[Nusantara] MUI, NU, dan Muhammadiyah Bereaksi

gigihnusantaraid gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Oct 29 11:04:54 2002


MUI, NU, dan Muhammadiyah Bereaksi
Soal Resolusi DK PBB

JAKARTA-Sikap Pemerintah Indonesia ikut-ikutan menyetujui 
pencantuman 
Jamaah
Islamiyah (JI) oleh Dewan Keamanan (DK) PBB sebagai terorisme 
internasional,
mendapat tentangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Bahkan, bisa menjadikan pemerintah dengan umat Islam di Indonesia 
akan
berhadap-hadapan, jika dalam penerapannya tidak bijaksana. ''Kami 
sesalkan
pemerintah kita ikut-ikutan menyetujui resolusi DK PBB itu,'' kata
Sekretaris Umum (Sekum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr Dien 
Syamsuddin
kepada Suara Merdeka di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, DK PBB di New York Jumat lalu resmi mengumumkan 
Jamaah
Islamiyah (JI) -jaringan yang berada di kawasan Asia Tenggara dan 
didirikan
oleh almarhum Abdulah Sungkar-secara resmi masuk sebagai organisasi 
ke-88
dalam daftar teroris internasional di DK PBB.

Laporan DK PBB menyebutkan, pencantuman kelompok JI tersebut sesuai 
dengan
Resolusi 1267-yang dikeluarkan DK PBB tahun 1999 dan ditujukan untuk
membekukan semua aset milik Jaringan Al Qaedah di Afghanistan serta 
larangan
memberikan fasilitas bepergian kepada anggota kelompok itu.

Masuknya JI dalam daftar teroris telah dibahas secara intensif oleh 
Komite
Sanksi 1267 DK PBB. Sebanyak 50 negara - yang lucu, termasuk 
Indonesia 
yang
mayoritas penduduknya Islam - mendukung pencantuman JI ke dalam 
daftar
teroris DK PBB.

Apalagi, menurut Dien, pencantuman JI sebagai terorisme internasional
jelas-jelas tidak disertai bukti-bukti serta tidak ada alasan, 
sehingga
tendensius untuk mendiskreditkan kelompok-kelompok Islam.

''Akan ada kampanye negatif terhadap Islam karena menyebut kelompok 
Islam.
Jamaah Islam itu artinya kelompok Islam,'' tegas Dien.

Di Indonesia, menurut Dien, tidak ada nama organisasi JI yang 
didirikan 
oleh
almarhum Abdullah Sungkar yang disebut-sebut dalam resolusi DK PBB. 
Menurut
informasi dari rekannya di Malaysia, di negara jiran itu juga tidak 
ada
organisasi yang bernama JI. ''Itu yang saya maksud tidak ada alasan
pencantuman itu.''


Dengan demikian, menurut Dien, itu label dari pihak asing, terutama 
Amerika
Serikat (AS) yang berkeinginan menunjukkan bukti-bukti terorisme
internasional dari kalangan kelompok.

Dapat diprediksi, pencantuman JI sebagai teroris internasional 
memberikan
bukti penangkapan Abu Bakar Ba'asyir yang diincar.

''Karena itu, kami sesalkan sikap Indonesia yang ikut-ikutan 
mendukung
pencantuman itu. Mestinya mencoba keberatan atas upaya yang 
mendiskreditkan
warganya, malah tidak membela.'' Itu membuktikan bahwa posisi 
pemerintah ini
lemah di hadapan pihak asing, terutama Amerika, dan membela 
kepentingan
negara adidaya itu.

Dien menilai, pencantuman nama JI itu berbias, sehingga pemerintah 
dan 
ormas
Islam di Indonesia jangan sampai terjebak oleh permainan dan 
skenario 
global
yang bisa melahirkan imperialisme dan kolonialisme baru.

''Pemerintah dan masyarakat kita harus hadapai masalah itu.'' Yang 
jelas,
dari peristiwa bom di Bali, negara dan masyarakat menjadi terdakwa 
oleh
dunia internasional.''

Jika sampai mengikuti skenario pihak asing, lanjut Dien, de-
Islamisasi
seperti era awal Orde Baru akan terjadi dan itu bagian dari skenario 
asing.
Jika tidak pandai-pandai menyikapi, pemerintah akan berhadapan 
dengan 
umat
sendiri.


