[Nusantara] "babat" Pemahaman akan Kepentingan Negara

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 03:48:24 2002


"babat" Pemahaman akan Kepentingan Negara 
 
Saat ini, dengan mulainya  komentar2 emosional
Megawati sepulangnya
dari mancanegara, pasti akan muncul lagi debat tentang
Kebenaran, demi
negara dan nasionalisme.   Dan memang sepantasnya hal2
ini dibicarakan.
Kita lihat dibawah ini apa saja yang penting
dimengerti.

Sebagian besar dari pembicara hal2 ini, akan
memompakan 'jamu' mereka
masing2, definisi dan logika yang ujung2nya 'nyebul
ndas sepur' alias
memuji diri sendiri.   Termasuk presiden kita nan
kepepet - Megawati.  
Dan lawan2, juga 'calon lawan' atau  'calon kawan'
malahan 'bakal calon
lawan' atawa 'calon lawan yang jadi bakal kawan'  
beliau  ...  :)  

Dalam tulisan ini daku tidak berniat ngikut2 taruban
itu tapi lihat apa
saja sih faktor2nya.  Kita lihat sesungguhnya apa sih
'Kebenaran' dalam
pengertian 'demi negara'  (public domain) , mengenai
nasionalisme dan
patriotisme itu.

Sesungguhnya, kita mempunyai keuntungan dalam
mempelajari sejarah ,
wisdom of hindsight - yaitu memahami apa yg se-bener2
nya terjadi,
karena sang waktu membuka semua baju setelah lewat
beberapa lama
(dekade biasanya). Bukan hanya dari bacot brosur sang
begundal  :)

Pertama, apakah memang sesungguhnya 'clash of
ideology' atau
perbenturan ideologi (atau kebudayaan , kalau mau
lebih lebar lagi) itu
memang pernah terjadi ?   Clash dimana Sauron tabrakan
sama Gandalf,
Kurawa lawan Amarta, Kapitalisme lawan Sosialisme,
Hitam lawan Putih,
Yang Baik lawan Yang Jahat ?
Dengan sungguh2 memikirkannya , kurasa kita akan
menjawab : Ya. 
Kadang2 terjadi clash yg sangat jelas.  Seperti waktu
Cortez ngamuk di
benua Amerika baru , membantai kaum Indian demi emas
eldorado.  Ya. 
Waktu perang agama pada saat2 pertama, perang Badar,
perang Andalus,
penyerbuan Goth ke Roma, Hannibal nyebar, Timorlane. 
Hitler menyerang
Polandia, Jepang menyerang Cina.
Ya.  Hal2 ini terjadi. Kadang2..  peperangan dimana
'killed or be
killed' sangat clear dan contrast.

Tetapi, perang terjadi jutaan kali, berapa persen yg
benar2 'bubat'
seperti itu ?  Apakah perang Diponegoro lawan kumpeni
itu bubat? 
Bagaimana dengan dorongan2 yang sifatnya pribadi
seperti tanah perdikan
digusur?  Perang Hasanudin?   perang kemerdekaan
Indonesia ?  (siapa
lawannya? belanda? jepang?  :)
'Perang' G30S ?   'Perang reformasi' kini ?

Jelas, secara sekilas pun kita tahu, bahwa pemimpin2
perang itu, kiri
maupun kanan, ingin sekali menyatakan kepada anak
buahnya (dan penonton
maupun sejarah) bahwa perangnya dia itu bubat total,
dengan dirinya
sebagai sisih kanan.   Tetapi kita harus ingat bahwa
'omongan pemain'
ini sangat suspect - karena mereka mendapat profit
langsung dari akibat
omongan2 itu.  

Kejadian G30S misalnya, tidak mengatakan bahwa PKI
tidak gombal, tetapi
apakah Angkatan 66 dan pasukan HMS itu benar2 'bubat'
lawan komunis ?  
Atau 'bubat' untuk diri sendiri ?  Jika kita ikutan
jalan sama Akbar
Tanjung waktu itu, pasti dengan gegap gempita kita
nyebut bahwa 'bubat
pol'!  Tetapi setelah kita melihat Akbar 35 tahun
kemudian ....... 
(bahkan mungkin cukup 3 tahun kemudian !).
Apakah akbar itu benar2 pernah memikirkan hal2 lain
selain diri dan
keluarganya ? 

