[Nusantara] "Yap Hong Gie" : TUNTUT TANGGUNG JAWAB PARA ELITE POLITIK NON-PRI.
Ra Penak
edipur@hotmail.com
Mon Sep 2 09:25:04 2002
"Yap Hong Gie" : TUNTUT TANGGUNG JAWAB PARA ELITE POLITIK NON-PRI.
30 Aug 2002 21:24:29 +0200
(Surat terbuka)
TUNTUT TANGGUNG JAWAB PARA ELITE POLITIK NON-PRI.
NYARIS diterimanya kata "pribumi" dalam Rancangan Ketetapan Rekomendasi
Kebijakan
untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (RKMPEN): "Memperbaiki
struktur
perekonomian nasional dengan memperluas partisipasi dan emansipasi
masyarkat,
termasuk kesetaraan jender dalam rangka mendorong dan meningkatkan
perekonomian
rakyat kecil dan pribumi ..", dalam pengesahan RANTAP-RANTAP ST. MPR
2002, Sabtu 10
Agustus 2002, membuat warga keturunan Cina luput dari suatu bencana
ekonomi rasial.
Apabila Amandemen UU sampai diterima, maka Pemerintah Pusat maupun
Daerah akan
memberlakukan berbagai Kebijakan, Peraturan, JUKLAK, serta kesempatan
munculnya
efek-efek sampingan; berbagai bentuk praktek pemerasan lainnya. Dan
yang biasanya
merasakan dampaknya langsung adalah pengusaha-pedagang non-pri kelas
menengah dan
kecil, karena pengusaha non-pri papan atas akan lebih mudah menghindar
dengan cara
a.l. mengajak investor asing dan menjadikan usahanya sebagai perusahaan
PMA, dlsb.
Euforia Reformasi:
Setelah jatuhnya pemerintah Orde Baru, dimana seluruh sistim dan
sendi-sendi
kenegaraan dan masyarakat me-Reformasi diri, beberapa tokoh Non-pri
melihat
kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pesta Reformasi ini, dengan
mendirikan
Partai2 Tiong-hoa, serta berbagai organisasi exclusif a.l. perhimpunan,
paguyuban
dsb. Tokoh-tokoh ini melihat kesempatan untuk tampil dan mengambil
bagian dalam
power centre, menggalang massa masyarakat etnis Cina, mengkampanyekan
misi dan visi
organisasi yang menuntut persamaan hak sebagai warga negara. Munculnya
gerakan -
kegiatan seperti seminar dengan tema sentral, seperti :
Hak WNI, Diskriminasi, dll. Sayangnya yang dipersoalkan adalah isu-isu
yang simbolis
ketimbang hal-hal yang sifatnya prinsip; hebohnya memperjuangkan
penggunaan istilah
TIONG-HOA menggantikan kata CINA, lebih extrim lagi penyelenggaraan
pemilihan Cici &
Koko, dll.
Dengan naif para elite non-pri ini menuntut hak-hak sebagai warga
negara dan membuat
kebijakan yang jauh diatas iklim realitas yang ada; 'asyik bermain
sendiri dan
menikmati permainannya sendiri'.
Faktor-faktor kendala dan problema ekonomi, politik, hukum, sosial yang
dihadapi
bangsa ini tidak dilihat untuk dijadikan konsideran menentukan
kebijakan program
organisasi, tidak melakukan sosialisasi atau berintegrasi dengan
organisasi nasional
lainnya, dengan kolompok atau unsur masyarakat pribumi umumnya.
Sejarah sudah membuktikan bahwa etnis Cina selalu dimanfaat kan oleh
rezim penguasa,
selalu dengan modus yang sama : EXCLUSIVISME. Mulai dari zaman
Kolonial Belanda
dengan kebijakan "de Vreemde Oosterlingen", pada zaman penjajahan
Jepang, rezim Orde
Lama dengan BAPERKI-nya, rezim Orde Baru 'ALI-BABA & BABA-ALI', dan
sekarang di era
"demokrasi" , justru para elite ini berlomba-lomba mendirikan partai,
organisasi
massa, yang lagi-lagi sifatnya EXKLUSIF.
Selain merayakan Imlek dan hari-hari besar tradisionil,mari kita
inventarisir,
prinsip hak asasi dan nilai-nilai kebangsaan apakah yang telah dicapai
untuk
dinikmati masyarakat etnis Cina dan kontribusinya apa yang diberikan
pada masyarakat
Indonesia umumnya ?
