
konferensi guna membahas isi "Jalan Baru untuk Republik Indonesia".
Delegasi-delegasi SBKA dari berbagai daerah sudah berkumpul di
Yogya,
100
orang lebih, termasuk delegasi SBKA dari Madiun, d.a. ketua dan
sekretarisnya. Dalam konferensi itu Musso yang sedang berada di Cepu
akan
hadir dan berbicara. Rencananya, konferensi akan dimulai pk
16.00-17.00.
Tapi kami menerima telgram dari Musso, bahwa ia akan terlambat
datang,
karena terjadi pertempuran di satu bagian sepanjang jalan kereta-
api.
Delegasi Musso akan berusaha datang dengan naik mobil. Tapi kami
dianjurkan
untuk mulai dulu. Konferensi dimulai pk 19.00-20.00. Malam itu atau
lebih
tepat pagi-buta pk 02.00 pada 18 September 1948 kami dikepung oleh
Mobrig
dan ditangkap, dibawa ke benteng Vredenburg. Paginya dibawa ke gedung
Normaal School. Ternyata tidak hanya orang-orang SBKA yang
ditangkap.
Tan
Ling Djie, Abdulmadjid dan tokoh-tokoh FDR lainnya masuk jadi
tahanan.
Kami
tidak tahu apa yang dituduhkan pada kami. Pada malam kedua atau
ketiga
saya,
Gondo Pratomo, menjadi orang pertama yang dipanggil dan dihadapkan
ke
jaksa
untuk interogasi. Di situ saya baru mendengar tuduhan seakan-akan
kita
mau
membikin sovyet. Saya membantah. Kepada interogator saya katakan
"kalian
sudah menyita semua notulen rapat kami. Dari situ kalian kan dapat
tahu
apa
yang kami bicarakan". Dan lagi kalau di Madiun akan diadakan
pemberontakan,
mengapa pengurus SBKA Madiun datang dan dengan tenang menghadiri
konferensi
itu. Jadi tidak ada alasan untuk menahan kami lagi. Tapi serdadu
pengawal
lalu mengkokang senapannya mengancam. Dari sekolah kami dipindahkan
lagi ke
kamp-kamp di sekitar pabrik-pabrik gula. Sudah banyak tahanan,
menurut
berita kl 2000 orang dari daerah sekitar Yogyakarta. Dari sini
jelas,
bahwa
pihak pemerintah Hatta sudah lama mempersiapkan penangkapan ini dan
sudah
menseleksi orang-orang yang oleh mereka dianggap "berbahaya". Didalam
tahanan itu, baru kami dengar mengenai peristiwa di Madiun, yaitu
bahwa
CPM
dilucuti dan tuduhan bahwa di Madiuin didirikan sovyet. Kami dengar
pidato
Bung Karno yang menyatakan harus pilih "Sukarno-Hatta atau Musso".
Dalam
pidato itu Bung Karno juga menegaskan ia sendiri akan memimpin perang
gerilya.
Melalui seleksi akhirnya kami sejumlah kl 100 orang dimasukkan dalam
penjara
di Wirogunan. Karena personil penjara juga anggota SOBSI, maka kami
bisa
membikin kontak dengan teman-teman diluar dan mengikuti perkembangan
situasi. Ketika itu sudah jelas bahwa Belanda akan menyerang lagi
republik
kita. Kepada para penjaga penjara kami tanyakan bagaimana dengan
kami
kalau
Belanda menyerang. Jawab mereka, kalian tahanan politik. Maka kalau
Belanda
menyerang tentu akan dibebaskan. Tetapi ketika Belanda menyerang
kami
tidak
dibebaskan, malah masih ada tahanan baru yang dimasukkan, a.l.
Pamudji.
Maka
kami tolak untuk ditahan terus dan mendobrak keluar dari penjara.
Pasukan-pasukan Belanda sudah memasuki Yogya, maka kami harus lari
mencari
jalan menghindari pasukan-pasukan itu. Ada yang malang, ditangkap dan
ditembak mati pasukan Belanda, a.l. Mr. Hendromartono. Sebagian dari
kami
(kl 15 orang) berkumpul di Padokan - pabrik gula dekat Yogya. Ada
pemuda-pemuda Pesindo datang di situ. Mereka dari Yogya membawa pak
Dirman
ke istana untuk bertemu dengan Bung Karno. Maksud pak Dirman
mengajak
Bung
Karno keluar kota untuk bergerilya. Tapi Bung Karno menolak dan pak
Dirman
keluar Yogya lagi memimpin perang gerilya. Kami rundingkan apa yang
harus
kami lakukan? Pak Djokosudjono menyatakan tidak ada jalan lain,
harus
perang
gerilya. Semua setuju. Lalu siapa harus memimpin? Kami sepakat, pak
Otto
Abdurrachman. Ia tamatan KMA (Koninklijke Militaire Academie),
ambilbagian
dalam perang dunia kedua di Eropa, jadi punya pengalaman berperang.
