[Nusantara] "Sato Sakaki" : Wanita Amerika : Bumerang Emansipasi
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 03:48:00 2002
"Sato Sakaki" : Wanita Amerika : Bumerang Emansipasi
Artikel ini kelihatannya ditulis dengan mengutip
sejumlah rujukan yang saya duga tidak menyertakan data
dan informasi yang lengkap dan sahih. Saya komentari
diantara beberapa paragraf agar para wanita anggota
milis WM dapat melihat gambaran yang lebih jernih.
--- Hadi <hadi_st@telkom.net> wrote:
> WANITA AMERIKA : BUMERANG EMANSIPASI
>
> Amerika adalah tempat lahirnya Gerakan Pembebasan
> Wanita atau Women Liberation Movement (Women+s Lib).
> Sampai saat ini wanita-wanita Amerikalah yang
> bersuara paling nyaring dalam memperjuangkan
> persamaan hak wanita. Suatu hal yang tidak
> mengherankan jika kita melihat bagaimana buruknya
> kondisi wanita Amerika sampai awal abad ke-20. Pada
> saat itu wanita Amerika dianggap sebagai warga
kelas > dua yang tidak boleh mengikuti pemilihan umum.
Benar, wanita Amerika baru diberi hak pilih dalam
pemilihan umum tahun 1920. (Sovyet Russia tahun 1917,
Inggris 1918, Jerman 1919.) Tapi negara mana yang
telah memberi hak pilih kepada wanita jauh lebih dulu?
> Dalam hukum perkawinan, wanita tidak berhak
> menguasai harta miliknya
> sendiri, sekalipun dia dapatkan dari bekerja. Harta
> itu tetap menjadi milik suaminya.
Itu tidak benar. Rujukan anda keliru. Yang benar
adalah isteri tidak boleh menandatangani kontrak atau
mengajukan gugatan perdata tanpa izin suaminya. Kalau
wanita yang tidak bersuami ya bisa saja.
> Begitu pula dalam bidang pendidikan, kaum
> wanita menemui banyak hambatan untuk mendapatkan
> pendidikan yang sejajar dengan pria. Ibarat api
> dalam sekam, ketimpangan ini akhirnya melahirkan
> pemberontakan wanita Amerika, dengan munculnya
liberalisme yang menggugat tatanan masyarakat saat
itu.
> Feminisme liberal berusaha menyadarkan
> wanita bahwa mereka tertindas.
> Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik
> dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan
> menempatkan wanita pada posisi subordinat.
Disguised unemployment kalau cuma mencari kutu atau
bergunjing. Tetapi produktif jika mereka ikut bertanam
sayur dan bumbu di belakang dapur atau mengurus
kandang ayam dan menggembalakan ternak, selagi
melakukan kerja rutin mencuci, nyetrika, mengurus
dapur dan mengurus anak.
> Budaya masyarakat Amerika yang materialis dan
> individualis, menjadi media kultur yang sesuai bagi
> propaganda mereka. Para wanita kemudian tergiring
> keluar rumah, bersaing dalam karir dengan pria dan
> enggan menampakkan ketergantungan pada pria.
> Namun ternyata keberhasilan feminisme adalah
> keberhasilan yang semu belaka.
Siapa bilang keberhasilan semu?
Tahun 1972 hanya ada 12 ribu pengacara (lawyers)
wanita dan hanya 34 ribu dokter wanita. Tahun 1988
jumlahnya melonjak menjadi 140 ribu pengacara wanita
dan 108 ribu dokter wanita. Kira-kira saja berapa
jumlah mereka 14 tahun kemudian. Dan sejak tahun
1980-an dari tahun ke tahun lebih banyak wanita yang
meraih gelar bachelor dan master dibanding laki-laki.
Untuk tahun ajaran 1999-2000 bachelor 56,3 persen dan
master: 57,7 persen.
Untuk gelar doktor (PhD) wanita 40 persen (data tahun
1996) naik dari hanya 14 persen pada awal tahun 70-an.
