[Nusantara] "Ideas" <ideas@cianjur> : Alternatif Solusi Kemelut Bangsa

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Sep 20 06:12:01 2002


"Ideas" <ideas@cianjur> : Alternatif Solusi Kemelut
Bangsa 

Bung Moderator Yth, 
 
Terimakasih atas ajakan Anda untuk bergabung. 
Dan selaku penulis-lepas, izinkanlah saya berbagi 
usulan proyek di bawah ini. Mudah-mudahan para 
anggota milis Nasional lain ada yang tergugah. 
Merdeka!
 
B. Utomo
 

 
 
ANEKA "LOMBA PRESTASI Rp. 1 MILYAR": 
Gagasan Program MENSEJAHTERAKAN Bangsa
 
Oleh: Bambang Utomo - <ideas@cianjur.wasantara.net.id>
 

DASAR PEMIKIRAN
 
* "Hasil nyata" dari Gerakan Reformasi di Indonesia
sejauh ini - yang belum 
kunjung (untuk tidak menyebutnya menyimpang) dari
tujuan luhurnya semula.
 
* Masih maraknya berbagai aktivitas negatif di
masyarakat seperti: demo 
unjuk rasa yang silih-berganti, adu kepentingan
antarpimpinan kelompok di 
pusat disusul adu jotos antarbawahan di daerah, anarki
sosial, konflik SARA, 
pelanggaran HAM (+ pengingkaran TAM - Tanggungjawab
Asasi Manusia), 
tindak kriminalitas, terorisme, bom, pengerahan massa,
"perang saudara", 
politik uang, janji-janji kosong, dan lain sebagainya.
 
* Kian terpuruknya berbagai aspek kehidupan bangsa,
baik karena kekeliruan 
kebijakan pemerintah di masa lalu, penegakan hukum
yang plin-plan sampai 
sekarang, praktik KKN yang tetap berlangsung, ditambah
dampak krisis 
ekonomi regional maupun global yang terus melanda
dewasa ini.
 
* Kekhawatiran berbagai pihak dalam menyimak dampak
berbagai krisis 
tersebut terhadap kemungkinan disintegrasi atau
terpecah-belahnya keutuhan 
dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) di masa depan. 
Kemungkinan mana kian didorong oleh konflik
separatisme yang tak 
berkesudahan di Aceh, serta potensi gerakan serupa
yang mulai muncul di 
beberapa daerah lain.
 
* Telah diupayakannya aneka-ragam solusi pencegahan
oleh berbagai pihak 
di masyarakat. Antara lain lewat ajakan:
Dialog-rembug-silaturahmi-dan--rekonsiliasi 
nasional, curah pendapat, pertemuan informal tokoh
nasional kunci, pembentukan 
aneka Forum (Rektor, Indonesia Damai), Sidang Istimewa
MPR, pergantian 
Presiden dan Wakilnya, penetapan kabinet
"Gotong-Royong", pembentukan 
Pansus DPR, Sidang Tahunan MPR sampai maksud
meng-amandemen serta 
mengubah UUD 1945 -- dengan atau tanpa pendirian
Komisi Konstitusi. 
Seperti kita ketahui, serangkaian upaya tersebut di
atas tidak atau belum 
memberi hasil nyata yang diharapkan.
 
* Perlunya dicari pendekatan alternatif guna
melengkapi (bukan mengganti!) 
langkah-langkah solusi tersebut di atas. Suatu
alternatif yang bisa menghasilkan 
terobosan inovatif-konstruktif sebagai pelengkap
upaya-upaya korektif-rehabilitatif 
yang sudah banyak dilakukan orang sampai sekarang.
Keduanya merupakan 
pilihan aktivitas yang sepintas tampak serupa, tapi
sesungguhnya sangat berbeda 
dampaknya bagi masyarakat. Betapa pun "suksesnya",
tindakan korektif-rehabilitatif 
itu lebih berfungsi menyambung hidup (survival).
Sedangkan langkah inovatif-konstruktif 
akan mampu memajukan kesejahteraan (prosperity)
kehidupan bersama. Namun 
sayangnya, tradisi berpikir di masyarakat kita
cenderung mendorong orang 
memprioritaskan upaya-upaya mempertahankan, ketimbang
memajukan kehidupan. 
Ya, bahkan konsep ketahanan nasional yang kita
terapkan sejauh ini pun lebih 
berorientasi "membela negara" ketimbang
"mensejahterakan rakyat".... 
 
