[Nusantara] Suara Karya : Penyelewengan Hampir Merata Di Semua Instansi Pemerintah

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Sep 18 10:48:02 2002


Suara Karya : Penyelewengan Capai Rp 6,4 Triliun
Hampir Merata Di Semua Instansi Pemerintah

Rabu, 18 September 2002
JAKARTA (Suara Karya): Di saat banyak orang hidup
susah, kebocoran 
besar
kembali terjadi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
menemukan penyelewengan
senilai Rp 6,4 triliun.
Kemarin, dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin Akbar
Tandjung, Ketua 
BPK
Satrio Budihardjo (Billy) Joedono melaporkan, selama
semester I tahun
anggaran (TA) 2002 terdapat penyimpangan senilai Rp
6,4 triliun atau 
17,71
persen dari total anggaran yang diperiksa.
Penyimpangan itu terkait 
dengan
pengelolaan penerimaan, pengeluaran, dan kekayaan
negara.
Billy menuturkan bahwa persentase penyimpangan itu
jauh lebih besar
ketimbang hasil pemeriksaan tahun anggaran dan tahun
buku 2001. Dari 
cakupan
pemeriksaan 2001 sebesar Rp 875,445 triliun, BPK
menemukan penyimpangan
dalam pengelolaan pendapatan belanja dan kekayaan
negara sebesar Rp 
36,564
triliun atau hanya sekitar 4,18 persen.
Sementara untuk tahun 2000, BPK menemukan penyimpangan
senilai Rp 3,653
triliun atau 4,94 persen dari jumlah realisasi
berbagai jenis 
penerimaan,
pengeluaran, dan kekayaan negara tahun anggaran dan
tahun buku 2000 
yang
diperiksa sebesar Rp 73,198 triliun.
Dalam pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung
jawab APBN TA 2002
sampai semester I, khususnya dalam pemeriksaan
terhadap pendapatan 
dalam
negeri, hibah, dan pinjaman dalam negeri ditemukan
lagi penyimpangan di 
atas
nilai rata-rata (3,88 persen) dalam pengelolaan
penerimaan negara bukan
pajak (PNDP) di lingkungan Deplu. Itu, kata Billy,
terjadi di Kedubes 
RI di
Singapura dan di Beijing.
Dalam konteks itu, BPK menemukan penyimpangan sebesar
100 persen dari 
nilai
yang diperiksa atau Rp 14,501 miliar. Sementara
penyimpangan besar lain
terjadi di Dephut sebesar 64,80 persen atau Rp 27,51
miliar.
Sementara dalam pengeloalan belanja rutin,
penyimpangan mencapai di 
atas
rata-rata 2,87 persen. Itu terjadi di Perjan TVRI
sebesar 11,58 persen 
atau
Rp 21,9 juta dan di Depdiknas sebesar 3,17 persen atau
Rp 1,176 miliar.
Di sisi lain, dalam pengelolaan belanja pembangunan
dengan pembiayaan 
luar
negeri BPK menemukan penyimpangan di atas rata-rata
22,06 persen pada
penggunaan pinjaman luar negeri berupa fasilitas
kredit ekspor di 
Dephan,
TNI/Mabes Polri dengan penyimpangan sebesar 35,52
persen atau Rp 4,266
triliun.
Pada belanja Dephan dan TNI/Polri, penyimpangan di
atas rata-rata (7,89
persen ) terjadi di lingkungan TNI AU sebesar 100
persen atau Rp 74,5 
juta
dan di TNI AD 18,33 persen atau Rp 250,33 juta.
Sementara untuk dana non-APBN dengan rata-rata
penyimpangan 10,23 
persen
yang menonjol penyimpangannya adalah pengelolaan dana
Abadi Umat Depag
sebesar 23,95 persen dari nilai diperiksa atau Rp
3,564 miliar, serta
pengelolaan Dana Banpres dengan penyimpangan 10,78
persen atau Rp 
23,6578
miliar.
Dalam pengelolaan pendapatan kabupaten/kota,
penyimpangan di atas 
rata-rata
sebesar 8,93 persen terjadi pada 15 kabupaten/kota
dari 55 yang 
diperiksa.
Persentase penyimpangang tertinggi dicatat oleh
Kabupaten Karangasem 
(Bali)
sebesar 92,62 persen atau Rp 62,235 miliar.
Sementara penyimpangan terkecil dialami oleh kota
Denpasar (hanya 0,06
persen) atau Rp 69,41 juta. Pada pelaksanaan APBD
kabupaten/kota,
penyimpangan di atas rata-rata 26,76 persen dari nilai
yang diperiksa 
dan
ditemukan di Kabupaten Tapanuli Selatan (Sumut)
sebesar 31,19 persen 
dengan
nilai penyimpangan sebesar Rp 27,961 miliar.
Menurut Billy, BPK juga telah melaporkan kepada
pimpinan DPR hasil 
audit
atas subsidi BBM. Di situ disebutkan bahwa dari
subsidi BBM pada tahun 
2000
(April-Desember) yang telah dibayar lunas pemerintah
kepada Pertamina
sebesar Rp 55,642 triliun, harus dikembalikan kepada
pemerintah sebesar 
Rp
1,479 triliun. Sedangkan perhitungan jumlah subsidi
pada tahun 2001
(Januari-Juni) sebesar Rp 36,481 triliun adalah
terlalu besar dan harus
dikurangi Rp 2,222 triliun.
Sementara terhadap pemeriksaan atas penggunaan
pinjaman luar negeri 
yang
dilaksanakan per Maret 2001 (dilakukan terhadap
pengguna pinjaman luar
negeri terbesar, yaitu Depkimpraswil, Departemen
Energi dan Sumberdaya
Mineral, Dephub, dan Depdiknas) ditemukan penyimpangan
10,29 persen 
dari
total pinjaman luar negeri sebesar Rp 13,739 triliun
atau Rp 1,414 
triliun.
Penyimpangan terbesar terjadi pada Dephub, yaitu
sebesar 17,99 persen 
dari
nilai yang diperiksa atau Rp 1,019 triliun - termasuk
penyimpangan atas
efektivitas pencapaian sasaran sebesar Rp 603,004
miliar atau 10,64 
persen
dari anggaran yang diperiksa sebesar Rp 5,6 triliun.
Dalam tahun 2001, BPK juga mencatat penyimpangan
menyolok di atas 
rata-rata
(2,6 persen). Itu ditemukan pada PNBP. Semua
kementerian yang 
pengelolaan
PNBP-nya diperiksa menunjukkan penyimpangan. Yang
menonjol (di atas 20
persen), antara lain, adalah Dephub sebesar 22,32
persen dari nilai 
yang
diperiksa (Rp 98,016 miliar), dan Deplu (Kedubes RI di
Singapura dan
Beijing) sebesar 56,9 persen (Rp 83,250 miliar).
BPK dalam melaksanakan fungsi judisialnya juga
mencatat berbagai kasus
kerugian selama semester I/2002 pada APBN, APBD, dan
BUMN/BUMD sebanyak 
313
kasus senilai Rp 35,484 miliar. Jumlah kasus yang
terjadi sampai akhir
semester I/2002 adalah 13,366 kasus senilai Rp 2,4
triliun plus 18 ribu
dolar AS, 496,98 ribu dolar Australia, 78,85 ringgit
Malaysia, 500,873 
juta
yen Jepang.
Sedangkan penyelesaian di masing-masing instansi
mencapai 1.542 kasus 
(11,53
persen) senilai Rp 365,792 miliar (15,20 persen).
(N-1/H-3)


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com