[Nusantara] "Arif Haryana" Re: Benarkah Institut Sudah Mentah

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Sep 18 07:48:15 2002


"Arif Haryana" Re: Benarkah Institut Sudah Mentah 
dengan IKIP menjadi UPI?

Perkenankan saya berkomentar pada cerita #1 :
Seperti halnya dengan KDP, saya pun pernah menjadi
cantrik di program sarjana IPB. Bahkan saya sempat
menjadi classmate Ki Danggleng di agronomica, meskipun
barangkali kasta saya tak selevel dengan Ki DP.

Barangkali yang membedakan kasta saya dengan Ki DP
dilatarbelakangi oleh perbedaan awareness akan IPB itu
sendiri sebelum nyantrik ke bogor; sehingga, bagi KDP
ngangsu kawruh di IPB telah menjadi obsesinya,
sedangkan bagi saya tidak ada obsesi semacam itu.

Dengan obsesinya KDP memperoleh kasta yang tinggi dan
bahkan kini sudah menjadi salah satu pewaris menara
gading untuk menjaga dan menebar ilmu pertanian bagi
cantrik-cantrik generasi baru. Di lain pihak saya tak
cukup cakap untuk menjadi pewaris semacam beliau,
meski sampai kini masih ikut membantu, walau serba
sedikit, mikir-mikir soal pertanian.

Meskipun bukan obsesi saya sejak awal, tetapi setelah
nyantrik di IPB, saya merasa harus menjalani hidup
yang tak terlepas dari pertanian. Saya pun ikut bangga
mengetahui bahwa IPB didirikan selain untuk riset,
juga menghasilkan periset handal bagi pertanian.

Tapi apakah hanya karena itu kita menjadi bangga,
sehingga kita terlalu mengagung-agungkan institut
tercinta? Mengapa musti khawatir pertanian akan
semakin terpuruk bila IPB diubah jadi universitas.
Coba kita renungkan. Bukankah kelhawatiran seperti itu
adalah merupakan kesombongan dan kecongkakan? Secara
implisit, kekhawatiran itu  kan bisa berbunyi: "kalau
nggak ada IPB nggak ada lembaga lain yang bisa mbangun
pertanian" , dan mengabaikan eksistensi dan
kapabilitas entitas lain spt UGM, Deptan +
Litbang-nya, dan banyak univ. lainnya yang punya
fakultas bidang pertanian.  Kecongkakan semacam inikah
yang akan diwariskan kepada para cantrik generasi
baru? Dan mengapa harus congkak? Toh, dengan
eksistensi IPB saat ini ternyata KDP bilang pertanian
kita masih terpuruk. Jangan-jangan keterpurukan ini
terjadi karena adanya kecongkakan lembaga, adanya
sifat chauvinistis lembaga, sehingga masing-masing
merasa menjadi yang terhebat dan puas akan perasaaan
itu, sehingga aspek kebersamaam, kerjasama, dan upaya
saling dukung dengan lembaga lain tak berkembang baik.

Baranghkali KDP bisa benar bahwa perubahan institut
jadi univ memungkinkan fokus perhatian jadi terbagi
untuk hal-hal dan bidang-bidang lain. Tapi, perlu juga
dilihat peluang sinergi yang akan memperkuat
pembangunan pertanian itu sendiri. Bukankah sesuatu
itu ada peluang + atau - nya?

Gitu dulu Ki. Eh. gimana cerita orasi prurnabakti dan
simposium hortikultura kemarin? Akan senang sekali
bila ada sedikit "oleh-oleh laporan pandangan
mata"nya. Soalnya, meski sangat ingin ikut, saya tak
bisa hadir mengikutinya.

Salam hormat buat ibunda Prof. S.S. Harjadi.

