[Nusantara] Abdurrahman Wahid : Dwifungsi ABRI: Prinsip dan Cara (Bagian 2)

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 12:49:13 2002


Dwifungsi ABRI: Prinsip dan Cara (Bagian 2)  
  
Oleh: Abdurrahman Wahid 


Ada beberapa hal yang dapat dipakai untuk mematahkan
argumentasi ini. Bahwa kaum sipil tidaklah sedemikian
saja terlibat dalam pembahasan berkepanjangan dan
tidak membiarkan masalah menjadi berlarut-larut jelas
tampak di negeri-negeri yang belum maju. Kalau dalam
pandangan ini persatuan kaum militer dan sipil,
seperti teknokrat, dianggap diperlukan maka jelas
bahwa peranan kaum militer dengan tidak membawa nama
korps mereka, jelas dapat dilakukan. Di Israel
umpamanya, menteri sipil tidak pernah minta restu pada
menteri yang berasal dari kalangan militer. Kehadiran
kaum militer dalam pemerintahan bukanlah hal yang
mutlak harus dijadikan persyaratan. 

Dalam pandangan ini, kehadiran kaum militer memang
diperlukan sepanjang dibutuhkan. Maksudnya, kehadiran
kaum militer dalam pemerintahan memang diperlukan dan
sama sekali tidak tersangkut-paut dengan kebutuhan
apapun. Yitzak Rabin yang notabene adalah mantan
jenderal dilihat sebagai pahlawan, tetapi Menahem
Begin yang tidak pernah menjadi tentara juga
memperoleh predikat yang sama. Apa yang terjadi
menunjukkan bahwa baik sipil maupun militer sama-sama
memiliki peluang untuk menjadi pahlawan, dan pada
dasarnya sama-sama mempunyai hal untuk memerintah. 

Dilihat dari sudut pandang ini, konsep-konsep seperti
Dwifungsi ABRI jelas tidak memiliki bobot apa-apa.
Ketua Partai Buruh Israel sekarang, Jenderal Ben Hud,
menunjukkan bahwa dia pernah bekerja di kalangan
militer. Tetapi tidak berarti bahwa ia dengan mudah
menjadi anggota parlemen. Ia harus berjuang keras
mencapainya tanpa melalui pertolongan korpsnya.
Melalui proses pemilihan anggota DPR secara wajar,
lewat persaingan sengit memperebutkan suara ia
berhasil menjadi anggota parlemen. Dengan menjadi
anggota parlemen, ia lalu mengorganisasikan
kekuatannya sehingga dapat merebut kedudukan sebagai
Ketua Partai Buruh. 

Jelaslah dalam pandangan kedua mengenai peranan
militer ini dapat ditemukan anggapan bahwa jabatan
kenegaraan dalam profesi nonmiliter dapat direbut oleh
siapa pun, asal dilakukan dengan cara dan prosedur
yang sehat. Ini menunjukkan peranan militer dalam
kehidupan bernegara menjadi sesuatu yang timbangannya
sama dengan yang non militer. Orang tidak takut
bersaing dengan anggota militer untuk memperebutkan
suatu jabatan. Tidak seperti di negeri ini, dimana
selama beberapa tahun Orde Baru, suatu daerah selalu
memiliki kepala daerah mantan orang militer. Dalam
keadaan demikian, orang-orang dari jabatan sipil
merasa tidak ada gunanya bersaing lagi. Secara faktual
ada dominasi golongan militer dalam pemerintahan,
seperti terlihat dalam banyak kejadian di negeri kita
akhir-akhir ini. 

Paham ketiga mengenai hal ini dapat ditemukan di
kalangan negeri maju. Kaum militer dalam pandangan ini
haruslah menempuh proses pensipilan apabila ingin
menjadi pemegang jabatan. Mantan Presiden John F.
Kennedy dan Richard Nixon adalah tokoh yang tadinya
aktif di militer, tetapi dengan sengaja menanggalkan
kerier militer tanpa mempedulikan lagi profesi mereka
terdahulu. 