Pertanyaan2 ini penting, karena hal yang sama,  sangat
clear cetho
welo2 - juga terjadi lagi 1998.  Apakah 'Empat
serangkai' (GD, AR, MW,
AT) waktu itu 'repormis tulen' ?  Khususnya AR, bagi
mereka2 yang
ngikut ndekem nyas-nyasan (=ber-debar2) tonilan sama
kopassus mei 1998
itu, tentu jelas gemborannya, bahwa AR 'sungguh
serious' .....  :)   
Tetapi sekarang ?  Siapa yg bisa secara waras dan
nggenah (gak
cengengesan!) bisa mengatakan bahwa AR serius 'demi
negara' (ya waktu
itu, ya sekarang) ?  

Atau kalau kita mundur lagi, yang lebih cetho - apakah
Bung Karno
patriot sejati ?  Pas 1945.  Dia ragu2 , dia
kolaborasi sama Jepang,
dia takut kulitnya tergores.  Tetapi bisa kita katakan
bahwa pada
tahun2 1945 - 1950an BK benar2 serius demi negara. 
Bagaimana
sesudahnya ? sekitar 1960an ? Setelah pakean jas
ber-tumpuk2 gampang
diperoleh, cewek mulus prawan janda pathing telosor ? 
 Kapan BK 'mulai
memikirkan diri sendiri ' ?

Lebih mudah lagi kita memikirkan hal2 ini dengan
membandingkan sang
tokoh dengan tokoh lain.  Bung Karno ditanding Bung
Hatta.  Apa lainnya
?   Hatta tetap sederhana, Hatta memikirkan hal2 yg
esensial untuk
rakyat banyak, seperti koperasi, kesejahteraan rakyat
kecil.   Dan
Hatta tenggelam dalam kancah kekuasaan.

Tidak jauh2 - sekarangpun kita bisa membandingkan AR
(atau GD sekalian)
dengan cak Nurcholish Madjid.   Cak Nur biasa2 saja,
ucapannya selalu
menyatakan hal2 yg esensial bagi negara.  Tetapi cak
Nur juga
'tenggelam' - dalam artian tidak dapat peran besar
(apalagi peran besar
tanpa modal / vote besar kaya AR :).

Siapa yang lebih 'demi negara' ?   Bung Hatta atau
Bung Karno ?   Cak
Nur atau Amien Rais ?

Jika kita melihat 'jasa nyata'.  BK berhasil membuat
Indonesia masuk
dalam catatan didunia, lewat konperensi AA, Ganefo,
perang
anti-malaysia, Goto-hell, ancaman komunisme asia,
monumen2 besar,
istri2 beken ...   Hatta meninggalkan catatan2
sejarah, yang makin lama
makin tampak nilai kesejarahannya - dan pemahaman
bahwa bangsa
Indonesia yang 'bodoh' itu mempunyai juga anak2 yang
cerdas (ya bukan
hanya Hatta, tetapi jelas Hatta salah satunya ...).  
Seratus dua ratus
tahun lagi, siapa yg penting ?  Lalu, siapa yang
benar2 memikirkan
bangsanya, siapa yang 'sambil lalu' ?

Lalu, angkatan 66.  Apa jasa HMS ?  Membangun
Indonesia besar2an... 
jalan2 raya yang jauh lebih baik daripada 'sisa
daendels' tinggalan
BK...  Membangun citra Indonesia sebagai bangsa kaya
raya di Singapore
dan California  :)   Akbar tanjung membuktikan bahwa
'batak bisa lebih
jawa dari jawa kalau mau'    (dalam hal menjilat dan
korupsi :).   
Apakah mereka2 ini benar2 memikirkan kepentingan
bangsa - atau hanya
kalau kebetulan sejalan dengan kepentingan pribadinya
saja ?