Salam buat semua
AHKi Denggleng Pagelaran <fukuoka@indo.net.id> wrote:
> From: "Ki Denggleng Pagelaran" <fukuoka@indo.net.id>
> To: <agronomica_bogoriensis@yahoogroups.com>
> CC: <alumni-ipb@yahoogroups.com>,
> 	<milis-staf@ipb.ac.id>,
> 	<LISI@yahoogroups.com>,
> 	<wajaseta@yahoogroups.com>
> Subject: Re: [agronomica_bogoriensis] Benarkah
> Institut Sudah Mentah dengan IKIP menjadi UPI?
> Date: Wed, 18 Sep 2002 01:52:29 +0900
> 
> Cerita#3 Mutasi Apel Malang.... sebuah kecongkakan?
>
--------------------------------------------------------
> 
> Kang Arif, aku mau cerita tentang Apel Malang!
> 
> Konon pada sekitar tahun 1972an, di kebun apel Pak
> Arpa'i (atau siapa saja lah...) yang menanam apel
> Rome-
> beauty tetapi mendapat nama Apel Malang, salah satu
> ranting pohon apelnya berbuah aneh. Oh, iya mengapa
> disebut Apel Malang (padahal banyak orang malang
> menyebutnya Jambu Belgi). Konon baru di Malang
> itulah
> diketemukan teknik mengelabui pohon apel agar merasa
> seolah-olah mengalami musim gugur, dingin dan
> kemudian
> mau bersemi menghasilkan floss bunga. Kemudian
> karena
> kondisi alam yang khas di lereng Batu, sehingga
> matahari
> hanya bersinar sebelah (dari timur sampai tengah
> lereng)
> menyebabkan apel RB ini menyimpang warnanya jadi
> merah sebelah hijau sebelah... Rasanya juga aneh,
> menjadi
> kurang powdery dan agak masam.. yang justru
> disenangi
> kaum bule...
> 
> Anehnya apa? Buah-buah dari ranting itu sangat
> manis,
> kehilangan rasa masam. Si petani dengan naluri
> bisnisnya
> segera tanggap, dan ranting itu dia sambungkan ke
> beberapa
> batang bawah. Akhirnya didapatkan populasi klonal
> apel
> RB-aneh. Warna mirip dengan Apel Malang, ukurannya
> lebih kecil, tetapi rasanya sangat manis. Ah,
> ternyata ranting
> aneh itu adalah mutasi abadi dari sebatang 'spur'.
> 
> Tetapi heran, apel yang super manis itu seharusnya
> bernilai
> lebih tinggi dibanding RB biasa. Tetapi tetap saja
> kalah,
> masalahnya ukurannya lebih kecil dan warnanya sama.
> Petani dapat ilham, membungkusnya ketika belum
> berubah
> warna dengan kertas semen. Akhirnya didapatkan apel
> kecil berwarna hijau mengkilap dan rasanya sangat
> manis.
> Beranalogi dengan mangga Manalagi yang juga
> kehilangan
> rasa masam dan berukuran kecil, Apel Hijau Manis itu
> diberi
> nama Apel Manalagi.... Dan berhasil.. harganya
> hampir 2 kali
> lipat harga apel RB.
> 
> Hanya saja jangan sekali-kali mengelola buah Apel
> Manalagi
> ini tetap seperti apel RB.. harganya pasti jatuh,
> karena dia
> akan menjadi bersetatus RB grade II atau III atau
> bahkan
> GS.
> -----------
> Nah Kang Arif, gantilah tahun itu menjadi tahun
> 1960an
> kebawah ketika inisiasi mutasi ranting UI menuju IPB
> terjadi.
> Bukankah mirip? Ranting UI yang menjadi IPB itu juga
> segera menyebar menjadi banyak. Dari semula hanya 2
> fakultas menjadi 3, 5 dan akhirnya 8. Tetapi
> pengelola
> IPB tetap mempertahankan pengelolaannya. Tidak lagi
> serupa dengan pengelolaan UI, melainkan khas IPB.
> Suatu institut pertanian yang dikelilingnya dipenuhi
> oleh
> lembaga-lembaga riset, museum botani, LBN, dan kebun
> raya. Ketika itu IPB juga masih memiliki pabrik
> karet,
> kebun jonggol yang produktif, kebun sukamantri
> dll-dll.
> 
> Kini, gejala mutasi ranting-ranting IPB terjadi juga
> bukan?
> Maka menurut hemat saya yang anda anggap
> mempertahankan
> kecongkakan itu adalah begini:
> Seandainya pengelola IPB atau siapapun yang
> berkompeten
> ingin mengelola ranting-2 mutan IPB itu agar
> menghasilkan buah-
> buah yang  lebih baik, lebih mahal dan lebih
> berkesempatan
> dibanding  buah-buah dari pohon induk IPB, maka
> silakanlah
> dikelola seperti halnya petani apel membiakkan dan
> mengelola
> Apel Manalagi secara khusus itu. Mungkin ranting IPB
> ini
> perlu media yang lebih cocok, perlu tambahan ZPT,
> perlu
> Pot khusus dsb... maka silahkan saja.
> 
> Yang pasti pohon induk IPB-nya jangan banyak
> diguncang-
> guncang. Karena pohon induk IPB ini jelas dilahirkan
> dengan
> menyandang berbagai beban dan tugas seperti yang
> telah
> saya tuliskan pada e-mail terdahulu. Janganlah
> sistem penge-
