[Nusantara] "rhafauzan" <rhafauzan@y> Mimpi Satrio Piningit [Was: Pemimpin
Yang Empatik]
Reijkman Carrountel
reijkman@europe.com
Fri Sep 6 06:36:34 2002
"rhafauzan" <rhafauzan@y> Mimpi Satrio Piningit [Was: Pemimpin Yang Empatik]
5 Sep 2002 05:17:18 -0000
>Kembali tentang kepemimpinan nasional. Dalam seminar Gerakan Jalan
>Lurus itu muncul pemikiran tentang kriteria kepemimpinan nasional
yang
>diperlukan Indonesia saat ini, yakni pemimpin yang berkualifikasi
>memiliki dimensi spiritualis. Diperlukan kehadiran seorang pemimpin
>yang berani menyisihkan kepentingan sendiri dan amanah, melulu
>mengabdi kepentingan bangsa, sepi ing pamrih rame ing gawe, bukan
>pemimpin yang mengabdi pada agenda politik demi kepentingan golongan
>dan partainya sendiri, seorang pemimpin yang mempunyai empati
terhadap
>rakyat.
>
>PEMIMPIN yang demikian diharapkan menjadi motivator bagi bangsa untuk
>mewujudkan semangat kebersamaan dalam mengatasi krisis nasional yang
>resultantenya adalah tegaknya hukum, terwujudnya keadilan, hapusnya
>KKN, serta terbangun sikap senasib sepenanggungan, berat sama dipikul
>dan ringan sama dijinjing, serta persatuan nasional serta keamanan.
>Kapan pemimpin yang demikian hadir, tentu saja dalam tempo yang akan
>datang. Semoga.
Percaya atau tidak, sampai kiamat pun kita tidak
akan pernah mendapatkan pemimpin seperti itu.
Kriteria pemimpin hasil rumusan seminar di atas
adalah kriteria malaikat.
Seandainya memang ada malaikat yang nyasar jadi
WNI, sebaiknya todong dia langsung jadi presiden
seumur hidup. Nggak usah pemilu-pemiluan lagi,
bubarkan parlemen, tak ada lagi perdebatan
berlarut-larut di DPR. Bangsa Indonesia pun
akhirnya bisa hidup bahagia ever after di bawah
rezim otoriter malaikat yang tak punya ambisi
pribadi, selalu mengabdi pada kepentingan bangsa,
punya empati dan sepi ing pamrih tapi rame ing
gawe.
Begitu toh harapannya?
Apa itu bukan mimpi?
Apa tidak lebih baik menerima kenyataan bahwa
yang namanya satria piningit itu cuma mitos.
Mengapa tidak mencoba serius memikirkan bagaimana
caranya agar mekanisme check and balances yang
mestinya terjadi di sektor publik, bisa betul-
betul operasional dan tidak sekedar teori.
Suka atau tidak suka demokrasi memerlukan partai.
Supaya mekanisme demokrasi bisa berjalan, setiap
partai harus berorientasi mencapai kekuasaan.
Bahwa kekuasaan itu sesuatu yang dicapai melalui
persaingan yang sehat.
Jika seseorang sudah berhasil mencapai kekuasaan,
secara alamiah dia akan berusaha mempertahankan
kekuasaannya. Bagaimanapun, kita harus menerima
kenyataan ini. Menolak ini sama saja menampik
kodrat. Kita cuma perlu patok-patok bahwa kalau
sang pemimpin ingin mempertahankan kekuasaannya
dia juga harus membawa rakyatnya menuju
kemakmuran, kalu dia tidak becus mengurus negara
dia juga bisa kehilangan kekuasaan.
Jika mekanisme di atas belum terjadi,
barangkali ada yang salah dengan konstitusi,
barangkali ada yang salah dengan sistem pemilu,
barangkali anggota MPR harus lebih tajam lagi
dalam menyusun GBHN,
barangkali partisipasi masyarakat masih sangat
rendah
atau barangkali rakyat bisanya cuma menuntut tapi
tidak mau bekerja.
Memperbaiki semua itu jauh lebih baik, ketimbang
bengong nungguin datangnya satria piningit.
Persoalan publik tidak pernah ada yang jelas mana
hitam mana putihnya. Semuanya serba abu-abu. Sebut
saja soal impor paha ayam, jika kita menolaknya
maka Amerika juga punya opsi untuk menolak impor
udang dari kita. Kira-kira keputusan macam apa sih
yang bisa diambil oleh pemimpin yang punya empati
itu. Berpihak pada peternak ayam atau udang?
Bagi seorang Xanana Gusmao keadaan seperti itu
mungkin bukan masalah besar. Rakyatnya tidak
banyak dan tidak ada ethnic diversity. Ia bisa
membuka pintu negaranya seperti yang dimaui GATT.
Disaat yang sama, dia juga bisa memberitahu
rakyatnya bahwa membeli paha ayam impor yang lebih
murah bisa berakibat buruk pada masyarakat secara
keseluruhan. Tidak terlalu sulit bagi masyarakat
untuk menyadari bahwa ayam lokal di pasar ternyata
produksi saudaranya sendiri, peternak udang pun
ternyata bukan orang jauh-jauh. Masyarakat yang
punya trust satu sama lain bisa ikhlas memilih
ayam lokal yang lebih mahal, lalu Amerika cuma
bisa gigit jari. Xanana cuma perlu social cohesion
bukan barrier non tarrif yang tidak disukai GATT.
Sekali lagi, berusaha meningkatkan social cohesion
barangkali jauh lebih baik ketimbang menunggu
datangnya malaikat.
--
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup