[Nusantara] MN Harisudin : 'Islam Terapan', Menuju Sikap Beragama-Bermoral

Ra Penak edipur@hotmail.com
Fri Sep 13 11:14:05 2002


MN Harisudin : 'Islam Terapan', Menuju Sikap Beragama-Bermoral
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya; Dosen STAIN Jember

SEBAGAI agama moral, Islam tertantang tidak saja menerapkan ajaran
normatifnya, tetapi juga menuju upaya praksis yang membawa umat pada
tuntunan yang lebih baik. Di sini, Islam dengan pelbagai jenis
ritualnya
kembali dipertanyakan, karena (ia) tidak menghadirkan ketaatan yang
disertai
perilaku utuh dalam hal kebajikan, alih-alih malah justru dipandang
sebagai
biang kerok penyulut merajalelanya korupsi di Indonesia. Kasus
mewabahnya
korupsi di lingkungan Departemen Agama akhir-akhir ini, (Duta
Masyarakat,
5/9/2002) merupakan bukti, betapa institusi yang seyogianya menjadi
'penjaga
gawang' korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tidak memiliki pondasi
kuat
yang menyangganya.
Lagi-lagi, Islam dengan seabrek idealitas yang menyelimutinya sangat
diragukan untuk dapat tampil, at least, sebagai pemberi solusi atas
persoalan moralitas. Islam, dalam pengertian ini, hanya mampu menandai
dan
kemudian 'mengambinghitamkan' persoalan korupsi misalnya, dengan
labelisasi
haram-halal semata. Islam hanya memosisikan dirinya sebagai 'juru
dakwah'
yang acap kali abai dengan persoalan psikis pemeluknya, sehingga seolah
sang
'juru dakwah' sering tidak tepat memberi ramuan manjur untuk mengobati
penyakit pemeluknya karena tidak memahami persoalan yang sesungguhnya.
***
Tak dapat disangkal lagi, demikian ini karena yang dibidik Islam
hanyalah
aspek lahiriah, bukan batiniah pemeluknya. Padahal, ini menjadikan
doktrin
Islam yang ada diberlakukan secara kaku dan rigid serta cenderung
mengedepankan legal-formalnya belaka. Dalam bentuk ini, doktrin Islam
acap
kali tidak menyentuh akar subtansi, berupa maslahah yang disyariatkan
Allah
swt. Kemaslahatan umum (al-maslahat al-ammah) yang menjadi inspirasi
utama
Islam (M Abu Zahroh, tt), dengan demikian, terabaikan dalam langgam
kehidupan praktis keberislaman umat.
Tercerabutnya akar maslahah ini dari kehidupan umat, tentu saja
berimplikasi
logis terhadap kehidupan sehari-harinya. Yang utama sekali bahwa
jargon-jargon moral yang diusung Islam seperti keharaman zina, minuman
keras, dan lain sebagainya menjadi sangat tidak berarti ketika
vis-a-vis
kebobrokan umat, disinyalir karena (jargon ini) tidak mengandung atau
kering
kerontang unsur maslahah, karena jargon ini berkisar hanya pada dataran
kulit dan tidak pada aras isi-subtansionalnya.
Islam dengan modul seperti ini, hanya mampu 'berkoar-koar' mengobarkan
perang terhadap degradasi moral, dengan mengabaikan situasi psikologis
pemeluknya. 'Riak-riak' yang menggelora dalam jiwa pemeluk serasa tanpa
punya arti penting dalam doktrin Islam ini. Padahal, 'riak-riak' inilah
yang
sesungguhnya berperan aktif menstimulus tindakan-praktis umat. Bahkan,
90%
tindakan umat sangat boleh jadi dipengaruhi oleh 'riak-riak' ini.
Karena ini, yang juga harus dilihat, bahwa yang menjadi faktor
determinan
bukanlah semata-mata suara imperatif (kewajiban dan larangan) agama,
melainkan juga faktor dalam psikologis pemeluknya. Faktor ekstern,
berupa
perintah-perintah Tuhan, berkelindan dengan faktor intern pemeluk yang