* Kepercayaan penyusun bahwa betapa pun buruknya sikon
masyarakat kita saat ini, 
pasti masih ada orang maupun pihak-pihak yang peduli,
mau dan mampu ikut 
menyumbang ke arah memajukan kesejahteraan bangsa.
Namun sayangnya, 
"potensi kebaikan" termaksud kalah kuat dibanding
"aktualisasi keburukan" yang 
berlangsung di masyarakat. Kenyataan mana menuntut
ditemukannya semacam 
strategi dan taktik untuk bisa menyeimbangkan, kalau
mungkin bahkan mem-plus-kan 
arus kebaikan sosial di kemudian hari. 
 
* Hasil studi Griya Gagasan (nama Perpustakaan,
Lembaga Studi & Biro Pelatihan 
dan Konsultasi yang penyusun kelola) tentang
kecenderungan manusia selaku 
"mahluk yang gemar bermain" pada umumnya, serta dampak
hadirnya lomba 
sebagai sejenis permainan sosial penting di hampir
semua kebudayaan di dunia. 
Artinya, secara subyektif tanpa diselenggarakannya
lomba atau sayembara apa 
pun, bisa-bisa saja ada sementara 'oknum' di
masyarakat yang terpanggil untuk 
berprestasi di bidang tertentu tanpa pamrih duniawi
hari ini (meskipun bisa jadi 
mereka sangat mendambakan "hadiah" di akhirat nanti).
Tetapi secara obyektif 
dengan hadirnya lomba berkala, apalagi yang nilai
hadiahnya besar, pasti akan 
menarik minat dan keikutsertaan banyak pihak di
masyarakat. Belum lagi 
kemungkinan memilih bidang-bidang kehidupan sosial
tertentu, terutama yang 
penting-tapi-terabaikan, yang sengaja ingin kita
rekayasa pembudidayannya. 
Sejarah penuh bukti, bahwa terselenggaranya tradisi
lomba berhadiah telah 
meningkatkan aktivitas dan prestasi masyarakat di
bidang yang bersangkutan - baik 
yang para pemenangnya dipertandingkan di suatu tempat
(semisal Olimpiade 4-tahunan) 
maupun yang diseleksi dan dinilai secara diam-diam
(seperti halnya Hadiah Nobel 
setiap tahun). Memang idealnya, apabila masyarakat
dalam kondisi normal atau sehat, 
lomba-lomba pemacu kreativitas demikian tidak mendesak
digalakkan (meskipun kalau 
kita simak, begitu banyak tradisi lomba dan sayembara
berhadiah diselenggarakan orang 
di negeri-negeri maju). Bahkan mungkin tidaklah
berlebihan untuk menyimak 
jumlah-ragam-dan-mutu hadiah yang beredar sebagai
salah satu indikator kemajuan 
suatu masyarakat atau bangsa.
 
* Melihat-memperhatikan-dan-menimbang bahwa pemberian
hadiah kepada mereka 
yang berjasa di masyarakat perlu dibudayakan sebagai
semacam upaya "balas budi" 
secara sosial. Mengapa? Karena hal sebaliknya,
tindakan "balas dendam" kepada 
orang-orang yang bersalah berupa aneka ragam hukuman
(sejak kurungan penjara 
sampai kursi listrik!), sudah sejak lama hadir di
masyarakat. Sangat tidak adil, bukan? 
Bahkan sementara kalangan masyarakat kita--maupun di
negeri orang--ada yang 
masih menempatkan tindakan balas dendam sebagai
tradisi yang patut dijunjung 
tinggi (contohnya: "Carok" di Madura, "Siri" di Bugis
atau "Vendetta" di Italia). 
Dengan kata lain, kebudayaan telah mendidik kita untuk
menuntut "ganti rugi" 
(lengkap berikut "bunganya") atas setiap pengalaman
buruk yang diakibatkan 
orang lain kepada kita; sementara semua pengalaman
yang menguntungkan kita serap 
habis tanpa kewajiban memberi ganjaran apa pun. Betapa
tidak adilnya! Padahal 
andaikan keseimbangan di bidang keadilan sosial
termaksud berlangsung, seluruh 
masyarakat juga yang akan menikmati manfaatnya. Karena
itulah, kembali Griya 
Gagasan memberanikan diri mencanangkan sebuah
alternatif indikator 
kemajuan/kemunduran masyarakat yang bisa sama-sama
kita uji kesahihannya 
sebagai berikut: 
 
 "Suatu masyarakat akan MAJU apabila tindakan balas
budi yang terjadi 
 di antara anggotanya lebih banyak daripada praktik
balas-dendam. 
 Sebaliknya, masyarakat mana akan MUNDUR jika
balas-dendamlah 
 yang lebih banyak terjadi ketimbang balas-budi". 
                                                      
        (Kedermawanan Baru, 1985)
 

MENGUSULKAN: Menyelenggarakan aneka sayembara atau
lomba berhadiah besar 
(diusulkan "Rp 1 Milyar") untuk berbagai bidang
prestasi sosial maupun kemanusiaan 
di Indonesia. Adapun prestasi sosial-kemanusiaan yang
dimaksud adalah: segala 
kegiatan individu maupun kolektif yang membawa manfaat
bagi kehidupan orang banyak. 
Dan semakin besar, luas dan berkelanjutan dampak
manfaat tersebut, kian tinggi pula 
nilai prestasi yang bersangkutan -- termasuk jumlah
uang yang layak menyertainya. 
 

BEBERAPA PERSIAPAN YANG DIPERLUKAN:
 
1. Membentuk Kelompok Studi yang terdiri dari
pemikir-pemikir kreatif serta pakar 
ilmuwan lintas disiplin. Fungsinya adalah sebagai
"Think Tank" dan sekaligus 
komite-pengarah sejak tahap persiapan, pemilihan jenis
lomba, pengumuman, 
pelaksanaan, seleksi pemenang, penganugerahan hadiah 
sampai pemantauan hasil 
aneka lomba termaksud. Dan demi efektivitasnya,
disarankan agar kelompok pemikir 
mana bukan hasil bentukan "dari atas" oleh pemerintah
(seperti pola yang lazim 
selama ini), melainkan dimunculkan "dari bawah" --
sebagai wujud kepedulian 
pihak-pihak yang berkepentingan di masyarakat. 
 
2. Melestarikan & Merintis Tradisi Lomba. Khusus untuk
tradisi yang sudah ada 
(semisal Piala Kalpataru untuk bidang Lingkungan
Hidup, Upakarti di bidang 
Industri Kecil atau Adinegoro di bidang jurnalistik,
Citra di bidang 
perfilman, dan lain sebagainya); sebaiknya tetap
dilestarikan -- sambil 
menambahkan nilai uang yang memadai pada hadiahnya. Di
lain pihak, aneka 
lomba baru pun hendaknya segera dirintis -- khususnya
untuk bidang-bidang 
penting yang belum punya tradisi hadiah sampai
sekarang. Sekali lagi, sebagai 
mahluk yang gemar bermain, tanpa hadiah yang bernilai
ekonomis pun, tentu ada 
pihak-pihak yang mau mengikuti "permainan lomba"
semata-mata demi simbol-simbol 
psikologik (misalnya sistem kepangkatan) yang
menyertainya. Tapi dengan adanya 
hadiah uang besar, pasti jauh lebih banyak lagi mereka
yang akan tergiur 
mengikutinya. Dan memang peranserta sebanyak mungkin
pihak di masyarakat 
itulah yang menjadi maksud usulan program ini. 
 
3. Dukungan Formal. Agar lebih efektif, berhubung
nilai-nilai feodalisme 
yang masih dianut di Indonesia, tentunya program ini
memerlukan dukungan politis 
dari pemerintah. Baik secara langsung misalnya lewat
instruksi Presiden kepada 
semua Menteri dan kepala daerah agar menggalakkan
serta merintis tradisi lomba 
berhadiah di lingkungan departemen/wilayah
masing-masing. Jelas, betapa akan 
sangat bermanfaatnya apabila seluruh hirarki
pemerintahan di tanah air berkenan 
menteladani dimulainya "Gerakan Balas Budi Sosial"
berupa lomba aneka prestasi 
termaksud sesuai lingkup dan skala tugas
masing-masing. Umpamanya: "Hadiah 
Rp 1 Milyar" Ibu Presiden dan Bapak Wapres di pusat,
"Hadiah Rp 500 Juta" dari 
Gubernur di tiap propinsi, "Hadiah Rp 100 Juta" dari
Bupati di tiap Kabupaten, 
"Hadiah Rp 25 Juta" di tiap Kecamatan, Hadiah "Rp 10
Juta" di tiap Kelurahan, 
Hadiah Rp 5 Juta di tiap Desa, dst. Untuk mengambil
contoh kemungkinan tersebut 
terakhir saja, bisa Anda bayangkan dampak "revolusi
positif" yang bakal terjadi 
jika setiap tahunnya terselenggara lebih dari 60.000
lomba berhadiah sesuai 
jumlah desa di seluruh tanah air tercinta. Ya, mengapa
tidak?
 