Saat ini, apa 'jasa' Gus Dur atau AR ?  membuat geger,
membuktikan
bahwa semua orang 'berhak' nyolong ...  :)   Apa jasa
cak Nur ? 
Memberi kesadaran bahwa tidak semua orang Indonesia
mau nyolong walau
diberi kesempatan atau bahkan di-paksa2    :)

Apa artinya ini semua ?
Siapakah yang 'berjasa bagi negara'  ?
Secara tolol2an - sangat mudah dikatakan bahwa
pemimpin negara itulah
yg berjasa bagi negara.   Tetapi dari sejarah kita
melihat secara
sangat jelas, bahwa sebagian besar pemimpin2 itu
bekerja demi dirinya
sendiri - hanya terkadang saja 'tujuan negara' itu
bersinggungan dengan
tujuan pribadi (angkatan 66 pas orde baru, angkatan 98
pas reformasi). 
Tetapi begitu faktor2 lingkungan membuat
ketersinggungan itu berpisah -
tidak lagi ada kesamaan tujuan - maka hampir selalu
(dengan
perkecualian2 kontras seperti kasus bung Hatta dulu)
tujuan pribadi
didahulukan.  

Bahkan kesamaan tujuan sesaat tidak berarti bahwa
sesungguhnya memang
demikian (catatan ini penting , karena manungsa kaya
AR saat ini merasa
bahwa 'pura2 baik' adalah strategi terbaik saat ini
--> dan benar!
memang AR politisi maling paling nguteks ...   he he)

Sekaligus, mereka2 yang berani 'mendahulukan
kepentingan pribadi' ini
juga tampak dari sejarah lebih berhasil tampil
daripada yang
mendahulukan kepentingan umum.   Ada korelasi kuat -
bahwa untuk menang
berebut menjadi pemimpin yang tampil - anda harus
sangat tegas
'membuktikan diri' - tegas menyatakan kemauan pribadi
anda.

'Hypothesa' diatas kurasa akan didukung korelasi kuat
dari data sejarah
secara makro - dan sekaligus juga didukung data mikro
- jika anda mau
ngobrol2 sama anggota DPR, menteri dan pejabat2 lain
saat ini (hayo
cepat !  mumpung masih pada bodo2 dan blos2an kalo
ngomong di tempat2
informal!  Sebentar lagi mereka bakal nyonto AR dan
'pura2 baik' !!)

Ada korelasi negatif antara berpikir untuk kepentingan
umum dan
kemajuan karir pegawai negeri.  Dalam jaman HMS hal2
ini sangat jelas2
gamblang, bahkan bisa dipastikan ada korelasi negatif
antara kemajuan
karir dan sikap anti-korupsi waktu itu.    Setelah
reformasi, kita
semua harap2 cemas - dan hasilnya?  Justru lebih clear
lagi saat ini. 
Anggota2 PDIP saat ini - jauh lebih rakus dan kasar
daripada golkar
jaman orde baru.  Alasannya ?   Karena lebih kere dan
lebih 'buru2' 
...

Dari sisi manusiawi individuil - sesungguhnya hal2 ini
sangat mudah
dimengerti.  Banyak diantara pejabat pdip adalah kere2
sebelumnya - dan
dari dulu ber-tahun2 sangat ngiler melihat rampog2
(golkar)  di
kalangan pemerintahan.  Saat ini pintu untuk itu
terbuka lebar - dan
sangat manusiawi jika banyak yg sangat kepengin  (
understandable tapi
tetap ae gombal! )
Terutama karena sisi negatifnya - resiko ketangkap
atau dipermalukan -
biasanya 'bisa diatasi'.

Memahami hal2 ini adalah perlu.  Tidak secara sinis
menghina dan
mengangkat diri - tetapi juga tidak menerimanya begitu
saja sebagai
'kenyataan seharusnya' karena tidak bisa berbuat apa2.

KESIMPULAN?

Konsep 'demi negara' atau 'demi publik' adalah konsep
yg abstrak. 
Memerlukan pemahaman nalar dan hati.  Sedangkan 'demi
diri sendiri'
(dan ditambah 'demi famili') itu adalah konsep
biologis - instink yang
built-in pada makluk sosial (bahkan bukan hanya
manusia, termasuk
anjing dan meerkat --> baca di National Geograpic
terbaru :).    Semua
manusia - termasuk yg rendah pendidikan dan rendah
moralnya - memiliki
konsep kepentingan pribadi (yang bisa juga diperluas
ke 'suku' lewat
budaya tradisional).

Dan dorongan untuk hal2 yg pada dasarnya bersifat
biologis adalah jauh
lebih kuat daripada yg bukan, terkadang malah sudah
masuk bawah sadar
('rakus standard').

Dan hampir semua pemimpin Indonesia (atau dalam
sejarah manusia umumnya
malah) gagal menahan diri dari dorongan2 yang sifatnya
pribadi ini ,
pada saat berkuasa (yaitu pada saat dimana batasan2
luar atas
kepentingan2 pribadi ini berkurang, sekaligus juga
dorongan untuk
'menyatakan diri' menguat).

Begitu banyaknya kegagalan, begitu banyaknya
bung-karno2 dibanding
bung-hatta2 ; atau amienrais2 dibanding cak-nur2 .....
sehingga
'gambling' atas hal ini (= mengharapkan seorang
pemimpin akan otomatis
baik, atau malah makin baik! setelah berkuasa)
sesungguhnya sure loser.

Tentu saja, secara implisit atau eksplisit (lewat
pembisik dan gedibal
yang sekarang makin berpendidikan tinggi :) para
pemimpin itu sendiri
juga menyadarinya.  Dan biasanya lalu mengarang suatu
'story'  atau
plot panjang tentang role mereka yang mendukung
pengumpulan kekuasaan
pada dirinya dalam waktu makin panjang (dan agama
adalah 'story' yang
paling mudah dipakai --> qsar2an! :)

Kedua, apakah benar2 para pemimpin formal itulah yang
'berjasa bagi
negara'  ?  Benarkah begitu ?  Apakah ketua MPR
Harmoko dulu berjasa
bagi negara ( he he .. terasa komikal memikirkannya -
tapi harmoko
adalah 'pemimpin negara' selama ber-tahun2 !!) ...  
Apakah wiranto
berjasa ?  even demi TNI ?
Sebaliknya, apakah Hatta 'kurang berjasa' dalam
(menahan) kehancuran
jaman BK ?
Apakah cak-Nur 'kurang berjasa' dalam (menahan)
keruntuhan reformasi ? 
(siapa yang 'lebih berjasa' dalam mendorong keruntuhan
reformasi ? 
habibi? gusdur ? megawati ? tommy suharto ?)

Kadang2 bahkan satu (atau sederetan sejenis)  tindakan
saja yang
mengakibatkan keruntuhan.  HMS 'kebablasan' memuktikan
diri dan
keluarganya - karena memang tidak ada conto apa2 buat
dirinya yang
terlahir sangat kere (sehingga nyap-nyap terus
ketakutan jatuh kere
lagi).   Prabowo bablas buru2 pengin segera kuasa
sebelum waktunya
hingga maksa - saking dari kecil terlalu besar harapan
di'beban'kan
pada dirinya yang relatif rada bodo dibanding bapak
dan saudaranya   :)
Gusdur kebablasan nganggap dirinya sakti mandraguna -
saking di-subya2
sama gedibal-nya secara gegap gempita, mengingatkannya
lagi akan masa
kecilnya yang pol sakkepenakke dan tetap di-puji2
sebagai anak lelaki
dan cucu tokoh agama.

Megawati bablas nganggap dirinya 'menyambung wangsa
bapaknya' walau
merasa diri pribadi bodo dan wagu  - juga karena
di-subya amblas oleh
gedibal abis2an.  

Semua orang membawa beban2 kejiwaan masing2 - dan
semua orang di-subya
oleh gedibal maling kere2 yang pengin segera sugih
dengan menggedibal
(yang masing2 secara individuil mempunyai alasan2nya
sendiri yg juga
sahih! :).  Semua kencenderungan ini adalah kearah
'kegagalan', dalam
arti memenangkan kepentingan pribadi yang riil dan
jelas dibanding
'kepentingan negara' yang abstrak, perlu penalaran dan
bergeser sesuai
waktu ....

Hanya pemaksaan - pemaksaan pada pimpinan - yang
mencegah dorongan
'alamiah' itu menjadi kenyataan.  Dan jika kita
melihat pada sejarah
lagi - kali ini sejarah negara2 maju - memang
demikianlah adanya. 
Secara manusia, penduduk negara maju - termasuk Bush
di Amerika - sama
saja.  Yang beda adalah sistemnya.   Sistem yang
mempunyai 'Anti
Directors Rights' - Hak2 Membatasi Penguasa.

Dengan catatan ini - kita harus menilai pemimpin2
Indonesia saat ini. 
Karena - karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia
terus2an ini
hanya dapat disembuhkan melalui sistem pemerintahan -
kepemimpinan -
yang baik ..  dalam jangka panjang.

Dengan satu dan lain cara - para pemimpin Indonesia
harus menerima
message ini - bahwa mereka dituntut untuk lebih
berpikir , tidak
mengandalkan instink biologis nya doang - memahami
masalah, memahami
penalarannya, dan seandainyapun tidak mampu
memikirkannya sendiri ,
mampu mengerti penyelesaian jika ada orang yang
mengajukannya ....  
Semua ini - tidak bisa seenaknya - bisa dianggap
(Megawati sudah
berkali2 menyatakannya, misalnya bahwa dirinya tidak
ada waktu buat
keluarga lagi .. he he ) sebagai 'pengorbanan' . 
Mungkin saja  "sudah
kwasa tidak boleh seenaknya" itu pengorbanan!  karena
impian dari semua
mental-kuli adalah bisa seenaknya setelah kwasa. 
Tentu saja jenisnya
beda jauh dari pengorbanan riil rakyat jelata !!

Dalam konteks ini , jelas bahwa Megawati, apalagi
Hamzah Haz 'tidak
nangkap' - mereka tampak masih tetap merasa bahwa
menjadi penguasa itu
identik dengan kemukten, dan pertanggung-jawaban itu
adalah masalah
kawula.   Bahkan ber-pura2 mengerti pun mereka kurang
mampu.

Yang tampak sangat ahli dalam ber-pura2 - dan
kepentingan juga sangat
jelas karena ada harapan bisa naik pangkat - adalah
Amien Raies!!  kita
lihat saja - apakah ber-pura2 baik bisa membuat
seseorang menang dalam
politik (= dari sejarah : biasanya bisa ! dalam
politik pura2 atau
tidak itu hampir sama saja nilainya)

Terakhir, untuk kita semua : kita semua perlu
'mendidik' penguasa untuk
menjadi pemimpin yang baik.  Caranya adalah untuk
tidak (yaah,
setidaknya tidak semua lah ... selain anda2 yang
'terpaksa' demi makan!
) menggedibal secara goblog2an - kayak di jaman Gusdur
dulu -  pemimpin
suatu negara maju bukanlah seorang 'linuwih' atau
'kesabet wangsit'
atau 'penyambung dinasti' segala - mereka adalah
manajer yang digaji
untuk kerja ......  dan mereka2 ini cenderung maling2
karena sebagai
manusia biasanya mereka justru lebih asor dari rata2
kita - karena
untuk memenangkan game politik itu tidak bisa
dilakukan secara jujur
dan baik-hati. 

Demikian asornya - sehingga manusia2 yang benar2 baik
- seperti bung
Hatta dulu dan cak Nur kini - sangat risih
melakukannya , sehingga
melakukannya secara jelek dan tidak bisa menjadi
pemimpin ..  :-(

The biggest simalakama of all!! 
(tunggu saja apologia MW-HH)

bb


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com