Ia
juga
ditahan di Wirogunan dalam kaitan peristiwa Madiun. Kepada kami yang
sudah
berumur disarankan jangan ikut perang fisik, tapi diantar ke
daerah-daerah
pedesaan yang aman. Sebagian diantar ke Wonosari, sebagian ke daerah
Magelang.
Perang agresi kolonial kedua Belanda dimulai pada 19 Desember 1948.
Kemudian
baru kami ketahui bahwa pada menjelang serangan Belanda itu sejumlah
kawan
pimpinan PKI, SOBSI, BTI, Pesindo dll, yaitu sebelas kawan yang
diantaranya
Kw Amir Syarifudin dieksekusi, ditembak mati tanpa proses pengadilan
apapun.
Pada serbuan Belanda ke Yogyakarta presiden Sukarno, wakil presiden
Hatta
dan pimpinan tinggi pemeritah Republik semua ditangkap oleh Belanda.
Boleh
dikata dengan penangkapan itu republik runtuh, pucuk pimpinan
republik
bagaikan sudah mengibarkan bendera putih. Belanda mengira mereka
sudah
berhasil menaklukkan republik dan mencapai kemenangan. Tapi rakyat
Indonesia
tidak menyerah, tetap bertahan meneruskan perjuangan. Perang gerilya
yang
dilancarkan dan dikembangkan rakyat justru makin sukar dihadapi
Belanda
dan
membuat korban makin banyak pada tentara mereka. Dunia internasional
juga
menggugat Belanda. Uni Sovyet , negeri-negeri Eropa Timur dan
negeri-negeri
Asia yang penting memberikan dukungan solidaritas pada perjuangan
rakyat
Indonesia. Amerika Serikat terlibat dalam perang Vietnam, tidak mau
terikat
di Indonesia. Perang rakyat di Indonesia dan faktor internasional
akhirnya
memaksa Belanda angkat kaki dari Indonesia.
Dalam meninjau kembali kejadian-kejadian pada waktu itu, muncullah
pertanyaan kunci. Yaitu "Siapa musuh kita pada waktu itu?"
Pertanyaan
ini
mestinya menjadi bahasan dalam serasehan ini. Bagi PKI sebagaimana
dengan
jelas dan tegas dirumuskan dalam resolusi "Jalan Baru untuk Republik
Indonesia" musuh kita adalah imperialisme Belanda yang harus diusir
dari
wilayah Indonesia dan ditegakkan kedaulatan rakyat Indonesia. Kami
(kaum
komuns dan progresif) yang dituduh membikin sovyet, mengkhianati
republik,
justru menyatu dengan kekuatan rakyat yang teguh melawan Belanda.
Tapi
bagi
Hatta dkk musuhnya yalah PKI dan kekuatan progresif, bukan
imperialisme
Belanda. Pembunuhan dan penyingkiran kekuatan komunis dan kekuatan
progresif
telah melemahkan kekuatan republik yang memperjuangan kemerdekaan
100%,
melempangkan jalan untuk berkompromi dengan imperialisme/kolonialisme
Belanda. Penyelesaian kompromi ini berwujud hasil Konferensi Meja
Bundar.dan
pembentukan RIS.yang jajahan model baru. Indonesia tidak hanya masih
terikat
secara politik, ekonomi dan militer pada Belanda, tapi Belanda
membuat
problem kolonial yang baru: Belanda menolak untuk menyerahkan Irian
Barat.
Republik Indonesia betul-betul jatuh dalam jebakan nekolim!
Kejadian-kejadian sejarah yang diuraikan diatas membuktikan bahwa
PKI
tidak
pernah ada niat atau rencana membentuk sovyet-sovyet, tapi justru
berjuang
untuk menegakkan Republik Indonesia yang 100% merdeka. Karena
pendirian PKI
yalah bahwa revolusi Indonesia adalah suatu revolusi nasional untuk
mewujudkan kemerdekaan nasional. Tetapi di buku-buku sejarah di
sekolah-sekolah Indonesia mulai dari SD masih saja dicantumkan
pemulasan
sejarah, bahwa PKI berontak di Madiun dan membentuk sovyet-sovet.