> lolaan khusus untuk ranting-ranting mutan IPB itu
> diterapkan
> juga kepada pohon induk IPB. Kalau begitu,
> percayalah
> akan kemundurannya yang semakin cepat.
> 
> Dan di sini perlu saya tekankan, bahwa bukan saya
> bermaksud
> mempertahankan kecongkakan lembaga. Melainkan
> sebaliknya,
> tetap menjaga agar pohon induk IPB ini tumbuh dan
> berkembang
> sesuai dengan visi dan misinya. Visi yang terberat
> adalah
> menjaga kompetensi utama, pertanian tropika.
> Mengapa?
> Karena di negeri ini, jumlah PS berkaitan dengan
> Pertanian
> ada sekitar 4800 buah. Jumlah PTS total ada 6200 PT.
> Makanya saya ajukan renungan seandainya dari ke-4800
> PS dan dari sekian ribu PT itu dunia pertanian dan
> ilmu
> pertanian tidak ada lagi menara gadingnya, tidak ada
> lagi
> PT yang bertanggung jawab kepadanya... terus
> bagaimana
> dunia pertanian itu sendiri kelak?
> 
> KDP
> -----
> 
> ----- Original Message -----
> From: "Arif Haryana" <arifhy@yahoo.com>
> To: <agronomica_bogoriensis@yahoogroups.com>
> Sent: Tuesday, September 17, 2002 8:19 PM
> Subject: Re: [agronomica_bogoriensis] Benarkah
> Institut Sudah Mentah dengan
> IKIP menjadi UPI?
> 
> 
> Perkenankan saya berkomentar pada cerita #1 :
> Seperti halnya dengan KDP, saya pun pernah menjadi
> cantrik di program sarjana IPB. Bahkan saya sempat
> menjadi classmate Ki Danggleng di agronomica,
> meskipun
> barangkali kasta saya tak selevel dengan Ki DP.
> 
> Barangkali yang membedakan kasta saya dengan Ki DP
> dilatarbelakangi oleh perbedaan awareness akan IPB
> itu
> sendiri sebelum nyantrik ke bogor; sehingga, bagi
> KDP
> ngangsu kawruh di IPB telah menjadi obsesinya,
> sedangkan bagi saya tidak ada obsesi semacam itu.
> 
> Dengan obsesinya KDP memperoleh kasta yang tinggi
> dan
> bahkan kini sudah menjadi salah satu pewaris menara
> gading untuk menjaga dan menebar ilmu pertanian bagi
> cantrik-cantrik generasi baru. Di lain pihak saya
> tak
> cukup cakap untuk menjadi pewaris semacam beliau,
> meski sampai kini masih ikut membantu, walau serba
> sedikit, mikir-mikir soal pertanian.
> 
> Meskipun bukan obsesi saya sejak awal, tetapi
> setelah
> nyantrik di IPB, saya merasa harus menjalani hidup
> yang tak terlepas dari pertanian. Saya pun ikut
> bangga
> mengetahui bahwa IPB didirikan selain untuk riset,
> juga menghasilkan periset handal bagi pertanian.
> 
> Tapi apakah hanya karena itu kita menjadi bangga,
> sehingga kita terlalu mengagung-agungkan institut
> tercinta? Mengapa musti khawatir pertanian akan
> semakin terpuruk bila IPB diubah jadi universitas.
> Coba kita renungkan. Bukankah kelhawatiran seperti
> itu
> adalah merupakan kesombongan dan kecongkakan? Secara
> implisit, kekhawatiran itu  kan bisa berbunyi:
> "kalau
> nggak ada IPB nggak ada lembaga lain yang bisa
> mbangun
> pertanian" , dan mengabaikan eksistensi dan
> kapabilitas entitas lain spt UGM, Deptan +
> Litbang-nya, dan banyak univ. lainnya yang punya
> fakultas bidang pertanian.  Kecongkakan semacam
> inikah
> yang akan diwariskan kepada para cantrik generasi
> baru? Dan mengapa harus congkak? Toh, dengan
> eksistensi IPB saat ini ternyata KDP bilang
> pertanian
> kita masih terpuruk. Jangan-jangan keterpurukan ini
> terjadi karena adanya kecongkakan lembaga, adanya
> sifat chauvinistis lembaga, sehingga masing-masing
> merasa menjadi yang terhebat dan puas akan perasaaan
> itu, sehingga aspek kebersamaam, kerjasama, dan
> upaya
> saling dukung dengan lembaga lain tak berkembang
> baik.
> 
> Baranghkali KDP bisa benar bahwa perubahan institut
> jadi univ memungkinkan fokus perhatian jadi terbagi
> untuk hal-hal dan bidang-bidang lain. Tapi, perlu
> juga
> dilihat peluang sinergi yang akan memperkuat
> pembangunan pertanian itu sendiri. Bukankah sesuatu
> itu ada peluang + atau - nya?
> 
> Gitu dulu Ki. Eh. gimana cerita orasi prurnabakti
> dan
> simposium hortikultura kemarin? Akan senang sekali
> bila ada sedikit "oleh-oleh laporan pandangan
> mata"nya. Soalnya, meski sangat ingin ikut, saya tak
> bisa hadir mengikutinya.
> 
> Salam hormat buat ibunda Prof. S.S. Harjadi.
> 
> Salam buat semua
> AH
> 
> 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com