4. Kesiapan Finansial. Tak kalah penting kiranya
diupayakan tersedianya dana 
yang memadai dari berbagai pihak (pemerintah, swasta
maupun badan-badan 
internasional) demi keberhasilan program ini. Dan
untuk mencegah hal-hal yang 
"diinginkan" (maksud saya yang tidak dinginkan),
sumber dananya tentu bukan 
kocek pribadi sang pejabat (kalaupun hal itu
"mungkin"); melainkan dari anggaran 
resmi/APBD (bukan pula yang non-budjeter) atau lewat
dana kolektif masyarakat 
yang bisa dihimpun (misalnya lewat loterei yang murni
acak berkala; bukan judi 
"tebak angka" terselubung!). Dan sekali lagi, sangat
dianjurkan agar hadiah uang 
yang disediakan cukup tinggi nilainya agar mampu
serta-merta mengalihkan minat 
dan perhatian masyarakat luas mengikuti aneka jenis
lomba termaksud. Lalu 
mengapa "Rp 1 Milyar"? Penetapan jumlah tersebut
sebenarnya sekedar simbol 
yang dianggap punya makna psikologik "tertinggi" bagi
masyarakat Indonesia 
dewasa ini. Buktinya banyak kaum produsen yang memakai
angka sejumlah 
tersebut dalam kampanye promosinya, seperti: "Hadiah
Rp 1 Milyar Extra-Joss" 
untuk atlet Indonesia peraih Medali Emas Olimpiade
2000 Sidney, "Jepret 1 Milyar 
Fujifilm", "Tawa 1 Milyar Ciptadent", "Beasiswa Plus
Rp 1 Milyar So Klin", "Andaikan 
Kudapat Satu Milyar Bank HSBC-Visa", dan yang paling
populer belakangan ini 
adalah acara "Who Wants To Be A Millionaire-nya Bank
Mandiri" di RCTI. Ya, kalau 
beberapa produsen barang dan jasa komersial saja mampu
menyelenggarakannya, 
mengapa sebagai bangsa kita tidak? Padahal terbukti
kita sanggup mengeluarkan 
Rp 20 Milyar untuk biaya penyelenggaraan sebuah Sidang
Tahunan MPR - terlepas 
dari ada tidaknya manfaat konkret yang dihasilkannya. 
 
5. Partisipasi Seluruh Masyarakat. Kunci keberhasilan
program aneka lomba nasional 
ini terletak pada peranserta berbagai pihak di
masyarakat. Sebagai pengandaian lain, 
alangkah baiknya apabila setiap asosiasi profesi yang
ada di tanah air mau melestarikan 
(jika sudah ada) serta merintis (yang belum punya)
lomba prestasi di bidang masing-masing. 
Juga betapa akan melegakannya jika semua partai
politik terdaftar di Indonesia terpanggil 
mencanangkan sayembara berhadiah di bidang prestasi
kemasyarakatan sesuai visi 
serta misinya -- anggaplah sebagai semacam pendidikan
politik "pra-kampanye" menjelang 
Pemilu 2004 y.a.d.  Di lain pihak, donor-donor asing
(NGO) pun mungkin perlu diimbau 
peransertanya dalam menyelenggarakan sayembara
berhadiah sesuai sektor nirlaba pilihan 
masing-masing. Percaya atau tidak, paling tidak
mekanisme demikian bisa meminimalkan 
(kalaupun belum menghapus) praktik penyalahgunaan
bantuan "gratis" oleh LSM-LSM 
domestik yang menjadi badan perantaranya selama ini.
Dan berhubung otomatis akan 
dikontrol oleh para pemenangnya, dana program
sayembara itu sangat sulit dikorupsi 
dibanding umpamanya proyek menolong korban banjir di
ibukota, bukan?
 
