[Nusantara] "Ki Denggleng Pagelaran" <fukuoka@indo.net.id> | This is Spam | Add to Address Book

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Sep 18 07:48:03 2002


"Ki Denggleng Pagelaran" : Mari bicara Budaya bangsa
dan IPTEKS! 

Cerita #2 Ilmu Pengetahuan dan Budaya (IPB)
------------------------------------------------

Hari ini aku termasuk yang mendapat 'berkah' diundang
via Harian Kompas untuk hadir dalam suatu Diskusi
Panel berjudul "Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Serta Dampaknya terhadap Budaya Bangsa", yang
di selenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia
(AIPI) bekerja sama dengan Harian Kompas, di Bentara
Budaya Jakarta.

Pada pagi hari hadir para dewa Ipteks (menurut istilah
salah
seorang kolega cyber-ku Ki Togog yang adalah angkatan
6 Faperta IPB itu). Beberapa diataranya ada Prof.
Sediono
Tjondronegoro, Prof. Sayogyo, Prof. Gunawan Satari dan
beberapa Prof-prof yang lain, termasuk Prof Jokowuryo
dan
Prof. Daniel Mudiyarso (GFM-IPB). Sesi siang hadir
Mantan
Mentan dan Mensos, Prof. Justika Baharsjah. Aku hadir
di situ bersama Sdr. Rochman Naim (FKH) dan seorang
lagi
dari Fapet-IPB (mewakili Perhimpunan Pemuliaan Ternak 
Indonesia, yang S1-nya lulusan UGM, Pak Mulatno?).
Hadir 
pula Pak Agus Lelana (Humas IPB). Dari kalangan Kompas

sendiri aku  melihat adik kelasku, Sdri. Agnes
(A18....). 

Total jendral yang hadir ada sekitar 40 orang, yang
selain aku 
dan Sdr. Na'im tentulah sudah memiliki debut, prestasi
dan reputasi  
'sangat lumayan' di  kancah intelektual dan ilmuwan
Indonesia. 
Buktinya hadir di situ Prof. Emil Salim, Dr. Karlina
Leksono, Prof.
Teuku Yacob, Prof. F. Magnis Suseno, Prof Bambang
Hidayat,
Prof. Selo Soemardjan,  Muchtar Buchori, Kepala LIPI,
maupun
ketua Himpunan Fisika Indonesia - Masno Ginting - dan
rencananya
akan ditutup dengan pembacaan kesimpulan oleh Prof.
Fuad Hassan.

Dapat dihitung bukan, betapa  banyaknya orang IPB ter-
libat dan berhak hadir dalam suatu acara pertemuan
para
Dewa Ipteks itu? Mengapa bukan dari UI yang kaya
dengan fakultas-fakultas bidang sosiologi, mengapa
bukan
dipenuhi dari anggota LIPI, LBN, PUSPITEK, dll?
Mengapa
justru orang-orang IPB? Padahal konteks acaranya?
Jelas-
jelas kurang berkompeten, bila ditinjau dari sudut
Budaya
Bangsa, bukan?    

Apalagi sesi siang, ketika Selo Soemardjan, Sayogyo,
Magnis
Suseno, Tjondronegoro, Emil Salim dan beberapa tokoh
penting 
sudah tidak terlihat, ketika Teuku Yacob, Karlina
Leksono dan
Masno Ginting memaparkan makalahnya, tinggal hanya 19
orang audiens. Tujuh orang  adalah dari IPB, lengkap
lagi,
ada yang berlatar belakang kehutanan, dokter hewan,
pakar pemulia veteriner,  agronomis dan hortikulturis.
Menurutku
ini sangat membanggakan buat lembaga yang bernama IPB,
yang masih mencantumkan PERTANIAN. Bahkan para
moderator dan presenter beken itupun terlihat cukup
segan
menyebut Institut Pertanian Bogor, ketika beberapa
perserta
(termasuk aku) bertanya dan memperkenalkan diri.
Sampai-
sampai Pak Bambang Hidayat dari AIPI dan Dr Parakitri
pakar
'penulisan buku' Gramedia (kompas) nylethuk "wah..
tinggal
IPB saja nih..."
---------

Pada sesi pertama (pagi) aku mengacungkan jari dan
diterima
sebagai penanya ke-dua. Aku langsung menyoroti hal
budaya
bangsa. Mempertanyakan, "Apakah budaya bangsa
Indonesia
itu? Sudah punyakah kita identitas bangsa? Apakah
seperti
sekarang ini, campuran antara budaya jawa, sunda,
batak,
madura, bali dll yang masing-masing ingin pula
menunjukkan 
eksistensinya, atau perlu kita bentuk budaya baru
Indonesia
sehingga semboyan Bhineka Tunggal Ika itu mencerminkan
persatuan bernuansa 'pelangi' - berbeda tetapi tidak
nyata
batas-batas perbedaannya."

