[Nusantara] "He-Man" <fokus@bdg> : Liar, Kebijakan Penggunaan Jilbab
Ra Penak
edipur@hotmail.com
Thu Sep 12 13:49:05 2002
"He-Man" <fokus@bdg> : Liar, Kebijakan Penggunaan Jilbab
8 Sep 2002 19:43:07 +0700
Liar, Kebijakan Penggunaan Jilbab
Jakarta, Sinar Harapan
Kebijakan untuk mewajibkan penggunaan jilbab bagi para siswi di
sekolah umum dan sekolah Kristen di wilayah Jakarta Timur, ternyata
tanpa sepengetahuan Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta
serta Dinas Pendidikan Dasar DKI. Sehingga bisa dikatakan kebijakan
itu liar.
Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta, Sukesti Martono
dan Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI, Gito Purnomo mengakui hal itu
ketika dihubungi SH, Rabu (4/9) di Balai Kota Jakarta.
Seperti diketahui Wali Kota Jakarta Timur, Koesnan A. Halim melalui
surat instruksinya No.62 Tahun 2002 telah mewajibkan penggunaan
jilbab bagi para siswi mulai dari tingkat SD sampai dengan SMU/SMK se-
wilayah Jakarta Timur. Belakangan kebijakan itu juga berlaku bagi
sekolah-sekolah yang dikelola yayasan perguruan Kristen. Tidak hanya
di sekolah negeri.
Menurut Sukesti Martono, Wali Kota Jakarta Timur, Koesnan A Halim,
tidak bisa begitu saja mengeluarkan instruksi No.62 tahun 2002
tentang wajib jilbab apalagi ada kaitan dengan sekolah-sekolah
Kristen." Wali kota harus membicarakan dengan yayasan-yayasan dari
sekolah-sekolah yang ada," katanya.
Dia mengaku, pihaknya tidak pernah diajak bicara dan diskusi
sehubungan dengan instruksi wali kota Jakarta Timur mengenai wajib
jilbab setiap hari Jumat dan hari-hari besar Islam bagi siswa sekolah
dasar (SD) sampai tingkat sekolah menengah umum (SMU) negeri maupun
swasta termasuk sekolah Kristen.
Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi di Jakarta Timur, kata
Sukesti, pun belum memberikan laporan. ''Mungkin mereka diajak
diskusi dan bicara soal ini, tapi sampai sekarang saya belum tahu dan
saya belum mendapat laporan,'' ujar Sukesti.
Hal senada juga dilontarkan Gito Purnomo. Dia pun belum tahu dan sama
sekali tidak ada laporan.'' Saya belum tahu. Saya baru tahu dari Anda
(wartawan SH-red) soal pemberlakukan wajib jilbab di sekolah-sekolah
negeri dan swasta di wilayah Jakarta Timur,'' kata Gito.
Dia lebih jauh mengatakan, bagaimana bentuk instruksinya pun dia
belum tahu. `'Saya akan mencari instruksi yang dikeluarkan wali kota.
Bahkan saya akan minta penjelasan dari wali kota maksud dari
instruksi wajib jilbab yang dikeluarkan. Ini persoalan sensitif yang
harus hati-hati,'' ujarnya.
Khawatir
Sementara itu, sejumlah pengelola yayasan pendidikan Katolik di
wilayah Jakarta Timur yang dihubungi SH, Rabu (4/9) sore mengaku
sangat khawatir dengan instruksi wali kota yang juga diberlakukan di
sekolah-sekolah mereka.
Hal itu diakui Ketua Yayasan Adi Bhakti, Sr Irena dan Ketua
Perhimpunan Pelayanan Pendidikan Marsudirini Matraman dan juga dari
Yayasan Gembala Baik, Sr Laurens.
Sr Irena mengatakan, umumnya di sekolah-sekolah Katolik, sebelum sah
menjadi siswa maka setiap calon siswa didampingi orang tua diwajibkan
untuk mengisi sebuah formulir yang isinya berupa pernyataan dan
persetujuan dari orang tua untuk menyerahkan pendidikan anak sesuai
dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan sekolah.