Kemampuan militer mereka tidak memiliki arti apa-apa
dalam karier mereka. Jenderal bintang lima Dwight
Eisenhower dan Jenderal bintang empat George Marshall
justru dikenal sebagai orang sipil. Orang memilih
mereka sebagai presiden karena gagasan-gagasan mereka
mengenai pemerintahan bukan karena mereka orang-orang
militer. Demikian juga kasus Collin Powel, jenderal
yang beberapa tahun lalu masih memimpin bala tentara
Amerika. Karena popularitasnya sebagai pemimpin dalam
mengatur manajemen dengan baik, ia sekarang dihargai
orang dan segera harus menentukan apakah bersedia
menjadi presiden di negeri itu atau tidak. 

Memikirkan kesejahteraan
Kunci dari jenis kepemimpinan ini adalah mampu atau
tidaknya seseorang menjadi pemimpin di bidang sipil.
Walaupun berasal dari kalangan militer, ia harus
segera menunjukkan kualitas memimpin di segala bidang
dengan baik. Bahkan jaug di atas bidang militer. Yang
terpenting adalah kepemimpinannya, bukan militer atau
tidaknya dia. 

Yang menjadi masalah adalah keadaan seperti di negera
kita sekarang ini. Dilihat dari kepemimpinannya yang
sudah otomatis menerima pendidikan tinggi melalui
akademi militer, jelas bahwa ABRI telah berhasil
menempatkan diri pada tipe kepemimpinan kedua. Dalam
pandangan pimpinan ABRI, kepemimpinan sipil dan ABRI
memiliki bobot yang sama, sedangkan mereka selalu
dihadapkan pada tuntutan mengakhiri Dwifungsi ABRI. 

Dalam hal ini, orang dapat saja salah kaprah,
mempersamakan fungsi memikirkan konsep-konsep
pembangunan (development models) kita dan
keikutsertaan dalam operasi praktis pemerintahan
sehari-hari. Mereka yang sekarang menuntut penghentian
Dwifungsi ABRI bermaksud menghentikan operasi praktis
pemerintahan sehari-hari, melalui jabatan dirjen,
gubernur, bupati, dan sebagainya. Namun karena
ketidaktelitian mereka justru fungsi turut serta dalam
menentukan konsep-konsep pembangunan ikut digugat
juga. Padahal dalam hal ini seluruh unsur bangsa
bangsa kita harus turut serta, baik sipil maupun
militer. 

Dengan demikian, Dwifungsi ABRI haruslah dibatasi pada
peranannya dalam membahas hal-hal yang sifatnya
konsepsional. Namun, dalam hal praktis operasional
pemerintahan sehari-hari peranan militer belum dapat
dihentikan hari ini. Masih diperlukan waktu tahunan
sebelum hal itu dapat diselesaikan dengan baik.
Sebaliknya, fungsi turut menentukan haluan pembangunan
harus tetap dijaga dalam keadaan apapun. 

Untuk menunggu matangnya waktu menghentikan fungsi
operasional pemerintahannya, sebaiknya harus dilakukan
hal utama. Pertama, harus ditingkatkan kesejahteraan
para pensiunan kita sehingga memungkinkan mereka
mencapai taraf hidup yang layak. Kedua, mematangkan
konsep masa persiapan pensiun (MPP) sedemikian rupa
hingga merupakan tempat untuk mematangkan diri bagi
calon pensiunan, guna mencapai jabatan-jabatan baru
dalam masyarakat sipil sekeluar mereka dari dinas
ketentaraan. Katakanlah semacam ROTC (Reserve Officers
Training Course) di Amerika Serikat yang menghasilkan
orang-orang seperti Richard Nixon dan Bill Clinton. 

Penulis adalah Ketua Dewan Syoro PKB
Dimuat di Harian Kompas 13 Oktober 1998
 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com