Misalnya,
buku pelajaran sejarah untuk Sekolah Menengah, karangan Drs. Soeroto
"Indonesia ditengah-tengah Dunia dari Abad keabad" pada halaman 210-
211
ditulis bahwa Amir Syarifudin dan Musso bersama-sama "pada bulan
September
1948 mengadakan coup di Madiun dan memproklamirkan negara Republik
Sovyet
Indonesia". Dengan tuduhan palsu dan tak berbukti ini sejumlah kawan
pejuang
teguh kemerdekaan Indonesia dieksekusi dengan keji oleh kekuatan
reaksioner
Indonesia. Di desa Ngalihan dieksekusi kawan-kawan:
1. Sardjono, anggota Politbiro CC PKI, ex-Ketua CC PKI,
2. Maruto Darusman, anggota Politbiro CC PKI, Sekretaris CC PKI
dan
Ketua Umum SARBUPRI,
3. Suripno, anggota Politbiro CC PKI, anggota Badan Pekerja
Federasi
Pemuda Demokratis Sedunia, ex Duta Istimewa R.I. di Eropa Timur,
4. Haryono, anggota Politbiro CC PKI, Ketua Umum SOBSI,
5. Amir Syarifudin, anggota Politbiro CC PKI, ex Perdana
Menteri,
ex
Menteri Pertahanan R.I.,
6. Oei Gee Hwat, anggota PKI, anggota Sentral Biro SOBSI,
7. Sukarno, anggota PKI, anggota Dewan Pusat PESINDO,
8. Ronomarsono, anggota PKI,
9. D. Mangku, anggota PKI, memimpin majalah "BANGUN",
10. Katamhadi, anggota PKI, ex jenderal-mayor ALRI,
11. Djokosujono, anggota PKI, ex jenderal-mayor TNI.
Di samping itu ada 41 kawan di Magelang yang diberondong mati. Salah
seorang
berhasil lolos dan sempat bertemu dengan saya di daerah Merapi.
Kita kenang dan salut pada mereka atas semua jasa dan pengorbanan
yang
sudah
mereka berikan dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan Republik
Indonesia .
Kenyataan seperti dijelaskan di atas justru menunjukkan bahwa semua
kami
yang ditahan dengan dituduh "membikin sovyet di Madiun", setelah
keluar
dari
penjara dengan tidak ragu sedikitpun menyatukan diri dengan kekuatan
rakyat
melawan Belanda membela Republik Indonesia. Saya berada di daerah
Gunung
Merapi, diterima dengan penuh kehangatan oleh penduduk setempat.
Lurah
di
situ kebetulan lurah yang tanah bengkok sudah diambil dan diganti
honorarium
biasa. Jusuf Mudadalam berada di daerah Gunung Merbabu, Tan Ling
Djie
di
Pracimantoro, daerah Pacitan, Suparna di daerah Klaten. Di
daerah-daerah
basis perlawanan rakyat ini, kekuatan PKI dan kaum kiri dapat
berangsur-angsur dipulihkan dan diperkuat. Hubungan-hubungan dengan
daerah-daerah lain dapat dipulihkan. Bahkan bagi saya ada
kemungkinan
diatur
naik kereta-api ke Jakarta, sebab SOBSI dan SBKA masih terus
melaksanakan
kegiatannya. Pimpinan PKI dapat menjalankan peranannya.
Sekitar bulan Agustus-September 1949 ini, lewat Kementerian
Perburuhan
R.I.
SOBSI menerima undangan Gabungan Serikatburuh Sedunia (WFTU) untuk
menghadiri Konferensi Serikatburuh Australasia yang akan
diselenggarakan
pada November-Desember 1949 di Beijing, di Republik Rakyat Tiongkok
yang
baru diproklamirkan pada 1 Oktober 1949. Melalui usaha keras dan
jalan
berliku-liku SOBSI berhasil untuk pertama kali sejak proklamasi
kemerdekaan
RI mengirim delegasi ke konferensi itu. Dengan demikian menembus
blokade dan
menggalang kembali hubungan solidaritas internasional.
Pada bulan Agustus-September 1949 sebelum perjanjian KMB
ditandatangani,
Politbiro CC PKI mengeluarkan pernyataan menolak KMB, pernyataan
yang
berjudul "RIS yang bukan setengah jajahan garis haluan PKI". Suatu
kesimpulan tepat atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar. Dengan
segala
perjuangan yang dilakukan kemudian, harus kita konstatasi, bahwa
tujuan
kita
mencapai kemerdekaan Indonesia 100% hingga kini belum tercapai.
Nekolim
masih mencengkeram negeri kita. Perjuangan rakyat pasti juga masih
diteruskan!
19 Oktober 2002
Gondo Pratomo
Sejak 1947 sekretaris pertama Serikat Buruh Kereta Api (SBKA).
****