"Sebelum masuk biasanya ada pernyataan dan penandatanganan formulir
oleh orang tua murid untuk menyetujui menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
sekolah kami," ujar Sr Irena.
Dia mengaku, belum menerima surat edarannya. Ia merasa sangat ironis
di satu sisi sering didengung-dengungkan kerukunan hidup antarumat
beragama, namun di sisi lain malah sebaliknya mengeluarkan instruksi
yang membuat umat itu sendiri terkotak-kotak.
Menurut Sr Irena, seandainya instruksi tersebut diberlakukan di
sekolah-sekolah Katolik di mana siswa/siswi pada umumnya beragama
kristen/katolik maka yang akan menjadi korban adalah siswi yang
beragama Islam itu sendiri karena merasa terkucilkan dan bukan
dikucilkan oleh teman-temannya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Sr Laurens. Menurutnya, orang tua
siswa tidak pernah dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan dari
pihak sekolah dan yayasan agar anaknya dididik di sekolah tersebut
sesuai dengan aturan yang sudah ada.
Bila ada siswa yang merasa tidak sanggup untuk mengikuti aturan-
aturan tersebut, misalkan harus mengikuti instruksi dengan memakai
jilbab maka dengan sangat terpaksa pihak sekolah akan mengembalikan
si anak kepada orang tuanya. (dre/fel).
04-09-02
Aturan Jilbab agar Dicabut
Jakarta, Sinar Harapan
Sejumlah kalangan mendesak Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A. Halim
mencabut kebijakannya menyangkut kewajiban penggunaan jilbab bagi
siswi-siswi di seluruh sekolah umum di wilayahnya.
Kebijakan yang tertuang dalam surat instruksi No.62 Tahun 2002 ini
dinilai bertentangan dengan Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (HAM). UU pun tidak mengatur keyakinan dan
kepercayaan warga negaranya, sehinga kebijakan wali kota ini dianggap
kontroversial.
Desakan itu disampaikan Sekjen Komnas HAM, Asmara Nababan dan aktivis
LBH Jakarta, Apong Herlina. Keduanya dihubungi SH, Selasa (3/9)
menanggapi kebijakan Wali Kota Jakarta Timur, Koesnan A. Halim yang
antara lain menyangkut kewajiban penggunaan jilbab bagi siswi sekolah
dari tingkat SD sampai SMU di wilayah Jakarta Timur.
Keterangan yang diperoleh SH menyebutkan bahwa kebijakan yang
diberlakukan mulai September 2002 ini ternyata juga berlaku di
sekolah-sekolah kristen di wilayah Jakarta Timur.
Menurut Asmara Nababan, seorang wali kota tidak mempunyai kewenangan
untuk menerbitkan sebuah instruksi yang isinya mengatur keyakinan
manusia dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan.
Dia mengatakan, di dalam undang-undang tidak ada pasal yang mengatur
seseorang harus atau wajib dalam menjalankan keyakinannya.
Sebaliknya, negara menjamin kebebasan setiap warga negara dalam
menjalankan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
"Jangankan sebuah instruksi dari wali kota, negara pun tidak bisa
mengeluarkan undang-undang yang mengatur apalagi mewajibkan seseorang
terhadap suatu keyakinan antara dirinya dan Tuhannya. Ini masalah
keyakinan tidak bisa dipaksakan. Masalah agama bukan urusan
pemerintah mengaturnya," katanya.
Asmara Nababan menegaskan terlebih bila dalam instruksi tersebut
disebutkan bahwa seseorang "wajib" untuk melaksanakannya, maka
logikanya akan ada sanksi yang diberikan bagi siswi yang tidak
mengenakan jilbab.
"Sanksi apa yang akan diberikan bagi pelanggarnya sebab tidak ada
dasar hukumnya untuk memberikan sanksi. Bila dipaksakan maka
perbuatan itu melanggar UU No 39 tahun 1999 tentang HAM. Siswi bisa
menggugat kembali. Kalau sanksinya tidak ada mengapa menyertakan kata
wajib di dalamnya," katanya.
Dipertanyakan
Hal senada juga disampaikan Apong Herlina, aktivis Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Jakarta yang khusus menangani masalah pelecehan terhadap
pemberdayaan perempuan.
Apong mengatakan, seringkali pejabat-pejabat negeri ini mengeluarkan
sebuah peraturan, instruksi atau apapun namanya tanpa berpikir secara
matang akan dampak negatif kedepan atau konsekwensi dari kebijakan
yang akan menimpa masyarakat yang dikenai peraturan tersebut.
Sebagai contoh kecil saja Apong mempertanyakan apa yang akan
dilakukan pihak sekolah sebagai sanksi apabila seorang siswi dari
keluarga miskin tidak atau belum mampu membeli jilbab, sementara
temannya yang lain tidak bermasalah.
Selain proses belajar mengajar itu sendiri menjadi terganggu, si anak
itu pun telah diperlakukan tidak adil dengan dirampas haknya untuk
mengenyam pendidikan hanya karena dia belum mampu untuk membeli
jilbab.
"Seringkali mereka mengeluarkan instruksi, namun ketika terjadi
kontroversi di masyarakat maka mereka mengubah arti instruksi itu
menjadi imbauan. Sedangkan yang namanya himbaun tidak pernah ada kata
wajib di dalamnya. Instruksi tak ubahnya perintah berbeda dengan
imbauan," ujarnya.
Tak ubahnya seperti yang dikemukakan Asmara Nababan sebelumnya, Apong
Herlina juga menegaskan undang-undang tidak mengatur tentang
keyakinan dan kepercayaan warga negaranya.
Sebaliknya menjamin kebebasan warga negaranya dan menjalankan
pelaksanaan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
"Masak sih kalau saya mau salat atau mau puasa harus diatur oleh
negara kapan pelaksanaannya, di mana dilaksanakan, jam berapa
seharusnya saya berdoa.
Hal ini sangat lucu dan tidak beralasan. Ini masalah vertikal antara
manusia dan Tuhan," katanya.
Apong menambahkan, agama sebaiknya jangan hanya dijadikan simbol,
sebab masalah agama bukan hanya masalah asesoris saja, tapi lebih
dari itu adalah cara berpikirnya, tingkah lakunya dan akhlaknya yang
baik.
Gubernur Jakarta Sutiyoso juga sudah menanggapi soal instruksi Wali
Kota Jakarta Timur itu, namun ketika dicegat SH, Senin (2/9), mantan
Pangdam Jaya itu mengelak dengan mengatakan bahwa instruksi itu bukan
kebijakannya.
Surat Instruksi No.62 Tahun 2002 tentang Program Kegiatan Peningkatan
Keimanan dan Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta Pembinaan
Ahlakul Karimah pada sekolah umum (SD, SLTP, SMU/SMK) di wilayah
Jakarta Timur. Di dalamnya terdapat kewajiban penggunaan jilbab.
(fel/dre).
03-09-02
Soal Instruksi Wajib Jilbab
Sutiyoso Lepas Tangan
Jakarta, Sinar Harapan
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengaku kewajiban pemakaian jilbab bagi
siswi di seluruh sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga
sekolah menengah umum (SMU) di wilayah Jakarta Timur, bukanlah
kebijakannya.
"Itu bukan kebijakan saya. Surat instruksi Wali Kota Jakarta Timur
itu bukan merupakan kebijakan saya. Itu bukan kebijakan saya,'' kata
Sutiyoso ketika dicegat SH di Balai Kota Jakarta, Senin (2/9) sebelum
memasuki ruang kerjanya.
Hal itu dikatakannya ketika diminta komentarnya sehubungan dengan
adanya kebijakan Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A. Halim yang
mengeluarkan surat instruksi No.62 Tahun 2002 yang mewajibkan siswa
beragama Islam dari tingkat SD sampai SMU di wilayahnya untuk
menggunakan busana muslim, seperti jilbab bagi wanita. Busana jilbab
tersebut dipakai setiap hari Jumat dan hari-hari besar Islam mulai
September ini.
Sutiyoso menegaskan, kewajiban penggunaan jilbab bagi siswa di
wilayah Jakarta Timur setiap hari Jumat dan hari besar Islam tidak
masalah, sejauh tidak memberi dampak negatif.
"Sebaiknya penggunaan pakaian muslimin itu seragam di lima wilayah.
Saya tidak keberatan. Tapi dengan catatan, tidak ada dampak
negatifnya,'' kata mantan Pangdam Jaya itu.
Ditanggapi Beragam
Sementara itu, sejumlah orangtua murid yang dihubungi SH, Senin (2/9)
menanggapi beragam tentang surat instruksi Wali Kota Jakarta Timur
No.62 Tahun 2002 itu. Terutama soal kewajiban siswa perempuan untuk
mengenakan jilbab pada hari Jumat dan hari-hari besar agama Islam.
"Mengenakan jilbab berarti pemakainya harus tahu konsekuensi bahwa
perilaku hidupnya harus sesuai dengan nilai-nilai islamiah. Untuk itu
benar-benar diperlukan kesiapan si anak. Jilbab adalah niat, bukan
aturan. Sekali saya pakai jilbab itu berarti untuk seumur hidup tidak
akan saya lepas," ujar Hajah Endang, orangtua salah satu siswa SLTP
36, Jalan Pedati, Pulogadung, Jakarta Timur.
Hal senada juga dilontarkan Ita, orangtua siswi kelas II SD Bali
Mester, Jatinegara, Jakarta Timur. Menurutnya, biarlah anak-anak
dikuatkan dulu dengan ajaran-ajaran Islam yang kuat dan
benar. "Sholat lima waktunya dibiasakan dulu, lalu doa-doa lainnya,
cara bergaul yang benar, baru jilbabnya. Anak saya pakai jilbab hanya
pada waktu ngaji. Itu pun buru-buru dilepas kalau dia mau main. Itu
kan berarti dia belum mengerti benar arti jilbab itu sendiri," kata
Ita. Keduanya mengingatkan, agar pemakaian jilbab bukan karena paksaan
Lain lagi komentar Sujadi, orantua murid siswi kelas III SMU
Diponegoro, Rawamangun. Baginya pakaian tidak selamanya menjadi
cerminan perilaku seseorang. Ia mencontohkan banyaknya alim-ulama dan
pendeta-pendeta yang mengenakan jubah suci, namun memiliki perilaku
yang tak ubahnya sama dengan setan.
Diskriminatif
Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A. Halim telah
mengeluarkan surat instruksi No 62 tahun 2002 tanggal 17 Juli 2002
tentang Program Kegiatan Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa serta Pembinaan Ahlakul Karimah pada Sekolah Umum
(SD, SLTP, SMU/SMK) se-Kotamadya Jakarta Timur.
Salah satu butir surat instruksi itu adalah, para siswa juga
diwajibkan menggunakan jilbab. Aturan seperti ini juga pernah
dilakukan oleh Wali Kota Jakarta Barat, H. Sarimun Hadisaputra.
Namun dicabut kembali, setelah muncul reaksi dari pelbagai kalangan,
termasuk oleh Gubernur Sutiyoso dan Wagub DKI bidang Pemerintahan H.
Abdul Kahfi. Kebijakan itu dinilai diskriminatif.
Akibat kebijakan itu Wali Kota Jakarta Barat H. Sarimun Hadisaputra
bahkan sempat dipanggil Wagub H. Abdul Kahfi. (dre/fel).
_________________________________________________________________
MSN Photos is the easiest way to share and print your photos:
http://photos.msn.com/support/worldwide.aspx