mewujud dalam konfigurasi psikisnya, untuk menghadirkan tindakan
praktis
mereka. Dengan kata lain, agama berikut doktrin rigid-nya bukanlah
satu-satunya faktor pemicu tindak amoral umat, melainkan ia hanya salah
satu
yang bisa dijadikan acuan. Masih ada faktor lain, yaitu faktor intern
(psikis umat) yang ikut serta memengaruhi pola keberislaman umat.
***
'Islam Terapan', sebuah istilah yang menurut hemat saya, tepat untuk
mendeskripsikan solusi Islam dalam bentuk praksisnya. 'Islam Terapan'
adalah
modul Islam komprehensif menyinambungkan gagasan moral (Islam) yang
melangit
untuk diturunkan dalam aksi konkret. Gagasan moral ini, bagaimana juga
harus
diteruskan dengan langkah-langkah taktis, demi perolehan cita-cita
ideal
Islam. Tanpa ini, bukan mustahil cita-cita mulia Islam, untuk
menciptakan
tatanan moral yang agung, sulit atau bahkan mustahil akan digapai umat.
Item yang penting dicatat dalam Islam jenis ini adalah bahwa tujuan
pencapaian cita-cita moral Islam sangat memerhatikan pelbagai unsur
yang
masuk dalam person pemeluknya. Jika dikalkulasi secara matematis, unsur
yang
ada dalam jiwa individu Islam bisa saja berupa: agama (vs abangan),
filsafat, pendidikan, faktor lingkungan, dan seterusnya dengan
persentase
yang senantiasa mengalami perkembangan, sangatlah bertauterat dengan
tindak-laku umat. Unsur agama, bisa dominan suatu saat, tetapi pada
saat
yang lain, ia bahkan bisa ada dalam nomor urut terakhir. Demikian
halnya,
unsur lainnya; ia bisa berfluktuasi secara terus-menerus.
Ketika seseorang melakukan tindakan amoral, sesungguhnya dalam
psikisnya
terjadi gejolak yang saling bertarung; antara kekuatan-kekuatan agama,
filsafat, pendidikan, dan lain sebagainya. Jika pertarungan dimenangkan
oleh
unsur agama, tentu ia akan dituntun oleh petunjuk baik dalam agama.
Sebaliknya, jika yang menang adalah unsur negatif, lebih-lebih ia
menjadi
unsur yang sangat dominan dalam perilakunya, umat akan dijerumuskan
dalam
lembah keterpurukan moral. Jika yang terakhir terjadi, upaya apa pun
dalam
bentuk internalisasi doktrin agama (Islam) tidak akan berefek positif
terhadap perilaku umat.
Oleh karena itu, sesungguhnya yang sangat urgen untuk diusahakan adalah
bagaimana agar agama menjadi yang dominan. Secara pelan, unsur agama
dengan
segenap moralnya, harus menjadi unsur par exellence, sehingga tindakan
umat
akan selalu ada dalam bayang-bayang moral. Penyingkiran unsur lain,
tentu
dengan cara-cara yang logis-rasional, harus mendapat porsi besar untuk
kemudian menjadikan umat ada dalam--bukan keterpaksaan, melainkan
kesadaran
penuh akan maslahah yang dikandung agama (Islam).
'Islam Terapan', dengan demikian, berhendak kuat untuk membentuk
keberislaman umat, agar sesuai dengan tuntunan agama dan tidak
menyimpang
darinya. Dengan cara ini pula, problem kesenjangan antara doktrin agama
dan
realita keberislaman umat yang jauh menyimpang akan terpecahkan dengan
sendirinya. Tidak akan ada lagi kasus bahwa umat melakukan penyimpangan
moral yang justru digembor-gemborkan agama. Sebaliknya, akan dijumpai
tatanan moral agung sebagaimana misi Islam; innama bu'itstu li utammima
makaarima al-akhlaq. Sesungguhnya aku (Muhammad saw) diutus untuk
menyempurnakan akhlak.***


_________________________________________________________________
Join the world’s largest e-mail service with MSN Hotmail. 
http://www.hotmail.com