 Dari 3 Presenter - Yakob Oetama, Magnis Suseno dan
Daniel
Murdiyarso - hanya Yakob Oetama saja yang cukup tegas
memberikan tanggapan. Bahwa memang kita perlu
membangun
suatu Mainstream Budaya Indonesia itu (Lebih tegas
ternyata
pada sesi ke-2 Teuku Yacob menulis bahwa Budaya
Indonesia
itu memang belum ada!). Sedih bukan? Pada suatu
diskusi panel
para dewa Ipteks dengan  judul seperti itu, justru
terungkap
bahwa BUDAYA BANGSA itu belum ada. Lantas bagaimana
mengukur dampak perkembangan IPTEKS-nya? Lantas apa
isi diskusi dan paparan makalahnya? (Prof. Daniel
menyatakan
ketika pulang semobil, bahwa bahasan tentang Budaya
menurut
pandangan beliau, terpaksa tidak dieksposisi, karena
tidak
cukup waktu.... konon berisi lukisan Jepang yang
bergambarkan
orang tua Jepang menyapu sampah dengan sapu
tradisionalnya. 
Dan sampah yang disapu adalah HAMBURGER!).
---> Pak Buchori Muchtar menyatakan "We don't know who
        we are...."
---------

Sesi kedua (siang), lagi-lagi aku memakai strategi
duduk paling
depan lurus di depan pandangan Moderator dan
mengangkat
tangan pertama kali ketika tawaran bertanya diberikan.
Aha,
mungkin karena ada Prof. Justika dan beberapa senior
lain
serta aku telah bertanya pada sesi pertama, maka aku
mendapat
urutan bertanya ke-4 dari 5 penanya.

Aku harus singkat bertanya, karena waktu mulai
mendesak. 
Kembali lagi to the point, aku cerita ringkas tentang
pengalaman
ku menerima SURAT UNDANGAN PENGANUGERAHAN
GELAR KEHORMATAN, dari suatu lembaga sekretariat
Universitas Asing. Aku katakan bahwa itu adalah
undangan
ke-3. Aku cerita juga bahwa pernah menulis di Kompas
tentang hal itu dan dimuat. Aku cerita pula bahwa di
salah
satu surat undangan itu dilengkapi fotokopi wisuda
yang
ada gambar beberapa pejabat tinggi dan menteri aktif
kabinet gotong royong. Aku mengeluhkan juga bahwa
Harian Kompas tega-teganya memberitakan adanya dua 
PENYANYI memperoleh Dr HC. Aku berkelakar, bahwa 
sekarang sudah ada Doktor bidang Ilmu Dangdut dan
Kroncong 
Disko. Ya, sayangnya justru Koran Kompas yang
memberitakan!

Tiga pembicara, - Karlina Leksono, Teuku Yacob dan
Masno
Ginting - tidak tegas memberikan tanggapan atas
gugatanku
itu. Hanya Masno Ginting yang berharap AIPI mulai
detik
itu memikirkan dan mencegah operasi penjualan gelar
akademik kehormatan itu. Yang terdengar adalah bahwa
gelar-gelar itu hanya menjadi tertawaan, ketika Pak
Yacob
bergurau: "Yaa gimana lagi kalau seorang menteri
kabinet
ini mau mengurus gelar-gelar itu, kalau dibelakang
meja
kerjanya terpampang foto orang penyandang gelar
itu...."
yang disambut oleh ger-gerannya para peserta.

Sementara aku tambah sedih. Mengapa? Jelas bahwa
Wapres
HH, Menhub AG, Mendagri HS sekarang ini adalah
termasuk
para penyandang gelar itu. Itu sudah diketahui umum,
termasuk
para dewa-2 IPTEKS yang hadir. Tetapi, mengapa tidak
ada wacana lanjutan, tidak ada tindakan lanjutan,
padahal lembaga
penjual gelar itu hampir setiap bulan MEWISUDA. Apakah
kita tidak malu? Ah, sayang banyak orang tidak merasa
peduli
lagi dengan kehormatan bangsa ini. Sehingga jadi
maklum aku
bahwa memang BUDAYA INDONESIA itu memang BELUM
ADA. Yang ada adalah budaya mentertawakan DIRI
SENDIRI,
sebagai salah satu bentuk keprihatinan.

Oleh karena itu wahai saudara-saudara, apakah akan
begini terus 
dunia pendidikan kita? Darimana kita mulai membenahi
pendidikan? 
Mutu PENDIDIKAN ataukah Pendidikan MUTU?

IPB-BHMN? masihkan kita kasak-kusuk berpolemik tentang
nama dan baju IPB. Sementara dunia intelektual dan
akademik
terus saja diinjak-injak oleh segelintir OKNUM bangsa
ini
yang tidak lagi peduli akan MUTU BANGSA. Disokong oleh
budaya GILA GELAR. 

[beberapa fakta: Salah seorang rektor PT di Jakarta
dengan tanpa 
malu lagi mencantumkan 2 gelar doktoral, 3 gelar
Magister dan 
3 gelar  kesarjanaan... berapa tahun dia harus
menempuh kuliahnya?

Seorang aktifis Partai Keadilan, tanpa malu-malu
mencan-
tumkan 3 gelar Magisternya..... dan 2 gelar
kesarjanaan....
Berapa tahun dia harus menghabiskan waktu kuliah
menem-
puhnya?

Salah satu PT-BHMN kita menawarkan program DUAL
DEGREE.. untuk program Magister. Satu MM satu lagi
MBA (asing).... Apakah PT ini sudah lupa dengan
batasan
Pendidikan Tinggi Strata 2 (Magister) itu apa?

PT-BHMN kita juga menyelenggarakan suatu program
mixed education... akademik campur profesional....
Magister (akademik) berembel-embel Profesional...
Aku sungguh bertanya-tanya... beginikah kita
memberlakukan
dan menginplemantasikan OTONOMI dalam Pendidikan
Tinggi?]


KDP

PS. 
tulisan ini mudah-mudahan masih nyambung dengan 
yang kemarin, Cerita#1.



=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com