[Nusantara] Sinar Indonesia Baru : Megawati dan Taufik Kiemas Sesalkan Pengumpulan Tandatangan
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Sep 18 10:48:19 2002
Megawati dan Taufik Kiemas Sesalkan Pengumpulan
Tandatangan
Sinar Indonesia Baru
Megawati dan Taufik Kiemas Sesalkan Pengumpulan
Tandatangan
PAN-PBB Tolak Nonaktifkan Akbar
Jakarta (SIB)
Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang
(PBB) menolak
turut
serta dalam aksi pengumpulan tanda tangan mendesak
penonaktifan Akbar
Tandjung sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut rencana,
surat
pernyataan plus tanda tangan itu akan diserahkan
kepada pimpinan Dewan
Senin
(16/9/2002).
Samuel Koto selaku Wakil Ketua Fraksi Reformasi DPR
mengatakan, sampai
hari
ini tidak ada anggota PAN yang menandatangani
penonaktifan Akbar.
Alasannya
PAN tidak mau terjebak dalam permainan politik sesaat.
"Belum ada sikap resmi fraksi dan kita tidak ingin
terjebak dalam
permainan
politik murahan karena mereka yang tanda tangan adalah
orang yang gagal
mengusulkan Pansus Buloggate II,"kata Samuel saat
dihubungi detikcom
per
telepon pukul 08.30 WIB.
Samuel sangat menghargai dan akan mempertimbangkan
imbauan Ketua Umum
PAN
Amien Rais yang mengimbau agar anggota diharap turut
serta dalam
penandatanganan itu. "Kalau bisa kita mengusulkan
supaya nasib tanda
tangan
ini tidak mentah lagi seperti Buloggate II, lebih baik
usul tersebut
dituangkan dalam keputusan fraksi masing-masing,"
tutur Samuel.
Seperti diberitakan, puluhan anggota DPR mensponsori
aksi tanda tangan
untuk
menggusur Akbar menyusul vonis 3 tahun yang dijatuhkan
pada ketua umum
Partai Golkar itu. Menurut jadwal, pernyataan nonaktif
plus tanda
tangan itu
diserahkan ke pimpinan DPR untuk selanjutnya dibahas
ke Badan
Musyawarah.
Penolakan ikut teken juga diungkapkan oleh Ketua
Fraksi PBB Ahmad
Soemargono. Dia menegaskan fraksinya akan tetap
bersikap netral dan
selalu
mengedepankan proses hukum sampai ada kekuatan hukum
tetap. "Kita nggak
mau
ikut-ikutan aksi tersebut karena lebih bersifat
politik. Kasus Bulog II
itu
secara politis telah dipertanggungjawabkan oleh
Habibie, jadi tunggu
saja
proses hukumnya," tegas Soemargono.
Menurut Soemargono, Akbar Tandjung selama menjadi
Ketua DPR bisa
dikatakan
tidak punya cacat politik dan moral. Terbukti
wibawanya diakui dengan
terpilihnya dia menjadi Ketua AIPO di Vietnam.
BERMOTIF PERSAINGAN KEKUASAAN
Achmad Sumargono juga berpendapat, mosi tidak percaya
terhadap Ketua
DPR
Akbar Tandjung lekat dengan persoalan politik yang
berkaitan dengan
persaingan kekuasaan.
"Bukan sekedar berkaitan masalah hukum yang tengah
dijalani Akbar
Tandjung,"
kata Achmad Sumargono menjawab pertanyaan pers di
Jakarta, Senin.
Karena itu, sepanjang masalah yang kini berkembang di
DPR itu bersifat
politik, F-PBB tidak akan turut campur. "Kalau
masalahnya bersifat
politik,
jelas kami tidak akan menandatangani mosi seperti
itu," tegasnya.
Achmad Sumargono juga menjelaskan, tindakan
penyalahgunaan dana non
budgeter
Bulog yang disangkakan kepada Akbar, adalah ketika dia
menjabat
Mensesneg,
bukan sebagai Ketua DPR.
Maka itu, jika ada yang mempersoalkan fatsun dan
moralitas politik
berkaitan
dengan masalah itu, fatsun dan moralitas politik yang
dikenakan
terhadap
Akbar Tandjung pada saat ini tidak tepat.
Secara Hukum
Sementara itu, Akbar Tandjung atas pertanyaan pers
menyatakan, aksi
pengumpulan tandatangan untuk penonaktifan dirinya itu
tidak diatur
dalam
Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR.
"Boleh saja mereka melakukan hal itu asal sesuai
dengan peraturan dan
mekanisme yang ada," kata Akbar.
Ditanya tentang alasan para pengusul agar dirinya non
aktif sebagai
Ketua
DPR, Akbar menyatakan, dirinya tetap berpegang teguh
pada aturan hukum
yang
berlaku, bahwa putusan pengadilan atas dirinya belum
mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap, menurut Akbar,
ia tidak
bersalah dan
masih berhak untuk memimpin DPR.
Usulan seperti itu, menurut Akbar, mestinya dikaitkan
dengan kinerja
anggota
Dewan atau masalah yang berkaitan dengan Dewan, bukan
masalah hukum
yang
dihadapi anggota Dewan atau Ketua Dewan.
"Masalah saya bukan menyangkut kinerja DPR, tapi
masalah hukum yang
berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan dana non
budgeter, dan saya akan
berpegang pada proses hukum. Karena itu, proses hukum
itu saya ikuti
terus
sampai banding dan kasasi," tegasnya.
Akbar mencontohkan, kasus serupa juga terjadi di
negara lain, termasuk
di
AS, ketika ada seorang anggota Kongres yang didakwa
melakukan
penyalahgunaan. Tapi, dia tetap menjabat sebagai
anggota Kongres.
Ditanya tentang pernyataan Ketua MPR Amien Rais, bahwa
jika mosi tidak
percaya itu ditandatangani lebih dari 150 anggota maka
dirinya akan
hancur,
Akbar mengatakan tidak tahu apa alasan Amien
mengatakan demikian.
Seharusnya, Amien Rais mengetahui mekanisme dan Tatib
DPR dan bukan
melontarkan hal seperti itu, katanya.
Akbar membedakan antara kasusnya dengan kasus mantan
Presiden KH
Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), yang dilengserkan oleh MPR.
"Masalah Gus Dur beda dengan masalah yang sedang saya
hadapi. Sebab
masalah
yang saya hadapi diproses secara hukum, sedangkan
dugaan penyalahgunaan
dana
non budgeter Bulog pada mantan Presiden itu diproses
secara politik
dengan
dibentuknya Pansus Buloggate."
Menurut Akbar, Gus Dur jatuh karena dia mengeluarkan
Dekrit pembubaran
DPR
dan Partai Golkar. Langkah tersebut, jelas melanggar
UUD 1945 dan
menjadi
dasar Dewan untuk mengusulkan Sidang Istimewa (SI)
MPR.
Aksi pengumpulan tandatangan anggota Dewan untuk
melengserkan Akbar
sebagai
Ketua DPR ini sampai Sabtu lalu sudah mencapai 75
orang.
Golkar Akan Serang Balik
Setelah Ketua Umum Akbar Tandjung digoyang agar
lengser dari kursi DPR,
Kubu
Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR tampaknya akan
melancarkan serangan
balik.
Mereka sedang menggalang tanda tangan dari anggota
FPG. Tujuannya,
membentuk
Dewan Kehormatan (DK) DPR untuk menindak anggota DPR
yang malas.
Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Ali
Yahya menyatakan
pihaknya sudah mendengar hal itu dan mendukung
sepenuhnya. Kinerja
dewan
yang rendah, kata Ali Yahya, dapat mempengaruhi
kredibilitas dan citra
dewan
di mata masyarakat.
"Kami memang sedang menanti datangnya usulan
pembentukan DK DPR itu
secara
formal dari anggota kami. Kalau sudah ada usulan, kami
melalui fraksi
akan
menyampaikan usulan secara resmi ke pimpinan untuk
kemudian dibahas di
Bamus
DPR. Kita sendiri mendukung penuh langkah para anggota
F-PG itu," ujar
Ali
Yahya kepada detikcom, Senin (16/9/2002).
Sebelumnya, anggota FPG DPR lain, Sofyan Mille dalam
diskusi Dialektika
Demokrasi, Jumat (13/9/2002) lalu yang menyatakan, FPG
sedang
menggalang
dukungan untuk mengusulkan pembentukan DK DPR bagi
anggota yang malas.