6. Keterlibatan Pers. Jelas peranan media massa, baik
cetak maupun elektronik, akan sangat 
membantu keberhasilan program ini. Namun berhubung
kecenderungan umum di dunia pers 
lebih memprioritaskan pemberitaan hal-hal negatif
(sesuai rumus jurnalistik: "Bad news = Good news") 
ketimbang informasi positif; maka pada gilirannya
mungkin kampanye aneka lomba yang diusulkan 
di sini memerlukan kemampuan pihak penyelenggara
menerbitkan media komunikasinya sendiri 
berupa: poster iklan layanan masyarakat,
tabloid/majalah, serial sinetron, sandiwara radio,
media 
Internet, dan sebagainya.
 

KESIMPULAN
 
     Meskipun gagasan intinya telah lama penyusun
pikirkan (Kedermawanan Baru, 1985), urgensi 
penyelenggaraan program aneka lomba berhadiah ini
sesegera mungkin lebih didorong keprihatinan 
penyusun menyimak betapa timpangnya banjir "energi
destruktif" dibanding aliran "energi 
konstruktif" yang beredar di masyarakat kita saat ini.
Jelas, kondisi mana akan berakibat mudah 
gagalnya upaya-upaya penanggulangan terbaik mana pun
yang kita coba lakukan -- baik secara 
kolektif maupun individual. Pada gilirannya,
kegagalan-demi-kegagalan tersebut akan semakin 
memperluas rasa pesimisme dan apatisme di kalangan
masyarakat. Karena itu, adalah keyakinan 
penyusun bahwa apa yang sangat kita perlukan sekarang
bukan menambah lagi solusi-solusi 
rehabilitatif untuk sekadar me-NORMAL-kan berbagai
krisis nasional yang ada (survival); 
melainkan serangkaian inovasi yang mampu me-MAJU-kan
atau mensejahterakan (prosperity) 
bangsa Indonesia di masa depan. Aneka lomba berhadiah
besar yang diusulkan di sini hanyalah 
satu di antara alternatif program yang kiranya mampu
memancing dan memacu aktivitas konstruktif 
berskala luas di masyarakat kita yang sedang "sakit
parah" dewasa ini. Sebuah ajang perubahan 
secara cepat atau "Revolusi yang Positif" tanpa musuh,
bukan jenis revolusi penuh konflik 
dengan ancaman "pertumpahan darah" seperti yang banyak
dikhawatirkan orang bisa terjadi.  
       
     Kebetulan, sejak lama penyusun mengamati betapa
kuatnya dampak sosial suatu lomba 
berkala dalam "menghidupkan" sektor kegiatan tertentu
di masyarakat. Sekali sebuah penghargaan 
sosial berlanjut menjadi tradisi, maka akan terpaculah
berbagai kemajuan tanpa henti di bidang 
yang bersangkutan - baik di tingkat lokal ("panjat
pohon Pinang" menyambut HUT Kemerdekaan), 
nasional (Kalpataru), regional-ASEAN (Hadiah Magsaysay
dari Filipina) maupun internasional 
(Nobel dari Swedia) - untuk menyebut beberapa contoh.
Bukti serupa bisa kita simak di bidang lain, 
misalnya popularitas olahraga tinju di masyarakat kita
belakangan ini (yang kini bahkan sudah 
merebak ke kalangan siswa SMU!) pasca hadirnya acara
berkala "Gelar Tinju Profesional" berhadiah 
uang lumayan di TV. Belum lagi ditambah tayangan jenis
lomba perkelahian bebas "The Ultimate 
Fighting Championship" terbaru, (yang versi
Indonesianya pun sudah mulai ditiru oleh TV lokal
kita) -- 
padahal apatah manfaat sosial maupun kemanusiaan dari
lomba-lomba demikian? 
 