Dan untuk ijazah dokter (MD) wanita meraih 41 persen,
tahun 1996 hanya 8 persen. (Jadi siapa bilang
laki-laki dua kali lebih cerdas dari perempuan?
Hehehehe.) Perempuan memasuki berbagai bidang
pekerjaan yang sebelumnya tertutup bagi mereka.
Akademi militer ke-empat angkatan dibuka bagi mereka
tahun 1976. Dengan demikian mereka tidak hanya
mengambilalih kemudi truk logistik militer tetapi juga
bisa ikut menerbangkan pesawat militer. Sebagai contoh
di Angkatan Laut saja ada 600 pilot wanita, banyak
diantaranya menerbangkan pesawat jet tempur F-14 dan
F-18 yang berpangkalan di kapal-kapal induk. Ada yang
menduduki posisi komandan kapal perang. Tapi memang
masih sedikit yang berhasil naik pangkat menjadi
jenderal dan baru satu yang menyandang pangkat
jenderal bintang tiga.
> Tidak seperti yang diharapkan, walaupun jumlah
> wanita yang bekerja di luar rumah semakin banyak,
> namun kondisi ekonomi mereka tidak banyak
> berubah. Dua dari tiga orang dewasa yang miskin di
> Amerika adalah wanita.
Lha kok iya? Dengan begitu banyaknya mereka yang
meraih gelar bachelor dan master, begitu banyaknya
yang menyandang gelar doktor (PhD), dan dengan begitu
banyaknya yang buka praktek sebagai dokter dan
pengacara (lawyers), kondisi ekonomi mereka tidak
banyak berubah? Dan yang miskin itu yang bagaimana?
Garis kemiskinan di AS adalah sekitar 17 ribu dollar
setahun untuk keluarga empat orang. Kalau keluarga itu
berpenghasilan di bawah 17 ribu dollar setahun maka
mereka berhak dapat santunan sosial (welfare) dari
negara. Kalau seorang janda punya dua anak, dia dapat
tunjangan untuk kedua anaknya. Dulu setiap anak dapat
tunjangan sehingga si perempuan maunya beranak saja
tiap tahun walaupun tidak punya suami. (Banyak anak
banyak rejeki. Hehehehe) Lalu dibatasi sampai dua anak
saja, dan dibatasi lamanya tunjangan diberikan untuk
mendorong supaya si ibu berusaha mencari kerja dan
tidak terus-terusan bergantung pada welfare. Keputusan
ini pernah dipertanyakan keras oleh kalangan
kulithitam karena secara persentase merekalah yang
paling banyak menerima welfare ini.
> Tingkat upah pun menunjukkan gambaran serupa. Data
> tahun 1985 menunjukkan ingkat upah rata-rata wanita
> di AS adalah 64% tingkat upah pria; kondisi
> ini serupa dengan pada tahun 1939.
Saya tidak mengerti apa yang anda maksud dengan upah
rata-rata. Undang-undang yang disebut The Equal Pay
Rights tahun 1963 yang dicapai berkat perjuangan
kesetaraan gender mengharuskan pembayaran gaji yang
setara antara perempuan dan laki-laki yang melakukan
pekerjaan yang sama.
> Yang lebih menyedihkan adalah bahwa
> emansipasi yang mereka perjuangkan justru
memunculkan > permasalahan baru bagi wanita. Salah
satu yang paling
> nampak adalah tingginya angka perceraian. Di AS
> angka perceraian meningkat dengan tajam sejak tahun
> 1960-an. Tahun 1980 jumlah anak yang dibesarkan
> oleh kepala keluarga wanita telah mencapai 50 %.
Kalau ini memang benar. Menurut angka statistik tahun
1998 21,6 persen perempuan berumur 30-34 tahun mengaku
belum atau tidak menikah. Kenaikan dari hanya 6,2
persen tahun 1970. Hampir separuh wanita berusia 15
tahun ke atas tercatat tidak kawin. 25 persen tidak
pernah kawin, 12,9 persen bercerai atau pisah rumah,
dan 10 persen janda.
> Perceraian dengan beban pengasuhan anak-anak
> menyebabkan kondisi yang menyedihkan pada banyak
> wanita. Majalah Fortune melaporkan bahwa penyebab
> utama perceraian maupun gangguan hubungan sosial >
dalam keluarga adalah stress yang dialami para
> wanita eksekutif. Mereka yang berpacu dalam dunia
> materi tanpa mengenal hakikat halal haram dan penuh
> dengan penipuan, banyak dirundung kekecewaan,
> kekhawatiran, ketidakpuasan yang akhirnya mengganggu
> pelaksanaan tanggung jawab mereka dalam keluarga.
Kerena itu mereka memperjuangkan undang-undang yang
mewajibkan tempat-tempat kerja menyediakan panti
penitipan bayi. Mereka berhasil menggolkan
undang-undang pemberian cuti hamil dan cuti melahirkan
serta yang disebut family leave, hak cuti jika ada
anggota keluarga yang sakit. Dan untuk mencegah
kelahiran yang tidak diinginkan mereka memperjuangkan
apa yang disebut sebagai "women's choice" yang
menghasilkan keputusan the US Supreme Court (Mahkamah
Agung) dalam perkara Roe vs Wade tahun 1973 yang
praktis melegalisasi aborsi bagi kandungan berusia di
bawah tiga bulan.
> Sementara itu kriminalitas terhadap wanita
> di Amerika juga meningkat. Kekerasan fisik dialami
> wanita setiap 8 detik. Rata-rata seorang wanita
> diperkosa setiap 6 menit (termasuk kasus
date-rapes).
Karena dimasukkan juga kasus pemerkosaan oleh suami
sendiri yang disini diperlakukan sebagai kejahatan
pidana yang diancam dengan hukuman penjara. (Jadi
berbeda dengan di banyak negara lain dimana seorang
isteri harus mau walau di punggung onta sekalipun.
Hehehehe.)
> Kenyataan ini tidak bisa dipisahkan dari propaganda
> feminis yang menuntut kebebasan utuh dan
> sejajar dengan pria yang membawa kecenderungan
> pergaulan bebas dan keengganan menikah.
> Kita bukan akan memperbincangkan hukum
> wanita bekerja dan keluar rumah menurut kacamata
> Islam. Kita hanya akan meninjau hakikat pembebasan
> wanita yang propagandanya begitu menyilaukan wanita
> sedunia, termasuk wanita
> muslim. Jika kita teliti merunut realitas wanita
> Amerika, akan nampak nyata bahwa apa yang mereka
> gembar-gemborkan sebagai pembebasan wanita tidak
lain
> hanyalah proses menjadikan wanita sebagai budak
> kapitalisme. Sebagai hasil pembebasan wanita kita
> menyaksikan berbagai cabang industri lahir dengan
> wanita sebagai komoditi atau pasar potensial.
> Industri fashion, kosmetik dan produk diet
> berkembang pesat dengan permintaan yang besar dari
> para wanita karir. Karena para ibu menjadi sangat
> sibuk di luar rumah, mereka memerlukan toys, games
> atau Day Care Centers untuk mengasuh anak-anak. Para
> ibu bekerja juga memerlukan alternatif fast food
> atau ready to serve products. Belum lagi kita tengok
> wanita yang menjadi komoditi perdagangan,
> dalam bisnis seks ataupun bisnis lain yang
> mengeksploitasi kewanitaan, baik iklan, film, maupun
> bidang jasa.
Yang jelas dari sudut pandang perekonomian,
produktivitas kerja akan mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Perempuan yang bekerja akan menambah daya beli
keluarga, yang berarti meningkatnya kemakmuran dan
demand. Demand (kebutuhan) akan perlengkapan kosmetik,
pakaian, mainan anak, rumah yang lebih baik atau
hiburan akan memacu berbagai sektor kegiatan ekonomi
seperti industri, perdagangan dan layanan jasa yang
akan semakin membuka kesempatan kerja bagi laki-laki
dan perempuan. Dan ini semua sangat bermanfaat bagi
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Bukankah ini
bagus? Dengan terbukanya kesempatan kerja yang luas
bagi pria dan wanita berarti semakin tinggi
produktivitas suatu bangsa karena semakin kecil
tingkat pengangguran termasuk pengangguran terselubung
(disguised unemployment).
> Tidak diragukan lagi ide pembebasan wanita
> yang lahir di Amerika bukanlah perjuangan yang
> menghasilkan penghormatan terhadap martabat wanita ,
> karena itu tidak layak dianut oleh muslim. Yang
> menjajah wanita bukanlah pria, melainkan peraturan
> yang direka-reka sendiri oleh manusia, yang pada
> akhirnya bertentangan dengan kemanusiaan manusia !
> (nim)
Saya pertanyakan mengenai martabat wanita. Apakah
dengan semakin banyaknya wanita yang menjadi dosen di
perguruan tinggi, berprofesi sebagai dokter atau buka
praktek sebagai lawyers ini bukan menaikkan
penghormatan akan martabat wanita? Apakah para
perempuan yang hanya mencari kutu dan bergunjing
dengan tetangga dari hari-ke-hari lebih terhormat dari
mereka?
Dan sebagai tambahan baiklah saya kemukakan beberapa
pencapaian nyata yang sudah dihasilkan oleh perjuangan
emansipasi wanita (kesetaraan gender) di Amerika untuk
dijadikan perbandingan dengan kenyataan di negeri
kita.
Tahun 1963 berhasil diundangkan The Equal Pay Act yang
melarang pemberian gaji/upah yang berbeda bagi
laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama.
Undang-undang yang disebut the Civil Rights Act tahun
1964 Pasal VII melarang diskriminasi di bidang
pekerjaan atas dasar JENIS KELAMIN, warna kulit, ras,
asal-muasal bangsa ataupun agama.
Undang-Undang yang disebut the Educatian Amendments
tahun 1972 melarang diskriminasi atas dasar jenis
kelamin oleh sekolah dan perguruan tinggi yang
menerima dana federal di semua bidang aktivitas
sekolah, yang mencakup penerimaan, olahraga dan
program-program pendidikan.
The Equal Credit Opportunity Act yang berlaku tahun
1975 melarang bank-bank, pasar swalayan, toko atau
organisasi lain melakukan diskriminasi jenis kelamin
dalam pemberian kredit atau pinjaman.
Tetapi ada satu rancangan undang-undang yang gagal
mereka golkan walau sudah disetujui Kongres, yaitu
yang disebut dengan Equal Rights Amendment yang
berbunyi: "Equality of rights under the law shall not
be denied or abridged by the United Stets or any
states on account of sex." Rancangan amandemen
Undang-Undang Dasar ini tidak berhasil memperoleh
ratifikasi dari paling sedikit 38 dari 50 negarabagian
AS seperti ketetapan konstitusi. Sampai batas waktu
tahun 1982, hanya 35 negarabagian yang setuju
me-ratifikasi. Alasan negarabagian yang menolak
adalah: amandemen itu tidak lagi akan membedakan
perempuan dan laki-laki dalam hal tugas militer dan
akan menyebabkan wanita kehilangan hak untuk mendapat
dukungan keuangan dari suami mereka.
Dan sebagai penutup baiklah saya tanya: sesudah
membaca semua yang saya bentangkan di atas, apakah
para anggota milis ini (yang wanita) masih setuju
dengan pernyataan bahwa emansipasi wanita atau
perjuangan kesetaraan gender itu lebih banyak
mudharatnya daripada manfaat?
Sato Sakaki,
Los Angeles, California
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com