[Nusantara] HANDRAWAN NADESUL: Kita Bangsa yang Hostil?
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 03:50:13 2002
Kita Bangsa yang Hostil?
Oleh Handrawan Nadesul
DALAM sejarah tidak sedikit catatan mengenai
bangsa-bangsa yang memiliki
perangai permusuhan (hostility). Jerman dan Inggris,
contohnya. Ada
drama-drama yang menunjukkan hadirnya sikap yang
sebetulnya destruktif.
Sekian generasi bangsa-bangsa mewarisi dan menyimpan
perangai yang tak
terpatahkan kekuatan akal sehat. Dan, kita masih
menyaksikan dalam
banyak faset kehidupan sampai sekarang.
Hari-hari ini kita membaca dan mendengar pernyataan
"keras" beberapa
pihak terhadap pemerintahan Malaysia, tetangga
serumpun. Bila hal itu
dianggap sebagai sikap yang lahir dari perangai
hostilitas, apa itu
bukan karena dulu sejarah pernah menyimpan ingatan
"Ganyang Malaysia"?
Apa karena itu juga, maka gara-gara urusan TKI lalu
tumbuh sikap serupa,
setidaknya di benak sementara orang? Atau adakah ihwal
lain?
Sikap hostil (hostile) sekelompok orang atau bangsa
bisa tumbuh terhadap
siapa pun. Bisa spesifik hanya terhadap pihak
tertentu, misal, bila rasa
kebangsaan terusik lalu hati bangsa menjadi lecet.
Terhadap kasus
Malaysia, apakah itu sikap reaktif kita saja, atau
kita memang sedang
menyimpan perangai hostil seperti itu?
Pada level personal, perangai hostil bisa terjadi pada
aspek kehidupan
mana saja. Dalam olahraga misalnya, perangai itu
mendapat peluang untuk
muncul pada personal-personal tertentu, dan berpotensi
mengendurkan
sportivitas. Karena menyimpan sikap hostilitas atas
lawan tanding,
misalnya, pertandingan menjadi tidak lagi taat aturan
main yang beradab.
Waktu Piala Dunia lalu, untuk memilih wasit pun,
sempat dipertimbangkan
kebangsaannya, agar luka sejarah oleh perangai hostil
yang mungkin
tersimpan di benak wasit, tidak mempengaruhi keputusan
yang diambil saat
pertandingan.
Psikodinamika perangai hostil bersifat khas. Anak yang
diasuh dan
dibesarkan secara keras dan kasar akan berkembang
menjadi personal yang
tinggi hostilitasnya. Selain kental perangai
hostilnya, ia menjadi anak
yang cenderung agresif terhadap teman sebaya, gampang
menyatakan sikap
permusuhan terhadap orang lain.
Pada anak yang memiliki perangai hostil, sikap
permusuhan gampang sekali
muncul, bahkan kadang tidak memenuhi kaidah akal
sehat, tak nalar
menurut ukuran tata krama maupun budi pekerti. Ada
sikap pokrol, sikap
tidak mau kalah, merasa ingin menang sendiri. Itulah
bagian perangai
hostil. Hal serupa juga bisa tumbuh pada bangsa yang
pernah diasuh rezim
otoriter seperti kita.
Orangtua yang memiliki perangai hostil sering membabi
buta membela anak
sendiri bila bertengkar dengan anak tetangga. Orangtua
tipe begini tidak
lagi melihat duduk perkara secara jernih. Tidak mau
tahu apa anaknya
benar atau salah, serta-merta melabrak anak
tetangganya. Tidak ada sikap
toleransi, tenggang rasa, atau menjaga perasaan orang
lain dalam
memutuskan sikap. Dalam takaran orang dengan
kerpibadian hostil, siapa
pun yang mengganggu, melukai, atau menyinggung
pihaknya, dirasakan patut
dilabrak.
***
APAKAH sebagai bangsa kita juga menyimpan perangai
serupa dalam urusan
TKI, saat ingin menunjukkan sikap pembelaan terhadap
bangsa sendiri? Apa
betul sedang tumbuh rasa kebangsaan yang tidak mau
tahu apa pun duduk
persoalannya, yang penting bangsa sendiri tidak boleh
dihina, dicederai.
Apa kita tergolong tipe orangtua yang tidak mau
menerima kesalahan anak
sendiri, sampai harus mengganggu hubungan hidup
bertetangga?
Sebagai bangsa beradab, kita patut segera menjauhi
perangai-perangai
tidak sehat semacam itu. Mungkin saja rakyat,
anak-anak bangsa di
akar-akar rumput yang dibesarkan oleh sikap asuhan
yang keras dan kasar
di tempo dulu, kini telah berkembang menjadi anak
bangsa yang hostil.
Namun, tidak selayaknya para petinggi bangsa, para
pengambil keputusan
memilih bersikap hostilitas juga, karena sesungguhnya
itu bukan perangai
sejati bangsa kita.
Sebagai bangsa yang ingin tetap dihargai, bukan
waktunya lagi
menunjukkan rasa kebangsaan yang sempit. Dalam posisi
ada di pihak yang
tidak bersalah pun, tetap diperlukan tenggang rasa
demi mengendurkan
sikap agresi dan permusuhan dengan pihak mana pun.
Apalagi kalau benar
kita sendiri yang bersalah.
Sungguh kita malu bila dunia memberi kita label
sebagai bangsa hostil.
Melihat peristiwa keseharian pun, kita perlu
memikirkan bagaimana
meredam anak-anak bangsa yang kian memperlihatkan
sikap hostil terhadap
saudara-saudaranya di negerinya sendiri. Kita
menyaksikan tumbuhnya
fakta kalau semua masalah kemasyarakatan cenderung
diselesaikan dengan
sikap permusuhan. Maling dihakimi dan diperlakukan
sebagai musuh. Anak
mencederai ayah sendiri dan melihatnya sebagai musuh.
Bahkan terhadap
pejabat, petinggi negeri, yang baru diduga bersalah,
orang menghadapi
dengan sikap permusuhan. Ada sikap agresi, sikap
amarah, dan rasa geram
di sana.
Adakah obatnya agar perangai hostil tidak muncul?
Tidak cukup dengan
akal sehat. Rasa kebangsaan perlu diluruskan. Bukan
zamannya lagi
memelihara kredo "mau salah mau benar, ini negeriku".
Kita mungkin akan
menjadi bangsa kerdil dan dikucilkan bila masih tetap
menganggap benar
bersikap dan berperangai hostil. Obat yang mungkin
kita butuhkan mungkin
dengan memekarkan rasa spiritualitas, bagaimana
menanam rasa beragama
yang benar.
Rasa kebangsaan, rasa kebersamaan perlu terus dipupuk
dan dibesarkan.
Pemerintah, tokoh, petinggi negeri, dan siapa pun
seyogianya tidak
gegabah menempatkan sikap menyalahkan orang lain bila
kesalahan ada pada
diri sendiri. Bahwa anak-anak bangsa dulu memang
dibesarkan oleh rezim
otoriter, yang menjadikan sebagian besar jiwa mereka
"lecet-lecet" lalu
berkembang menjadi personal-personal yang hostil,
biarlah itu menjadi
fakta sejarah.
Pikiran, rasa, dan perangai petinggi negeri mestinya
bertumbuh jauh
lebih luhur untuk tidak memelihara apa pun yang
beraroma hostilitas,
bukan lagi mengipasi, apalagi mengompori
saudara-saudara sebangsa yang
pernah luka dan lemah. Untuk itu, mungkin perlu
ditumbuhkan sikap
ksatria dan sportivitas tinggi sebagai bangsa, sosok
kepribadian matang
sebuah bangsa berbudaya.
HANDRAWAN NADESUL, Dokter, pengasuh rubrik kesehatan,
penulis kolom dan
buku
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com