[Nusantara] Kembalikan Indonesiaku
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Oct 29 11:05:14 2002
Kembalikan Indonesiaku
Oleh: Jabir Al Faruqi
TANTANGAN perjalanan bangsa Indonesia dari tahun ke tahun, justru
semakin
berat. Bahkan lebih berat dari pemuda Indonesia tahun 1928. Kalau
dulu
Indonesia menghadapi imperialisme Belanda, kini pemuda Indonesia
dihadapkan
pada imperialisme internasional.
Imperialisme ini berwujud kekuatan ekonomi, politik, kebudayaan, dan
eksploitasi SDM dan terorisme. Bila dulu menghadapi masalah bagaimana
membangun solidaritas nasional untuk menyiapkan Indonesia merdeka,
kini
juga
dihadapkan pada ancaman disintegrasi bangsa yang sangat gawat.
Ancaman
itu
bukan sekadar gertak sambal tetapi sudah benar-benar riil.
Imperialisme ekonomi internasional diawali dengan berbagai kebijakan
ekonomi
internasional seperti GATT, AFTA, pasar bebas, dan lain-lain. Semua
produk
ekonomi negara berkembang tidak bisa memenuhi kualifikasi kualitas.
Kebangkitan produk ekonomi negara berkembang bisa dibendung dengan
regulasi
internasional. Pada intinya adalah bagaimana melumpuhkan kekuatan
ekonomi
negara berkembang seperti Indonesia agar tidak bisa bersaing di
pasaran
global. Dengan demikian, potensi kekayaan alamnya tidak bisa diolah
dengan
baik dan semakin mudah dilumpuhkan. Negara adidaya bisa mencaplok
SDA
yang
dimiliki negara ketiga dan memanfaatkan SDM murah.
Dampak yang paling kentara saat ini adalah ambruknya industri gula
petani,
terpuruknya petani padi, tembakau, karet dan juga kelapa sawit.
Akibatnya,
bukan hanya peningkatan derajat kemiskinan di Indonesia yang
terjadi,
tetapi
juga mengancam eksistensi Indonesia sebagai penghasil produk
pertanian.
Pengangguran semakin membludak dan kejahatan meningkat.
Sisi lain dari dampak imperialisme ekonomi internasional adalah
tingginya
ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri. Kasarnya untuk bisa
hidup,
bangsa ini harus berutang dulu dengan kekuatan negara pemilik modal
seperti
AS, Uni Eropa dan negara-negara lain yang lebih kuat ekonominya.
Penumpukan
jumlah tunggakan utang yang jatuh tempo saat ini seperti ditamsilkan
Wakil
Presiden Hamzah Haz bahwa seumpama sebuah perusahaan, maka Indonesia
saat
ini sudah bangkrut. Utang yang dimiliki lebih besar daripada asetnya.
Untuk mengurangi jumlah utang, pemerintah melakukan penjualan aset
negara
dengan murah lewat menteri BUMN. Penjualan aset dengan murah kepada
pihak
asing ini bila tidak terkontrol, akan menyebabkan Indonesia menjadi
negara
miskin, rakyatnya menjadi buruh orang asing di negeri sendiri.
Bahkan Ketua MPR Amien Rais berpendapat mungkin ke depan, untuk
menjadi
buruh saja pemuda Indonesia akan kesulitan karena semua aset ekonomi
sudah
dikuasai pihak asing.
Ke depan, pemuda Indonesia tidak hanya dihadapkan pada beratnya
kompetisi
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tetapi juga harus menanggung
utang
yang sebegitu menggunung.
Imperialisme ekonomi ini tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa
didukung
campur tangan bidang politik. Imperialisme ekonomi dan politik harus
bergandeng tangan. Di sinilah kemudian muncul deal-deal politik
berbentuk
adanya konsesi politik bagi negara asing dengan imbalan ada
kemudahan
bagi
Indonesia untuk menarik investasi asing, mempermudah kucuran bantuan
asing,
dan penyediaan pasar ekspor.
Campur tangan asing di bidang politik ini bisa diwujudkan dalam
bentuk
undang-undang, kerja sama keamanan dan pelatihan polisi/militer.
Campur
tangan sektor politik ini kemudian menjadikan Indonesia sering
didikte
oleh
negara adikuasa (AS) dalam menentukan sikap dan langkahnya baik
mengenai
masalah politik dalam negeri seperti separatisme, tuduhan Indonesia
sebagai
negara teroris, dan pemberantasan narkoba.
Sedangkan masalah luar negeri seperti kurang beraninya Indonesia
menolak
penyerangan AS atas Irak, tidak jelasnya sikap pemerintah Indonesia
dalam
menanggapi tuduhan negara teroris, pelanggaran HAM di Palestina dan
sebagainya. Pemerintah selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan
dilematis.
