[Nusantara] Mulyana W Kusumah : Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
Langsung oleh Rakyat
Reijkman Carrountel
reijkman@europe.com
Fri Sep 6 06:51:44 2002
Mulyana W Kusumah : Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung oleh Rakyat
5 Sep 2002 04:15:49 -0000
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung oleh Rakyat
Mulyana W Kusumah
PEMILIHAN umum (pemilu) ke sembilan dalam sejarah RI yang akan
diselenggarakan tahun 2004 jelas jauh berbeda dengan pemilu-pemilu
sebelumnya, karena rakyat tidak hanya akan langsung memilih anggota
DPR dan DPRD, tetapi juga akan menentukan siapa yang berhak
menduduki kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang lebih penting
juga memutuskan kepemimpinan nasional ke depan dengan memilih secara
langsung presiden dan wakil presiden.
Pertama, pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/
Kota, dan DPD dilaksanakan terpisah dengan pemilihan presiden dan
wakil presiden. Partai politik atas gabungan partai politik yang
meraih persentase tertentu perolehan suara sah untuk pemilihan
anggota DPR (dengan persentase yang diusulkan 20-35 persen), dapat
mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Gagasan ini bertujuan
agar calon presiden dan wakil presiden berasal dari partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara
signifikan dalam pemilu, dan rakyat terfokus untuk menentukan
pilihan atas calon presiden dan wakil presiden yang terseleksi
mempunyai basis dukungan serta legitimasi politik kuat.
Selanjutnya, pemilih menggunakan hak suaranya untuk memilih pasangan
calon presiden/wakil presiden yang secara teoretis-jika batas
persentase perolehan suara sah pemilu anggota DPR 20 persen-maksimal
lima pasangan.
Apabila ketentuan dalam Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 dan Perubahannya
tidak terpenuhi, yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden
mendapatkan suara lebih dari 50 persen dengan sedikitnya 20 persen
yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,
maka dilakukan pemilihan presiden "putaran kedua" sesuai Pasal 6 A
Ayat (4) UUD 1945 dan Perubahannya.
Sebagaimana diketahui, pasal itu menyatakan, dalam hal tidak ada
pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan
calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan
wakil presiden. Opsi tersebut mengedepankan tiga tahap pemilu.
Kedua, pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/
Kota, DPD serta presiden dan wakil presiden dilakukan secara
serentak. Baru kemudian jika tak terpenuhi ketentuan dalam Pasal 6 A
Ayat (3) dilaksanakan sesuai Pasal 6 A Ayat (4) UUD 1945 dan
Perubahannya. Dengan demikian, pemilu hanya berlangsung dua tahap.
Argumentasi pokok dari opsi ini adalah Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 dan
Perubahannya, yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.
Jadi, setiap partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilu-tanpa pengecualian atau pembatasan mempunyai hak untuk
mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Di samping itu, pemilu dengan tiga tahap seperti Opsi Pertama
mengandung risiko politik, baik karena panjangnya masa kontestasi,
maupun konsekuensi operasionalnya yang lebih rumit, belum ada negara
yang mempraktikkan pemilihan presiden dan wakil presiden melalui
tiga tahap pemilu.
Selain opsi-opsi yang diuraikan di atas, diharapkan keseluruhan
aturan hukum mengenai pemilu dapat disatukan dengan sebuah Undang-
Undang Pemilu Nasional yang komprehensif, sistematik, dan
terintegrasi.
Aturan-aturan hukum untuk menjabarkan lebih jauh Pasal 6 dan 6 A UUD
1945 dan Perubahannya mengenai syarat-syarat untuk menjadi presiden
dan wakil presiden serta tata cara pemilihannya tidak perlu diatur
dalam undang-undang tersendiri, melainkan dimasukkan ke dalam Undang-
Undang Pemilu Nasional melalui usulan inisiatif "rancangan pasal-
pasal dari DPR" mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung.
Rancangan tersebut meliputi segenap aturan hukum mengenai pemilihan
presiden dan wakil presiden, mulai dari syarat-syarat, tata cara
pencalonan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilu, pemberian suara, penetapan hasil, termasuk kedalamnya
kampanye calon presiden dan wakil presiden.
Dalam kampanye calon presiden dan wakil presiden selain bentuk-
bentuk kampanye "konvensional" seperti kampanye dialogis, monologis,
pertemuan terbatas, tatap muka, pemasangan alat peraga, rapat umum,
dan lain-lain perlu diwajibkan adanya dialog publik yang memberi
kesempatan pada calon presiden dan wakil presiden untuk menyampaikan
visi, misi, strategi, dan program pemerintahannya guna dinilai oleh
pemilih.
Dialog publik demikian penting, oleh karena pasca-Amandemen UUD 1945
presiden sebagai kepala pemerintahan negara tidak lagi
menjalankan "GBHN" yang ditetapkan MPR, tetapi mengacu pada konsepsi
penyelenggaraan pemerintahan negara yang disusunnya atau program
partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan.
Pada kesempatan itu pula, kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi
calon presiden dan wakil presiden mengalami semacam "uji publik"
oleh pemilih, sehingga presiden dan wakil presiden yang terpilih
dalam Pemilu 2004 bukan sekadar memenuhi kriteria paling tinggi
dalam akseptabilitas politik, melainkan figur terpercaya dan
meyakinkan untuk memimpin pemerintahan.
Rancangan pasal-pasal yang mengatur pemilihan presiden dan wakil
presiden secara langsung-besar kemungkinan tidak akan melebihi 15
pasal-diharapkan dapat dibahas sekaligus oleh Panitia Khusus
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu DPR bersamaan dengan pembahasan
148 pasal lainnya dalam RUU Pemilu.
Mulyana W Kusumah Dosen FISIP Universitas Indonesia
--
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup