[Nusantara] "Gigih Nusantara": Pengalaman bekerja di perusahaan asing
Reijkman Carrountel
reijkman@europe.com
Fri Sep 6 03:16:08 2002
"Gigih Nusantara": Pengalaman bekerja di perusahaan asing
Date: Tue, 3 Sep 2002 19:27:01 -0700 (PDT)
Aku kira, berani sumpah potong leher ayam, gak bakalan
terjadi pembangunan pangkalan AS di negeri ini. Itu
kan pekerjaan besar, yang pasti tidak mudah untuk
disembunyikan. Kalau sudah begitu apa nggak geger
negeri ini.
Mungkin hanya sekedar sebuah fasilitas untuk docking,
pemeliharaan, atau apa, lah. Boleh juga logistik,
ambil ikan asin, air, rokok, dll. Dan kalau pun itu
dibuat, pasti bukan pemerintah AS yang bikin. Itu sama
saja dengan Singapura yang menjual jasa. Lumayan, ada
demand. Kebetulan AS lagi ngebet untuk mengendalikan
dunia, lha apa salahnya peluang bisnis ini tidak
ditubruk.
Soal bar, prostitusi, rasanya sudah bagian dari
kehidupan para pelaut, lebih-lebih asing. Penugasan
jangka panjang bisa dianggap penyebabnya. Selama ini
bar dan pelacuran juga marak di kota-kota yang bukan
selesa Subic. Malah di tengah kota. Kalau itu dikelola
dengan ketat, dan hanya terbatas, kenapa tidak? Saya
tidak munafik untuk berpura-pura menyatakan jangan ah,
haram ah, dll. Yang penting pemerintah harus bersih,
itu saja. Diisolasi yang ketat, dan terpencil.
Kepemilikan saham swasta di berbagai sektor justru
sedang diuber oleh pemerintah, sebagai investasi
asing. Daripada utang, kan? Mana belum tentu beres,
dan bukan ahlinya pula. Sudah sulit dipisahkan secara
hitam-putih, bahwa di bisnis modern bisa mengandung
nuansa penjajahan, yang sebenarnya lebih didorong oleh
tujuan bisnis itu sendiri, bagaimana memperoleh
keuntungan (yang sebanyak-banyaknya). Yang perlu
diatur adalah tersedianya poal hubungan kerja yang
terawasi.
Bekerja di perusahaan asing tidak bagus? Mungkin ya,
mungkin tidak. Pengalaman saya bekerja di perusahaan
asing sangat bagus. Boss-nya boss saya akan menegur
boss kalau sampai kami-kami ini lali diapresiasi untuk
pertimbangan naik jabatan, atau gaji. Coba di
perusahaan sendiri, boss malah seneng kalau boss kecil
yang ada di bawahnya bisa meredam bawahannya. Malah
itu poin bagus buat boss kecil.
Di perusahaan asing tersebut disusun sebuah CLA
(collective labor agreement) antara manajemen dan
pihak karyawan. Termasuk di situ mengenai standar
gaji, kepangkatan, dll. Soal perubahan gaji pun
dikaitkan dengan index harga sejumlah kebutuhan pokok.
Termasuk yang dipakai sebagai acuan tersebut termasuk
ikan asin, kain tetoron, kacang ijo, selain yang
pokok-pokok seperti beras, gula, dll. Banyak
level-level pimpinan diindonesiakan.
Soal kontrak, dan bukan pegawai tetap, di CLA tersebut
juga disebut, kalau tenaga kontrak tersebut sampai 3
bulan berturut-turut dipakai, maka harus jadi pegawai
tetap.
Namun, soal pegawai kontrak, ini juga sudah jadi
kebiasaan bisnis belaka. Antara lain terkait dengan
perpajakan. Lalu yang lebih penting adalah karena
ketidakpastian usaha yang sangat tinggi di negeri ini.
Bahkan, dengan kontrak memungkinkan menjadi daya pacu
bagi seseorang yang dikontrak untuk berprestasi, agar
bisa diperpanjang kontraknya. Ini positip. Dan memberi
peluang lapangan kerja serta bisnis yang semakin luas.
Kabarnya, di perusahan asing di mana aku kerja dulu,
tak lagi ada kendaraan perusahaan untuk
pejabat-pejabatnya. Sekarang mereka menyewa dari
karyawan yang punya mobil. Dati mana mereka punya
mobil?
Sederhana. Karyawan dibantu dengan uang muka. Lalu
cicilan selanjutnya dibayar dari hasil sewa. Itu masih
ada kelebihan pula. Bantuan uang muka diangsur.
Perusahaan tidak menyewa langsung kepada pribadi,
tetapi kepada penyedia jasa kendaraan. Kalau ada
apa-apa, tanggungan perusahaan jasa tersebut.
Melihat yang terendah? Apa salah? Bukankah peluang itu
diambil karena memang tersedia? Tapi percayalah,
perusahaan asing justru yang paling takut dengan
kegagalan investasinya di sini. Mereka paling tunduk
terhadap peraturan negeri ini. Mereka tak ingin
berbuat salah. Pergilah ke lokasi-lokasi di mana
perusahaan asing berada. Mereka sangat 'care' sekali
soal lingkungan hidup, standard upah dan gaji. Juga
kesehatan dan jaminan sosial. Bayangkan, setelah
setahun aku keluar dari perusahaan itu, tiba-tiba aku
dikirimi uang, karena ada kesalahan perhitungan atas
gajiku sekian tahun lalu. Coba mereka nggak ngirim
itu, kena audit oleh pemeriksa pajak di negerinya,
bisa bangkrut, lah. Coba di perusahaan sini, lha
pesangon yang sudah hak aja, kalau perlu gak
dikasihkan.