Menurut Mille, pembentukan DK ini lebih penting
dibanding penggalangan
tanda
tangan untuk melengserkan Ketua DPR, Akbar Tandjung.
Ali membantah jika dukungan F-PG itu disebut sebagai
upaya serangan
balik
dari Golkar atas pengumpulan tanda tangan yang meminta
Akbar mundur
dari
jabatannya sebagai Ketua DPR. "Usul pembentukan DK
terkait dengan
kemalasan
anggota ini sudah dua kali menjadi agenda Rapat
Konsultasi pimpinan DPR
dengan pimpinan fraksi. Saya kebetulan hadir dalam dua
kali pertemuan
konsultasi itu," jelasnya.
Selain itu, dia menilai usulan pembentukan DK bagi
anggota DPR yang
malas,
secara normatif, lebih kuat dasar hukumnya. Hal itu
bila dibandingkan
dengan
upaya segelintir anggota DPR yang mengumpulkan tanda
tangan untuk
melengserkan Akbar.
"Usulan ini akan lebih direspons karena formatnya
termuat dalam Tata
Tertib
DPR. Kalau upaya penggalangan tanda tangan dalam kasus
Pak Akbar tidak
ada
aturannya, namun kalau DK ini punya dasar kuat di
Tatib," katanya
yakin.
Keprihatinan Umum
Soal malasnya anggota DPR menghadiri sidang-sidang DPR
atau bahkan
tidak
pernah hadir sama sekali memang menjadi keprihatinan
umum. Berdasarkan
pantauan Koordinatoriat Wartawan DPR RI yang tergabung
dalam Forum
Komunikasi Massa (FKM) terdapat sejumlah nama yang
malas menghadiri
sidang.
Dalam masa sidang III tahun 2001-2002 periode Januari
sampai Maret 2001
terdapat nama-nama seperti Taufik Kiemas, Guruh
Soekarnoputra, Arifin
Panigoro, (F-PDIP), Ishak Latuconsina dan Slamet
Supriyadi
(F-TNI/Polri), JP
Salossa (F-PG) dan Probosutedjo (F-KKI).
Sedang untuk masa sidang IV periode Mei sampai Juli
2001, terdapat
nama-nama
Taufik Kiemas, Sutrisno, Yosef Umar Hadi, Guruh
Soekarnoputra (F-PDIP),
Ruben Gubay dan Armen Desky (F-PG) dan Probosutedjo.
Sementara itu, berdasarkan laporan Wakil Ketua DPR,
Tosari Widjaya,
untuk
periode masa sidang ke-III mulai Januari sampai Maret
2002, ada 59
anggota
DPR yang tingkat kehadirannya di bawah 50 persen atau
bahkan 0 persen.
59
anggota itu terdiri dari 21 anggota dari F-PDIP, 10
orang dari F-PG, 7
orang
dari F-PPP, 10 orang dari F-KB, 3 orang dari
F-Reformasi, 2 orang dari
F-TNI/Polri, 3 orang dari F-PBB, 2 orang dari F-PDU
dan 1 orang dari
F-KKI.
Nama-nama yang masuk dalam daftar antara lain Taufik
Kiemas (suami
Megawati), Zulvan Lindan, Arifin Panigoro, Alex
Litaay, Guruh
Soekarnoputra
(adik Megawati) dan Mangara Siahaan (F-PDIP), Agus
Gumiwang
Kartasasmita,
Rambe Kamarul Zaman dan Idrus Marham (F-PG), AM
Saefuddin dan Sofyan
Usman
(F-PPP), Abdul Khaliq Achmad dan Fuad Amin Imron
(F-KB), Luthfi Ahmad
(F-Reformasi), Uddy Rusdillie (F-TNI/Polri), Mawardi
Abdullah (F-PBB),
Probosutedjo (F-KKI) dan Mudahan Hazdie (F-PDU).
Berdasarkan ketentuan Tatib dan Kode Etik DPR Bab IV
Pasal 6 ayat (2)
dinyatakan, Ketidakhadiran anggota secara fisik
sebanyak tiga kali
berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa izin pimpinan
fraksi merupakan
suatu pelanggaran kode etik. Artinya, banyak anggota
yang akan terkena
ketentuan ini jika memang aturan tersebut benar-benar
ditegakkan
anggota
dewan. (dtc/x1)
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com