     Contoh lomba lain yang sangat populer di dunia
namun patut kita pertanyakan manfaat 
kemanusiaannya adalah tradisi rekor GUINNESSS -- yang
di sini pun sudah ditiru oleh MURI 
(Museum Rekor Indonesia)-nya Jamu Jago di Semarang.
Seringkali orientasi aneka "prestasi 
Guinness" sekedar ingin menjadi nomor satu atau "yang
ter..." di seluruh dunia -- tanpa 
pertimbangan manfaat kemanusiaan apa pun yang
dihasilkan bidang bersangkutan. Contohnya: 
rambut terpanjang, gigi terkuat, teriakan terkeras,
push-up terbanyak, berdiri di atas 
satu kaki atau melipat tubuh terlama, dan lain
sebagainya - termasuk, ma'af, menaklukkan 
puncak gunung tertinggi-Himalaya--yang menjadi dambaan
begitu banyak pendaki gunung di 
seluruh dunia. Karena itulah-sekali lagi--usulan ini
ingin membatasi aneka lomba prestasi 
yang dimaksud untuk bidang-bidang karya nyata yang
bernilai sosial-kemanusiaan. Dan 
"manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang" (the
greatest good for the greatest number 
of people) kiranya tetap bisa dijadikan tolok-ukur
dasar dalam menilai peringkat prestasi 
yang bersangkutan. 
 
     Bahwa kepedulian serta tindak kesetiakawanan
sosial masih tetap ada di masyarakat tak 
perlu kita ragukan. Namun sekali lagi, amat
disayangkan pengejawantahannya terlalu berorientasi 
ke upaya-upaya korektif-rehabilitatif; bukan
inovatif-konstruktif seperti yang dimaksud usulan ini.

Rangkaian upaya tersebut pertama adalah misalnya:
menolong para Korban Bencana, membela 
si Teraniaya, menyembuhkan si Sakit, menormalkan si
Cacat, menyantuni si Miskin, menyekolahkan 
si Bodoh, menghancurkan Musuh, dan semacamnya.
Serangkaian tindakan sangat terpuji yang jelas 
berbeda fungsi serta dampaknya dibanding upaya
konstruktif-inovatif yang dimaksud di sini, yakni: 
menghadiahi mereka yang berjasa di masyarakat -- tanpa
bermaksud mengurangi nilai kemuliaan 
rangkaian tindak kedermawanan tersebut sebelumnya.
Menolong mereka yang tidak atau kurang 
beruntung adalah upaya GENTING yang sangat diperlukan,
namun menghargai serta melestarikan 
aneka prestasi sosial adalah hal PENTING yang tak
boleh dilupakan oleh setiap masyarakat.
 
     Tanpa mengingkari kemungkinan adanya pihak-pihak
yang justru menghendaki merebaknya 
konflik sosial serta terpecah-belahnya Republik
Indonesia demi kepentingan masing-masing 
(baik di dalam bahkan juga di luar negeri), penyusun
percaya bahwa masih cukup banyak pihak di 
masyarakat yang peduli dan rela berkorban
mempertahankan keutuhan integritas dan kedaulatan 
negara kita tercinta. Kepada merekalah pertama-tama
usul "Aneka Lomba Rp 1 Milyar" ini 
penyusun persembahkan. Dan mengingat, menyaksikan dan
merasakan masih rawannya aneka 
"konflik nasional" di negeri kita sampai sekarang,
penyusun sangat berharap usulan ini bisa segera 
sampai ke tangan, pikiran dan hati pihak-pihak yang
memiliki kemauan dan kemampuan untuk 
bersama-sama membantu perwujudannya. Ya, kalau hukuman
terberat (sampai "tewas dibakar 
hidup-hidup"!) sudah tega kita terapkan kepada para
pelaku (bahkan kerapkali baru tersangka!) 
kejahatan di masyarakat, mengapa hadiah bernilai besar
bagi pahlawan-pahlawan sosial belum 
kunjung kita relakan? 
 

     "Marilah kita kerahkan seluruh kemampuan berpikir
untuk berbuat kebajikan, 
    sebagaimana kaum penjahat memakainya dalam tindak
kriminal mereka!"
 
      -  Cotton Mather dalam "Essay to Do Good"
 
___________
* Penjabaran dari satu di antara beberapa gagasan
proyek sosial-kemanusiaan yang diusulkan 
dalam buku "TERAMPIL BERPIKIR" (Griya Gagasan &
Milenia Populer, 2001) karya penyusun. 
Bagi mereka yang berminat, bisa memperolehnya di
toko-toko buku terdekat di kota Anda. 
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi: 
Perpustakaan Griya Gagasan -- P.O. Box 
24SDL -- Cianjur -- Jawa Barat 43253 atau E-mail:
<ideas@cianjur.wasantara.net.id>. Terimakasih.

=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com