Soal pensiun dini di sejumlah BUMN, juga jangan curiga
begitu. Jumlahnya bisa ratusan juta justru di usia
yang masih produktif. Kalau pun mereka bekerja sampai
tua, tak mungkin terkumpul sebesar itu. Cuma habis
dipakai biaya hidup bulanan.
Dalam usia yang masih sangat produktif tersebut, dan
mendapat modal pesangon sebesar itu, mestinya ya harus
tetep bekerja lagi. Bisa bisnis apa saja. Jangan
dipakai untuk hidup, ya memang tidak lama. Apa lagi
kena kemaruk, lalu belanja yang enggak-enggak. Kalau
mau sejahtera (kesejahteraan rakyat), ya harus mulai
berani bekerja dan menciptakan kerja. Sumberdaya yang
tersedia semakin menipis, prinsip ekonomi mau tak mau
bekerja, jadi jangan mengharapkan belas kasihan.
Pesan kepada anak anda, sudah bagus. Tetapi contoh
adri orang tua sangat membantu ia menemukan caranya.
Saya, di tengah aktivitas pekerjaan saya selaku
profesional komputer, memanfaatkan kemampuan masak
saya untuk jualan bakso, di garasi, dan titip di
kantin. Pembantu dapat tambahan penghasilan karena
jualanku tadi. Selain itu, aku juga menulis buku
mengenai komputer di sela-sela kesibukanku. Sehari
barang 5-10 halaman, sebulan, paling lama dua bulan,
sudah jadi buku. Kebetulan bukuku termasuk laris,
sehingga penerbit tak pernah menolak. Bukuku terbaru,
malah baru 2 bulan terbit, sudah cetak ulang. Dengan
begitu aku tak pernah risau dengan gajiku yang sudah
lebih 10 tahun mandeg. Beres, to? Aku nggak repot
nyalahin orang lain karenanya.
Soal kekayaan alam yang bukan punya kita? Ah, selalu
ada UU yang bisa dibuat untuk melindunginya. Menjual
kekayaan alam gak segampang ngrombengkan koran bekas,
yang bisa sembunyi-sembunyi, dan malu-malu sama
tetangga.
So ?
Pemerintahan harus bersih. Legislatif harus
benar-benar berfungsi sebagai pengawas atas
pelaksanaan pemerintahan bangsa ini. Dan yudikatif
mesti menegakkan hukum secara benar dan transparan.
Berpikirlah secara terbuka, itu saja. Berpikir postif
dan tidak gampang menyerah.
--- In konstitusi-ri@y..., silva-s <silva-s@j...>
wrote:
> Dear Rekans,
>
> Koq bisa sih ? Apa Pak Kansil, Walikota Bitung
beserta staff dan
ahlinya
> sudah betul2 mempelajari Feseability Studynya dengan
benar ? Apakah
> pusat sudah tahu ? Saya rasa ini masalah negara.
> Pembangunan pelabuhan kapal perang AS lagi, si
Jealous dan Tukang
> campur urusan negara lain.
>
> Yang pasti pembangunan seperti ini mempunyai dampak
yang sangat2
> "Negatif" baik dari segi politik, sosial apalagi
lingkungan.
> Bar2 akan bertebaran, dan pelacuran juga meningkat
dll.
> Mungkin rekan2 yang tinggal di Philipine sudah
melihat Subic ?
>
> Pelan2 negara kita habis menjadi bagian negara2 lain
misalnya :
> -Pelabuhan peti container "Koja" Dua : 49% Saham
Pelindo &
> 51% Hachitson Hongkong ex Tommi S.
> -KIIC : Karawang International Industrial City
beserta Lapangan
Golfnya
> Palm Hill : semula joint Sinar Mas dan
beberapa perusahaan
> Jepang, sekarang hanya dimiliki oleh Jepang.
> - Pulau2 yang ada dikepulauan seribu.
> - Cemen Gresik : Cemex
> - Free Port
> - Caltex
> dan banyak lagi ........
>
> Mana yang punya kita ?
> Untuk menjadi pegawainya saja susah dan kalau sudah
menjadi
> pegawai .... nggak ada bagus2nya kerja di perusahaan
asing,
> lihat saja yang demo ada terus2-an ditambah lagi
peraturan
> perburuhan juga melihat yang terendah, kalau
pertamanya sudah
> bagus, akhirnya mereka bertambah pintar dan
berbahasa Indonesia
> mulailah menekan dan menyesuaikan dengan peraturan
yang
> lebih rendah. Terbukti dengan banyaknya pegawai
kontrak.
>
> BUMN pun seperti Bank Mandiri juga mulai ikut dengan
sistim
> kontrak.
> Nah dimana yang namanya Kesejahteraan Rakyat ?
Pensiun
> pun hilang yang ada pesangon yang hanya bisa untuk
bertahan beberapa
> tahun. Jadi kalau anak kita masih kecil, jangan
harap kita membiayai
> pendidikannya sampai tinggi, lulus SMA + kursus
keterampilan sudah
> bagus. Apalagi kalau sudah bisa menolong diri
sendiri.
>
> Anak saya yang masih SMA setiap pagi baca koran dan
pasti komen
> kalau ada yang aneh ? Saya cuma bilang, itu tugas
kamu nanti, jadi
> belajar aja yang sungguh2 supaya bisa bikin kerja,
bukan cari
kerja !
> Apalagi kalau mau jadi pejabat. Punya usaha dulu,
supaya bisa kerja
> dengan baik dan bersih.
>
> Yah begitulah negara kita dengan kekayaan alam yang
kaya tapi bukan
> punya kita lagi ?!!
>
> Salam Silva
> ---------------?
--
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup