[Nusantara] "Ambon" <sea@sw> : Mencari Solusi TKI tanpa Megawati

Ra Penak edipur@hotmail.com
Thu Sep 12 13:48:32 2002


"Ambon" <sea@sw> : Mencari Solusi TKI tanpa Megawati
7 Sep 2002 22:30:47 +0200

Mencari Solusi TKI tanpa Megawati


KONDISI TKI ilegal di kantong-kantong penampungan di Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur, kini kian memprihatinkan. Selain menghadapi persoalan
ekonomi, mereka juga terkena masalah kesehatan. Sebanyak 70 TKI ilegal
telah
wafat karena buruknya penanganan masalah kesehatan yang melilit mereka.
Sejumlah kalangan menilai pemerintah Indonesia tidak menganggap serius
masalah ini. Berbeda dengan pemerintah Filipina yang menghadapi
persoalan
serupa dan menganggap masalah ini sebagai tragedi nasional.
Ketidakseriusan pemerintah pusat bisa terlihat dari pernyataan Presiden
Megawati sebelum meninggalkan Afrika Selatan, Rabu (4/9) malam. Ia
mengatakan bahwa pemulangan TKI ilegal merupakan tugas pemerintah
daerah
asal para tenaga kerja tersebut. "Ini bukan berarti pemerintah pusat
melepaskan diri," kata Presiden yang beranggapan bahwa pers telah
membesar-besarkan persoalan ini.
Sikap pemerintah yang kurang serius ini membuat prihatin Ketua MPR
Amien
Rais. "Rasanya tidak masuk akal kalau mereka sampai terkena kelaparan.
Kita
kan punya helikopter yang bisa cepat membawa makanan ke Nunukan. Jadi,
sebaiknya cepat-cepat dikirim makanan, obat, dan selimut ke sana," kata
Amien Rais kepada pers usai rapat BP MPR di Gedung MPR/DPR, Kamis
(5/8).
Buruknya penanganan masalah kesehatan para TKI ilegal yang berada di
tempat
penampungan di Nunukan, Kalimantan Timur, telah menyebabkan sedikitnya
70
orang tewas berdasarkan laporan LSM yang bergiat di Nunukan (kendati
data
Dinas Kesehatan Nunukan menunjukkan angka separuhnya).
Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) DPR RI menilai lambannya pemerintah RI
menangani masalah ini disebabkan tidak adanya koordinasi
antardepartemen
kendati penanganannya dalam satu naungan Menko Kesra Jusuf Kalla.
Menurut Ketua F-KB DPR Rodjil Ghufron, lemahnya koordinasi itu akibat
munculnya kebijakan berbeda. Ia mencontohkan, Menakertrans Yacob
Nuwawea
menginstruksikan para TKI agar pulang terlebih dulu dari Malaysia, lalu
mengurus izin kerja dan paspornya untuk kembali lagi ke Malaysia.
Namun,
Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra tetap mengizinkan pemberian paspor
bagi
TKI untuk kembali ke Malaysia, dan setibanya di negeri jiran, mereka
kembali
menjadi TKI ilegal akibat tidak memiliki job order.
"Saya kira Yusril Ihza Mahendra mesti bertanggung jawab dalam masalah
paspor
ini, seharusnya dia melakukan koordinasi yang integratif dengan
Menakertrans
Yacob Nuwawea," kata Rodjil Ghufron.
Ia mengemukakan, berdasarkan kunjungan F-KB ke Malaysia dan Sabah, dan
mengutip Konsul Jenderal RI (KJRI) di Sabah, Sukarna, bahwa seluruh
proses
pengembalian TKI dari Nunukan ke Malaysia tidak dilengkapi dengan surat
job
order, sehingga TKI tersebut menjadi TKI ilegal. Saat ini memang ribuan
TKI
yang masih bertahan di Nunukan sedang menunggu proses pembuatan paspor.
Setelah itu, mereka secara bersama-sama meninggalkan Nunukan.
Dalam pembuatan paspor, mereka mengaku sudah diurus oleh PJTKI yang
bekerja
sama dengan tauke atau pengusaha di Malaysia. Tetapi, bagi TKI yang
mengurus
sendiri paspornya mengaku harus menghabiskan uang Rp600 ribu hingga Rp1
juta. "Itu pakai calo. Tapi, kalau langsung di imigrasi, biayanya hanya
Rp115 ribu," kata Amran, TKI asal Sulawesi Selatan yang bekerja pada
kilang
Abadi Mewah, Sandakan, Sabah, Malaysia.
Sementara yang melalui calo, meski tidak mengeluarkan uang, nantinya
saat
bekerja di Malaysia gajinya dipotong oleh tauke mereka. Pengamatan
Media di
kantor Imigarasi Nunukan, setiap harinya ada sekitar 200-300 TKI antre
bikin
paspor.
Kepala Imigrasi Nunukan Sinar Ritonga mengatakan dalam kondisi normal
pihaknya mampu membuat 700 paspor. "Tapi, sekarang jumlahnya mencapai
sekitar 1.500 paspor/hari," kata Ritonga.
Dalam masa penantian untuk kembali bekerja di Malaysia atau kembali ke
kampung halaman, tak sedikit dari puluhan ribu TKI ilegal di Nunukan
terserang penyakit. Berbagai bantuan obat-obatan kesehatan, tim medis,
sandang, air bersih, dan tenda tidak lagi mampu menangani keberadaan
TKI di
Nunukan.
Solusi
Masalah besar yang memprihatinkan ini butuh solusi khusus dari
pemerintah
pusat, karena tak bisa ditanggung oleh pemerintah daerah. Menurut
pengamat
ketenagakerjaan Bomer Pasaribu, untuk membantu menangani masalah TKI
sebaiknya menyerahkannya kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ia menilai TNI memunyai antisipasi yang baik dalam penanganan darurat,
karena adanya manajemen darurat TNI. Di Nunukan, TNI akan membangun
barak-barak darurat, menyediakan kapal perang yang berisi rumah sakit
untuk
menangani masalah kesehatan.
"Dan sayangnya, hal itu baru dilakukan akhir-akhir ini. Kalau saja TNI
melakukannya sejak Mei, Juni, dan Juli pasti kelaparan yang terjadi di
Nunukan dapat dihindari. Sangat disayangkan para TKI itu kelaparan di
negerinya sendiri," kata Bomer.
Sedangkan Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI/Wakil Sekjen DPP
Golkar
Rully Chairul Azwar meminta pemerintah pusat melakukan tiga langkah
utama.
Pertama, pemerintah menyelamatkan tenaga kerja yang saat ini sudah
sangat
menderita keadaannya. Kedua, melengkapi para TKI ilegal itu dengan
persyaratan keimigrasian. Ketiga, pemerintah harus membangun sinergi
yang
baik antara Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Luar Negeri, dan
Departemen Tenaga Kerja.
"Mereka yang ingin kembali hendaknya diberi prioritas agar mendapat
penyelesaian administrasi keimigrasian dan ketenagakerjaan," jelas
Rully.
Sedangkan solusi jangka panjang yang dapat memecahkan masalah TKI
selanjutnya adalah pemerintah harus memiliki komitmen yang serius untuk
membuat UU tentang Perlindungan Buruh Migran. "Pemerintah kita harus
melakukan perjanjian dengan pemerintah Malaysia agar masalah pengusiran
TKI
dari Malaysia tidak terulang kembali. Menteri Tenaga Kerja selaku
pejabat
yang berwenang dalam hal peraturan harus memikirkan kembali mengenai
rumusan-rumusan UU tersebut," kata Wahyu Susilo, dari Konsorsium
Pembela
Buruh.
Sementara solusi jangka panjang yang disodorkan oleh Ketua F-KB DPR
Rodjil
Ghufron adalah perlunya transparansi dalam memorandum of understanding
yang
bakal ditandatangani antara pemerintah RI dan Malaysia, pekan depan.
Ia meminta dalam MoU itu mesti dimasukkan rumusan tentang pengacara,
agar
persoalan TKI di Malaysia bisa secara langsung dibantu pemerintah
melalui
pengacara. "Melalui MoU yang transparan tentang pengacara ini
pemerintah
melalui Dubes RI di Malaysia dapat langsung membantu TKI mendapatkan
pengacaranya secara hukum," ujarnya. [.] Syarief Oebaidillah, Rasyid
Sulaiman, CR-25, CR-19/M-1


_________________________________________________________________
Chat with friends online, try MSN Messenger: http://messenger.msn.com