[Nusantara] Deliar Noer : Saran untuk Presiden Megawati
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Sep 20 13:00:57 2002
Deliar Noer : Saran untuk Presiden Megawati
SETELAH setahun Presiden Megawati memimpin negeri ini,
ada baiknya
memberi
saran-saran terbuka demi perbaikan negeri kita. Era
reformasi yang kita
hadapi memerlukan penilaian kembali terhadap apa yang
sudah dikerjakan,
termasuk apa yang seharusnya dikerjakan. Berikut
adalah saran-saran
kita.
Pertama, penilaian terhadap kinerja Presiden Megawati
dapat diikuti
antara
lain dalam jajak pendapat Harian Kompas (22-23 Juli
2002) tentang
bidang
ekonomi dan polkam. Sidang Tahunan MPR yang sudah
berlalu tentu dapat
dikaji
bersama lebih lanjut.
Kedua, tanggapan terhadap jajak pendapat itu dan hasil
Sidang Tahunan
MPR
seharusnya menjadi bahan berharga bagi kabinet secara
umum dan
menko-menko
dalam kabinet untuk menanggapi, memperbaiki, dan
merevisi dengan lebih
canggih aneka kebijakan yang ada. Tentu saja, sikap
dan pendapat
Presiden
serta Wakil Presiden akan amat menentukan. Tetapi,
karena kebijakan
pemerintah dalam rangka ini lebih bersifat teknis,
maka menko dan
menteri
lebih bisa menyesuaikan kebijakan pemerintah itu.
Hanya perlu dicatat,
tanggung jawab tetap ada pada Presiden.
Ketiga, saran-saran itu lebih difokuskan pada
persoalan gaya
kepemimpinan
Presiden Megawati, termasuk hal-hal yang bersifat
pribadi, tetapi amat
mempengaruhi penilaian masyarakat terhadapnya, antara
lain berkenaan
dengan
kenyataan pada diri Presiden sendiri.
Untuk itu, Presiden Megawati perlu lebih banyak
memberi respons
terhadap
perkembangan keadaan di berbagai bidang. Respons ini
hendaknya dapat
meyakinkan masyarakat bahwa ia (dan pemerintah) secara
umum benar-benar
peduli terhadap perkembangan.
Presiden hendaknya mulai membina bangsa, bukan saja
dalam soal "bangsa
yang
satu", tetapi juga yang beradab, santun, jujur, dan
penuh persaudaraan.
Ajakan terhadap nilai-nilai ini penting sekali karena
kemiskinan
membawa
kepada kekerasan (dalam Islam: kekufuran).
Selain mengajak masyarakat dan rakyat menegakkan sikap
dan perilaku
seperti
ini, perhatian Presiden yang lebih besar atas
pemberantasan
pengangguran
serta pengembangan pendidikan secara murah (gratis)
mempermudah respons
positif masyarakat dan rakyat.
Pertikaian di Aceh, dimulai oleh kesenjangan
kebijaksanaan
pusat-kemauan
daerah, Kalimantan (antara suku Dayak dan Madura),
Poso (kalangan
Kristen
dan Islam), Maluku Utara dan Selatan (antara kalangan
Kristen dan
Islam),
bahkan di Jakarta (antara Madura dan Betawi)
seharusnya sudah bisa
diatasi.
Dalam rangka ini sebaiknya Presiden mengunjungi
tempat-tempat itu,
mengajak
tokoh-tokoh terkait untuk sungguh-sungguh mengatasi
keadaan. Dalam
rangka
ini seharusnya perbedaan antara partai tidak dijadikan
garis pemisah;
bahkan
seharusnya semua partai hendaknya dapat diajak untuk
sama-sama
mengatasi
keadaan.
Presiden, dalam hal tertentu, hendaknya bisa
membedakan antara
pertikaian
agama dan kepentingan. Di satu daerah, kedua soal itu
(pertikaian
karena
kecemburuan, karena masa lalu) sering tidak bisa
dipisahkan. Padahal,
agama
sebenarnya tidak menjadi penyebab utama. Juga
perbedaan suku seharusnya
tidak merupakan penyebab.
Dalam rangka pengembalian keamanan, rasa persatuan
sebangsa dan
kebersamaan,
Presiden (serta mereka yang mendampinginya) hendaknya
mengingatkan
kembali
pada masa-masa perjuangan kemerdekaan tahun 1945.
Hendaknya Presiden
bisa
mengemukakan kesalahan pokok waktu lalu, yang tidak
memperhatikan
keinginan
dan tuntutan wajar dari daerah. Sikap pejabat, apalagi
dari kalangan
polisi
dan tentara, perlu sekali diubah agar dapat
menumbuhkan kepercayaan
pada
rakyat banyak. Maka hendaklah diselenggarakan latihan
kembali bagi
birokrasi, tentara dan polisi untuk dapat memahami
kehendak dan
keinginan
rakyat banyak, serta untuk menumbuhkan kepercayaan
rakyat banyak
terhadap
mereka. Rakyat akan lebih dahulu mendisiplinkan
dirinya bila birokrasi,
polisi, dan tentara menegakkan disiplin itu pada diri
mereka.
Maka Presiden perlu merencanakan perjalanan keliling
daerah dengan
membawa
tokoh-tokoh masyarakat yang dikenal masyarakat yang
dikunjungi.
Kebijaksanaan ekonomi, politik, kesejahteraan sosial,
juga hukum,
hendaknya
sesuai kepentingan rakyat. Seharusnya pemerintah
berpihak kepada
rakyat.
***
PRESIDEN Megawati hendaknya memperlihatkan pada
dirinya serta keluarga,
sikap dan ketentuan yang sesuai keadaan dan harapan
rakyat masa kini.
Presiden pun hendaknya membersihkan staf yang langsung
berhubungan
dengannya
dengan memindahkan/memberhentikan mereka yang tidak
pantas mendampingi
Presiden atau memberi masukan langsung. Sebaiknya
Presiden mengangkat
beberapa staf untuk memberi masukan-mungkin dua kali
seminggu-terdiri
dari
mereka yang matang, baik secara pemikiran maupun
pengalaman. Saya rasa
Ali
Sadikin seharusnya masuk kelompok ini.
Bila mungkin, Dewan Pertimbangan Agung diubah
susunannya agar lebih
bermanfaat bagi presiden dan bangsa umumnya. Tentu
diperlukan orang
dari
kalangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam badan
ini, juga dari
ormas
lain dan LSM, serta perseorangan yang tahan uji, dan
tidak terbawa arus
politik masa lalu.
Setiap minggu, Presiden hendaknya menerima selembar
dua ulasan tentang
perkembangan dalam berbagai bidang, tentu bisa
diharapkan dari staf
dimaksud
tadi. Ulasan ini menjadi bahan penentu kebijaksanaan
Presiden. Staf
yang
memberi masukan seperti itu hendaknya bisa memberi
penilaian tentang
tingkah
laku dan kebijakan para menteri.
Mereka yang membantu Presiden hendaknya merupakan
orang kepercayaan,
tetapi
yang tidak mempunyai kepentingan pribadi, kecuali yang
baik untuk
bangsa dan
negara.
Presiden juga perlu merentang jembatan antara
eksekutif dengan
legislatif
serta masyarakat umum, dengan mengundang antara lain
tokoh-tokoh
tertentu
untuk sarapan pagi, minum teh pagi atau sore hari. Ini
sering dilakukan
almarhum Presiden Soekarno tahun 1950-an. Karena
bersifat kekeluargaan,
suami Presiden hendaknya turut serta dalam pertemuan
sarapan pagi atau
minum
sore ini.
***
PRESIDEN hendaknya menyadari, sebagai pemimpin harus
memberi contoh.
Untuk
itu, ada beberapa hal terkait. Gaya dan penampilan
Presiden serta
keluarganya hendaknya tidak berubah dibanding masa
sebelum menjadi
Presiden.
Suami Presiden seharusnya tidak terlalu campur tangan
dalam kegiatan
kepresidenan, apalagi secara terbuka, juga tidak
memperlihatkan minat
dalam
bisnis kecuali sekadar apa yang ada.
Stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) milik
Presiden yang
dikabarkan ada beberapa buah sebaiknya diserahkan
kepada yayasan untuk
membiayai pendidikan.
Tidak kalah penting, perlu dikaji kembali gaji
Presiden, para menteri,
dan
pejabat lainnya. Pada tahun 1950, seorang lulusan SMA
memperoleh gaji
Rp 250
sebulan (kos di Jakarta saat itu Rp 30-Rp 40). Gaji
Presiden Soekarno
dan
Wakil Presiden Hatta Rp 3.000. Kini perbandingan (atau
perbedaan) ini
amat
mencolok. Seorang guru besar di Indonesia kini bergaji
Rp 2 juta
sebulan,
padahal seorang guru besar di Australia bergaji
separuh dari gaji
perdana
menteri.
Dalam rapat kabinet RIS, perbedaan gaji terendah dan
tertinggi ini
pernah
dibahas. Hatta, Perdana Menteri RIS, mengusulkan agar
gaji tertinggi
delapan
kali gaji terendah, sedangkan Menteri Keuangan
Sjafruddin Prawiranegara
mengusulkan 15 kali. Sekitar tahun 1970, Hatta dalam
salah satu
pidatonya
mengusulkan perbedaan itu "bolehlah" sampai 20 kali.
Drs Kwik Kian Gie
sekitar tahun 1990, dalam suatu seminar di LIPI (saya
menjadi salah
seorang
pembicara), mengusulkan perbedaan itu 40 kali.
Bagaimana kini?
Semua masalah ini dikemukakan dengan maksud agar
rakyat dan masyarakat
umumnya kembali mempunyai keinginan dan semangat untuk
bersama-sama
mengembalikan citra persatuan, kebangsaan, dan
kebersamaan, keadilan
sosial,
dan akhirnya kemakmuran. Presiden memang memegang
peran kunci dalam hal
ini.
DR DELIAR NOER Pakar ilmu politik
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com