[Nusantara] "asahan" <ramses2@z...>: SENI BERDEBAT

Reijkman Carrountel reijkman@europe.com
Mon Sep 2 12:00:03 2002


"asahan" <ramses2@z...>: SENI BERDEBAT 
1 Sep 2002 16:30:17 -0700 
         
ABU SIMBEL:

SENI BERDEBAT

Berselisih paham atau berbeda pendapat biasanya menimbulkan 
perdebatan.
Dalam perdebatan biasanya orang-orang yang berbeda pendapat akan 
bertengkar,
saling serang menyerang dengan kata-kata untuk mengajukan alasan atau
argumen masing-masing, dsb,dsb. Sering-sering kepandaian berdebat juga
menunjukkan sampai dimana ketinggian IQ seseorang karena dalam proses
berdebat sudah pasti peranan ketajaman otak seseorang tidak bisa 
diremehkan.
Tapi itu bukan selalu menjadi ukuran bila dilihat bahwa suatu 
perdebatan
adalah untuk tujuan mencari kebenaran atau menguji sebuah kebenaran 
yang
telah diumumkan maupun yang akan diumumkan. Dalam hal ini ketajaman 
otak
seseorang bisa saja memanipulasi sebuah kebenaran menjadi kebenaran 
baru
yang tidak benar atau fals. Kita sering dengar: " Fakta itu sendiri 
yang
berbicara". Sering-sering demikian tapi sayangnya tidak selalu 
demikian.
Karena sering-sering juga manusia lebih pintar bicara dari fakta 
sehingga
fakta yang bicara tanpa kata-kata  atau sans parole itu bisa dikalahkan 
oleh
manusia yang pintar menggunakan kata-kata. Contoh-contohnya banyak 
ditemui
di gedung Parlemen, di Pengadilan, di koran-koran, majallah, di pasar, 
di
ruang diskusi dan bahkan di Milis-milis koran dinding elektronik. 
Mengapa
"fakta yang bicara" mungkin bisa dikalahkan oleh lidah manusia yang
berbicara atau jari-jari manusia yang menulis. Salah satu  sebabnya 
adalah
karena manusia yang pandai mengajukan atau membuat, atau mengarang 
ngarang
argumentasi , biasanya juga mempunyai seni atau cara berdebat yang 
pandai.
Kita mengenal seni sastra, seni lukis, seni suara, seni tari dan 
sebutkanlah
segerobak seni lainnya . Kata seni  dan "seni' yang terselip di sana 
seolah
menjanjikan akan adanya sesuatu yang indah, menarik dan  bahkan 
eksotis,
suatu cara yang tidak biasa, lain dari yang lain yang memerlukan 
ketrampilan
husus, bakat husus dan perhatian husus. Bayangkan saja kalau sastra itu
tidak ada seninya, kan kita bilang sastra yang jelek. Juga kalau debat
yang tidak ada seninya, kita bisa bilang, ah, itu cuma debat kusir, 
cara
kampungan atau debat pasaran. Meskipun belum lahir sebuah seni baru 
yaitu
"seni debat", tapi nampak-nampaknya di alam Indonesia yang mendambakan
demokrasi yang sesungguhnya, seni berdebat sudah dikuasi oleh 
orang-orang
pandai intelektual Indonesia baru. Jadi tidak seharusnya kita menjadi
subyektif dan meremehkan seni berdebat itu. Selalu ada dua sikap 
terhadap
intelektualisme. Berpura-pura pandai tapi sebenarnya bodoh (bahasa
Jakarta-nya : belagak pinter) dan berpura-pura bodoh tapi sebenarnya 
pintar
(belagak bodo). Dua sikap ini selalu negatif. Karena kalau memang tidak
pintar mengapa harus berpura-pura pintar karena kalau memang tidak 
pintar,
orang bisa belajar sehingga menjadi pintar dan kalau memang pintar 
mengapa
harus berlagak bodoh karena itukan maksudnya menipu orang lain, kan 
lebih
baik bersikap rendah hati dan memberikan kelebihan otaknya untuk 
menyumbang
sesuatu yang berguna untuk kepentingan umum. Kembali ke seni berdebat. 
Debat
yang ada seninya juga harus diberi arti positif, untuk mencari dan 
menguji
kebenaran. Memancing perdebatan adalah juga salah satu cabang seni 
berdebat
yang juga populer. Yang berani memancing berarti yang berani 
mendapatkan
ikan dari yang kecil hingga kakap. Tentu punya maksud. Untuk 
mendapatkan
keberuntungan. Dan tentu dengan maksud mendapatkan ikan besar, 
keberuntungan
besar. Kalau ikannya cuma kecil saja, sesudah merobek mulut si ikan 
dengan
kail lalu dicampakkan kembali ke air. Tukang debat yang pintar dan 
punya
motivasi besar tidak akan meladeni pendebat-pendebat amatir  karena 
mereka
tidak akan "punya waktu" untuk apa yang mereka anggap "debat kusir". 
Dan
apakah sesungguhnya debat kusir itu?. Saya tidak tahu dari mana dan
bagaimana sejarah datangnya debat kusir itu. Tapi secara otomatis saya
mengerti yang dimaksudkan debat kusir selalu diartikan orang negatif,
sebagai pertengkaran di pasar yang tidak tentu pasal mulanya, ujung
pangkalnya, titik tolaknya, bertengkar seenak perutnya dan biasanya 
yang
menang adalah yang paling keras suaranya, yang paling besar pelototan
matanya dan tidak jarang yang paling besar dan kuat badannya...yang 
menang
bukan argumentasi tapi yang visuil dan fisikal. Tapi apakah yang 
demikian
yang dimaksudkan dengan debat kusir. Saya cenderung ragu. Karena 
disamping
memang ada debat yang sama sekali tidak berseni itu, di kalangan 
rakyat,
juga ada perdebatan yang sesunguhnya punya seni juga. Debat kusir di
kalangan rakyat adalah biasanya debat jenaka yang mengandung 
kebijaksanaan,
filsafat rakyat kecil, pemikiran mereka yang spontan dan juga dianggap
sebagai hiburan sambil ngobrol ngalor ngidul melupakan kelelahan dari 
kerja
berat atau ketegangan sosial yang dimasa dulu (tempo doeloe) sambil 
naik
bendi sambil ber-"debat kusir" dengan si kusir yang juga haus ngobrol 
dengan
penumpang-penumpangnya.
Tapi berhati-hatilah dengan seni debat yang dikuasai pendebat 
profesional
yang nampaknya berlagak bodoh padahal pintarnya bukan main. Siapa yang
terpancing akan lelah sendiri, susah sendiri dan yang mengail akan 
menjadi
pusat perhatian yang sambil duduk di kursi pancingnya sambil menikmati
ikan-ikan yang berkerumun di sekeliling mata kailnya yang berumpan. 
Tapi
seorang pendebat yang sungguh-sungguh ingin mencari kebenaran, menguji
kebenaran dan yang terpenting memenangkan kepentingan rakyat, 
menyuarakan
keadilan dan demokrasi, pun harus menguasai seni berdebat dengan
mementingkan
kepandaian beragumentasi, ketrampilan berpikir cepat, tidak 
terprovokasi,
tidak cepat panas dan memaki tapi dengan tenang menjawab semua tuduhan 
yang
tidak benar, menyingkap manipulasi, menjelaskan dan menguakkan dengan
kata-kata jitu dan bukan memfitnah. Seni berdebat terletak pada 
argumentasi
yang jelas, meyakinkan dan menarik dan bukan memanipulasi. Cepat marah 
dan
terprovokasi sudah pasti bukan seni berdebat, termasuk belagak pinter 
maupun
belagak bodoh. Berdebat itu sehat dan mencerdaskan otak kalau ia diberi 
seni
tapi
juga menggandakan kadar cholesterol bila cuma makian dan tanpa seni.

     Anno 2002

-- 
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup