[Nusantara] Sinar Indonesia Baru : Demokrasi Jangan Semakin Salah Kaprah

Ra Penak edipur@hotmail.com
Fri Sep 13 11:12:15 2002


Sinar Indonesia Baru : Demokrasi Jangan Semakin Salah Kaprah

"Inilah demokrasi," kata Sutiyoso usai memenangkan pemilihan Gubernur
DKI
Jakarta priode 2002-2006, Rabu kemarin (11/9). Dalam proses pemilihan
itu,
sejak pencalonan hingga pemungutan suara, memang dipenuhi dengan hiruk
pikuk
pro-kontra, dukungan-penolakan serta pembelaan dan tudingan. Sutiyoso
maju
jadi calon Gubernur dalam posisi begitu kontroversial, antara mendapat
dukungan dari Presiden Megawati dengan menghadapi hujatan kalangan
masyarakat, berbagai LSM dan organisasi.
Ia dianggap tidak layak menjadi Gubernur DKI kembali, bukan sekedar
karena
dianggap tidak berhasil pada jabatan serupa priode yang tengah
berjalan,
tetapi lebih banyak dituding dalam berbagai soal. Misalnya ia dianggap
mendukung judi (karena pernah mengusul lokalisasi perjudian di
Kepulauan
Seribu?), bertanggungjawab atas banjir Jakarta beberapa waktu lalu,
serta
dianggap terlibat dalam kasus 27 Juli 1986 (kasus penyerangan kantor
DPP
PDI). Selain itu Sutiyoso juga ditolak kalangan tertentu, sebab ada
keinginan kuat untuk menjadikan putra Betawi sebagai Gubernur priode
ini.
Suasana itu amat menimbulkan "hiruk-pikuk" perang kepentingan bahkan
nuansa
politis, terutama ketika dari kader PDI Perjungan muncul kandidat
sehingga
tidak sejalan dengan "kehendak" ketua umumnya: Megawati. Perang opini
pun
tidak pernah sepi setiap hari melalui media massa, baik cetak maupun
elektronik (televisi dan radio), bahkan hujatan-hujatan terhadap
Sutiyoso
ibarat air bah membludak dan melanda kencang. Akhirnya akan terkesan
membuncahnya nuansa pemaksaan kehendak, mengganjal Sutiyoso di satu
sisi dan
untuk menggolkan calon yang diingini di sisi lain.
Benarkah cara seperti itu yang dinamakan demokrasi? Tentulah Sutiyoso
bisa
bilang "inilah demokrasi", sebab dialah yang keluar sebagai pemenang
dalam
pemilihan Gubernur DKI tersebut. Hatinya berbunga, bangga dan bahagia
sehingga tidak lagi peduli pada isi dan nilai tudingan serta hujatan,
yang
tentu akan berbeda secara diametral sekiranya di pihak yang kalah.
Contohnya
terlihat pada calon lain, yang tidak menerima kekalahan dengan lapang
dada
atas dasar prinsip demokrasi, melainkan tetap mengeluh, kecewa serta
berindikasi tidak dapat menerima.
Lebih parah lagi, ketika apa yang disebut Sutiyoso sebagai demokrasi
ternyata penuh dengan suasana anarki, atau setidaknya pertunjukan
tekanan
dan pemaksaan menggunakan kekuatan massa. Di hari pemilihan itu
kemarin,
ribuan demonstran memperlihatkan kuku dengan "memblokir" jalan dan
menggebrak pagar gedung DPRD, bahkan merobohkannya dan ingin menerobos
sampai ke ruang sidang. Sidang DPRD tidak hanya terkendala dan diskors
berulang kali karenanya, namun bahkan nyaris gagal sekiranya para
anggota
dewan tak dibantu aparat melalui pengangkutan helikopter dan kendaraan
lapis
baja.
Suasana perbedaan yang diimplementasikan dalam bentuk tekanan dan
pemaksaan
seperti itukah yang dinamakan demokrasi? Bagi yang senang dengan
kekerasan,
atau bagi mereka yang memang hidup dari memanfaatkan situasi seperti
itu,
tentu akan mengatakan "ya". Sebab mereka tak mementingkan berjalannya
demokrasi secara benar yang menyatakan perbedaan melalui cara egaliter,
bermoral serta penuh etika, sebab bagi mereka demokrasi tak lebih dari
peraihan kepentingan bahkan keuntungan. Mungkin saja, motivasi seperti
itu
lah yang menyebabkan suasana demokrasi di Indonesia belakangan ini
bercampuraduk dengan anarki.
Namun demikian, Indonesia harus tetap dipertahankan sebagai negara
demokrasi, kendati implementasi sikap demokratis itu telah mulai tampak
tidak sejalan dengan etika dan moralitas yang selama ini dipelajari.
Bangsa
ini mungkin tengah mengalami peralihan peradaban yang ekstrim, dari
zaman
tunduk dan manggut-manggut ke era tengadah penuh kegarangan. Dinamika
itu
tak dapat dimatikan begitu saja, melainkan harus dikendalikan agar
jangan
semakin salah kaprah, agar pula tidak hanya Sutiyoso yang dapat berkata
"lembut" karena meraih kemenangan tetapi yang kalahpun hendaknya mampu
berlapang dada menyadari kelemahannya.(***)


































































































































































_________________________________________________________________
Join the world’s largest e-mail service with MSN Hotmail. 
http://www.hotmail.com