Di sektor kebudayaan, pemuda Indonesia juga menghadapi imperialisme
kebudayaan yang luar biasa dahsyatnya. Di mana modernisme yang
diusung
dari
negara Barat dan juga Asia menjadikan semua budaya yang dimiliki
bangsa
ini
menjadi rendah dan tak bermutu.
Di sektor SDM bangsa Indonesia saat ini masih menempati urutan buntut
dibandingkan negara Asia lainnya. Posisi buntut ini menjadikan bangsa
Indonesia sebagai objek eksploitasi yang paling mudah di dunia.
Fakta
ini
dapat kita lihat dari kasus TKI di Malaysia maupun TKW di negara-
negara
Timur Tengah.
Di Malaysia, para TKI kita menunjukkan kalau kualitas SDM kita sangat
rendah. Mereka berbondong-bondong ke negeri itu untuk mengerjakan
pekerjaan
yang oleh penduduk Malaysia sudah ditinggalkan karena tidak sesuai
dengan
tingkat kualitasnya. Tetapi bagi bangsa kita, pekerjaan itu dianggap
sangat
membanggakan.Karena itu meskipun sudah dideportasi dan diperlakukan
tidak
manusiawi, mereka masih ingin kembali lagi kerja di negeri jiran itu.
Para TKI kita bekerja di sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan
karet,
kuli bangunan, dan kerja kasar lainnya. Bahkan saking bodohnya,
mereka
pergi
ke sana secara ilegal. Karena ilegal, para bos di sana lebih senang.
Para
TKI tidak bisa menuntut gaji yang lebih tinggi, tidak berani protes,
mau
tidur di hutan-hutan dan kebun-kebun sehingga pihak perusahaan tidak
dipusingkan untuk membikinkan tempat penginapan.
Para TKW yang bekerja di negara-negara Timur Tengah terutama Arab
Saudi
juga
mengalami nasib yang tidak kalah menyedihkan. Para pekerja wanita
dihargai
sangat rendah dan kadang dianggap sebagai objek pemuas nafsu seks
sang
majikan. Akhirnya kredibilitas bangsa Indonesia menjadi turun.
Terlepas dari persoalan di atas, di dalam negeri sendiri, pemuda
Indonesia
juga sedang menghadapi berbagai problematika yang cukup serius.
Krisis
kepemimpinan terjadi di semua lini dan semua tingkatan. Korupsi
merajalela
sehingga termasuk negara terkorup di dunia. Para pemimpinnya saling
perang
berebut kekuasaan, menumpuk harta dan perselingkuhan terjadi di
mana-mana.
Penyakit masyarakat mulai dari yang ringan sampai yang mematikan kini
menjadi teman akrab anak-anak muda Indonesia baik di kota-kota
metropolitan
sampai pada daerah-daerah pedesaan. Perkelahian, tawuran dan konflik
antardesa, antara suku, antara agama masih terus membara tak tahu
kapan
harus berakhir.
Banyak daerah di Indonesia yang tidak aman baik oleh ancaman
kejahatan
perampokan, tindakan anarkhis maupun pengeboman-pengeboman yang
membawa
banyak korban. Mengapa Indonesia yang dulu digambarkan sebagai surga
itu
kini berubah menjadi neraka?
Negara yang dulu disebut sebagai bangsa besar kini menjadi kerdil,
keropos
dan tak berdaya menghadapi banyak persoalan. Mengapa bangsa yang
santun
dan
ramah kini berubah menjadi beringas, mudah tersinggung, gampang
melakukan
tindakan anarkhis, saling membunuh satu sama lain hanya karena
persoalan-persoalan yang sepele saja?
Dari semua paparan yang ada itu, pemuda Indonesia dengan energi yang
dimiliki dan kekuatan idealismenya harus berprinsip: Kembalikan
Indonesiaku.
Indonesia yang pernah dicita-citakan bersama, Indonesia yang jaya
dan
bukan
Indonesia yang compang-camping, banyak utang, korupsi terjadi di
mana-mana,
para pemimpinnya sudah tidak bisa dipercaya, konflik antarsaudara
terjadi di
mana-mana, masa depan generasi muda suram dan tidak berani menghadapi
kompetisi global.
Generasi muda harus berani dan bisa memotong semua warisan generasi
sebelumnya yang menjadikan negara ini sengsara. Generasi muda harus
berani
berkata ya atau tidak untuk kebaikan masa depan bangsanya.
Pemborosan, korupsi, budaya tidak disiplin dan rendahnya komitmen
kebangsaan
dan kenegaraan para pemimpin saat ini harus diberantas tuntas. Kalau
semua
ini tidak bisa dilakukan generasi muda saat ini, maka generasi muda
tidak
hanya akan berat menghadapi masa depannya, tetapi juga menjadi
bagian
dari
masalah bangsa itu sendiri. Tegarlah pemuda Indonesia. (18)
- Jabir Al Faruqi, Direktur Lembaga Studi Agama dan Pembangunan
(LSAP)
dan
Wakil Sekretaris PW GP Ansor Jawa Tengah.