Kedaulatan

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr 
Syafi'i
Maarif menegaskan, tidak semua kelompok Islam di Indonesia masuk 
dalam
jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang ditengarai sebagai bagian dari 
jaringan
Al Qaedah di Asia itu.

''Hanya orang kerdil saja yang berpikir bahwa Islam di Indonesia 
merupakan
bagian dari kelompok JI. Padahal, JI itu hanya sebagian kecil saja 
dari
kelompok Islam yang jumlahnya ribuan di Indonesia.''

Menurut Syafi'i, kelompok Islam di Indonesia yang ditengarai menjadi 
bagian
jaringan terorisme internasional hanya sebagian kecil, seperti
kelompok-kelompok Islam garis keras.

''Tetapi bukan berarti Islam di Indonesia semuanya masuk dalam 
kelompok 
JI,
itu merupakan pendapat dari orang yang pikirannya kerdil,''ujarnya.

Yang penting saat ini, menurut Syafi'i, pemerintah harus tegas 
menunjukkan
kedaulatannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh untuk
menangani permasalahan yang terjadi di dalam negeri, termasuk dalam 
hal
mengungkap berbagai aksi teror akhir-akhir ini.

''Pemerintah jangan mau terus ditekan oleh Amerika Serikat dalam hal
penanganan berbagai aksi teror yang terjadi di sejumlah tempat di 
Tanah 
Air.
Saya sebagai pimpinan kelompok Islam juga tidak mau ditekan terus 
oleh
AS,''katanya menegaskan.

Jika perlu, pemerintah meminta kepada Pemerintah AS untuk 
memulangkan 
Umar
Al Faruq ke Indonesia untuk dimintai keterangan lebih terperinci 
mengenai
jaringan Al Qaedah di Indonesia, sehingga tidak terus-menerus terjadi
spekulasi berkepanjangan yang justru meresahkan masyarakat.

''Masyarakat yang sudah takut dan bingung justru akan bertambah 
bingung
dengan adanya spekulasi dalang berbagai aksi teror yang terjadi baik 
di
dalam maupun luar negeri.''

Biarlah penyelidikan terus berjalan tanpa spekulasi berkepanjangan, 
sehingga
nanti akan terbukti apakah JI benar-benar dalang berbagai aksi teror 
yang
terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Demikian Syafi'i.

Tak Merembet

Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid mengatakan, jangan 
sampai
dukungan pemerintah terhadap keputusan DK PBB tersebut kemudian 
merembet ke
kelompok lain. Pemerintah harus membedakan mana kelompok yang memang
menggunakan kekerasan atau sekadar wacana saja.

Pencantuman kelompok JI ke dalam daftar sesuai Resolusi 1267 yang 
didukung
50 negara termasuk Indonesia itu tidak menyebut nama Abu Bakar 
Ba'asyir,
hanya almarhum Abdulah Sungkar sebagai kelompok yang terkait dengan 
jaringan
Al Qaedah.

Dengan dimasukkannya JI dalam daftar itu, DK PBB memerintahkan 
seluruh
negara anggota PBB untuk melakukan tiga hal, yaitu membekukan semua 
aset
milik kelompok tersebut, tidak memfasilitasi kepada anggota kelompok
tersebut untuk memasuki atau singgah di wilayah negara masing-
masing, 
serta
mencegah kelompok itu melakukan perundingan atau transaksi 
persenjataan.

Solahuddin mengatakan, dukungan Pemerintah Indonesia terhadap 
keputusan 
DK
PBB tersebut merupakan upaya pemerintah memerangi terorisme. Namun, 
dukungan
itu jangan sampai menjadi tekanan pihak asing.

Selain itu, menurut dia, pemerintah jangan mengulangi kesalahan saat
menangani Partai Komunis Indonesia (PKI). ''Kita jangan ulangi 
kesalahan
saat menangani PKI. Semua yang berbau PKI, apakah itu anggota, 
simpatisan,
aktivis, bahkan keluarganya mendapat ketidakadilan hingga saat
ini.''(di-60t)