[Nusantara] S Wismoady Wahono: Negara Hukum tetapi Juga Negara Moral

Ra Penak edipur@hotmail.com
Fri Sep 13 11:13:56 2002


S Wismoady Wahono: Negara Hukum tetapi Juga Negara Moral

Banyaknya (mantan) petinggi negara ini yang akan duduk di kursi panas
pengadilan belakangan ini sungguh merupakan seembusan angin "segar"
bagi
upaya penegakan hukum di negara ini. Dikatakan seembusan karena
kenyataan
itu memang baru sekuat semilir angin sore di lembah belantara, dan
belum
merupakan angin segar yang sebenarnya. Dikatakan "upaya penegakan
hukum"
karena begitu "miringnya" hukum di Indonesia, seperti miringnya tiang
bendera atau tiang antena televisi dari bambu di desa-desa terpencil,
yang
masih jauh dari tegak -apalagi kalau mau disebut "supremasi" hukum.
Apa sih arti supremasi hukum itu? Hukum yang benar-benar diperlakukan
secara
adil untuk semua warga negara, atau supremasi kekuasaan, atau supremasi
penguasa yang begitu saja mengorbankan rakyat untuk menyelamatkan
kolega,
diri, dan keluarga penguasa sendiri?
Meskipun demikian tetap menjadi tanda tanya, apa artinya Rp 40 miliar
dengan
tiga tahun penjara, kalau dibandingkan dengan seekor ayam seharga Rp 50
ribu
dengan sebulan kurungan? Empat puluh miliar rupiah dibagi Rp 50 ribu
dikalikan satu bulan sama dengan beberapa tahun? Jawaban yang agak
sembrono
mengatakan: "Tidak tahu, karena waktu pelajaran itu diberikan di SD
Inpres
yang reyot kebetulan saya tidak masuk!"
Kalau hukum bisa diutak-atik seperti itu dan diberlakukan secara umum,
mulai
dari lembaga peradilan (yudikatif) tertinggi sampai terendah, harapan
apa
lagi yang masih bisa disimpan atau diungkapkan oleh rakyat yang
berjumlah
220 juta orang lebih ini!
Dalam hal itulah maka ketidakadilan hukum harus diimbangi dengan
pemberlakuan keadilan moral. Baru divonis tiga tahun saja keluarganya
menangis histeris. Padahal, banyak orang yang direkayasa agar mendapat
vonis
lebih dari itu tanpa tahu apa hari esok masih akan makan dan apakah
anaknya
masih bisa bersekolah. Menerima kenyataan hanya dengan mengusap dada,
dengan
pandangan mata yang kosong, menanti belas kasihan keluarga dan/atau
tetangga.
Tetapi tangis histeris itu adalah perwujudan tanggung jawab dan
keadilan
moral. Dan akan sangat baik lagi kalau para petinggi yang berpotensi
mendapat vonis, dan beliau-beliau yang memang sedang menjalani vonis
seperti
di tempat lain dan Nusakambangan, secara bertanggung jawab
memberlakukan
keadilan moral dalam diri, tingkah laku dan seluruh keluarga mereka.
Rakyat dan masyarakat akan memberikan nilai lain kepada mereka
ketimbang
kalau mereka masih mau bercokol, bahkan fight, untuk tetap menduduki
jabatan
publik - apalagi kalau tetap menjadi public figure di lembaga tinggi
negara.
Hukum memang mnudah untuk dimanipulasi dan dipakai untuk memanipulasi
orang
lain, termasuk rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta orang, dan yang
kebetulan "bodoh" semua ini! Tetapi moral tidak akan bisa dihindarkan
dari
diri orang yang bersangkutan melalui suara hati nuraninya
masing-masing.
Suara hati nurani tidak bisa ditipu, tidak bisa ditutup-tutupi, tidak
bisa
ditekan-tekan, tidak bisa dibeli, dan juga tidak bisa dipasung. Negara
hukum, apalagi negara dengan supremasi hukum mungkin tetap suatu mimpi
(bandingkan dengan Amerika Serikat yang setelah 200 tahun lebih
mimpinya pun
tak kunjung terwujud secara sempurna!). Tetapi, negara moral dan negara
suara hati nurani tidak usah menunggu "telehukum" atau hukum yang
bertele-tele.
Penulis adalah rohaniwan, salah satu pencetus Gerakan Moral Nasional
Indonesia.


_________________________________________________________________
MSN Photos is the easiest way to share and print your photos: 
http://photos.msn.com/support/worldwide.aspx