1. Secara De Jure:
INPRES No.26/1998, tanggal 16 September 1998, tentang : Penghapusan
istilah pri &
non-pri. KEPRES No.06/2000, tanggal 17 Januari 2000, tentang :
Pencabutan INPRES
No.14/1967, mengenai Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Secara De Facto:
* Istilah pri & non-pri yang diawal tahun 90-an oleh pemerintah Orde
Baru sudah mulai
dilarang, yang dikukuhkan melalui INPRES No.26/88, namun diabaikan
bahkan bukan lagi
merupakan sekedar istilah, akan tetapi kata 'pribumi' menjadi suatu
kata resmi yang
ingin disisipkan dalam Rantap ST. MPR-2002, untuk memberlakukan ekonomi
rasial.
* Keputusan Muspida Garut, untuk membebankan hutang Acun kepada
seluruh warga etnis
Cina di Garut.
* Kebijakan Pemkot Bekasi untuk memberlakukan Surat Keterangan Model-1
(SBKRI,
KEPRES Pemberian Kewarganegaraan, Berita Acara Pengambilan Sumpah
Milik Pribadi
atau Orang Tua), Juli 2002.
2. Kehidupan sosial mayoritas masyarakat etnis Cina, cenderung makin
tidak perduli
dengan situasi kondisi sosial-politik dan ekonomi yang sedang dilanda
krisis
berkepanjangan, khususnya dalam menjalani hidup bermasyarakat
sehari-hari dan dilain
pihak meningkatnya kecemburuan sosial dan diiringi dengan rasisme yang
tajam.
Jika kita belum menyadari atau menangkap signal-signal dari gagalnya
pendidikan
sosial-politik para elite politik non-pri dengan paham Exclusivisme
tersebut, dan
selanjutnya tidak merubah diri untuk hidup bermasyarakat, maka sudah
dapat dipastikan
bahwa apabila terjadi kerusuhan massa lagi, maka pasti yang
pertama-tama menjadi
korban adalah masyarakat Cina lagi, dengan korban adalah kalangan
menengah kebawah.
Bayangkan, jika suatu ketika pemerintah membuat keputusan bahwa semua
hutang atau
uang yang dilarikan koruptor non-pri harus ditanggung-renteng oleh
seluruh warga
etnis Tiong-Hoa, dan kalau tidak akan terjadi kerusuhan sosial .....
Kepada para tokoh, para pimpinan dan elite Partai dan Ormas Tiong-Hoa,
saya minta
untuk segera menghentikan praktek-praktek exklusifme ini, membubarkan
partai dan
Ormas-nya, dimana selanjutnya bertanggung jawab atas meningkatnya
diskriminasi
terhadap warga etnis Cina.
Kepada rekan-rekan warga etnis Cina, agar selalu bersikap kritis,
menolak segala
doktrin
pengkotak-kotakan, menjadikan kita warga masyarakat terisolir, demi
kepentingan
segelintir elite non-pri yang ingin duduk diantara elite kekuasaan.
Silahkan
rekan-rekan berpartisipasi, berintegrasi, bersosialisasi dengan partai,
ormas, LSM
nasional, atau dengan komponen bangsa lainnya, untuk memperjuangakan
cita-cita
masyarakat harmonis, dengan prinsip yang saling menghormati dan saling
menghargai.
Teringat apa yang pernah disampaikan almarhum Mr. Yap Thiam Hien, SH.,
bahwa
heterogenitas suku dan etnis bangsa Indonesia, ibaratkan suatu
Orchestra, yang
terdiri dari berbagai macam instrumen :
alat tiup, alat tabuh, alat gesek, piano, gitar dsbnya. Jika salah
satu jenis
instrumen dimainkan secara dominan maka, maka dia akan menutupi dan
mempengaruhi
suara alat-alat musik lainnya, namun kalau dimainkan secara harmonis;
kompak, saling
mengisi, dimana setiap ciri dan karakter instrumen bisa tampil, maka
suara Ochestra
akan terdengar sangat indah .........
Wassalam,
Jakarta, 17 Agustus 2002
Yap Hong Gie.
_________________________________________________________________
MSN Photos is the easiest way to share and print your photos:
http://photos.msn.com/support/worldwide.aspx