[Nusantara] "dipo" Re: Globalisasi dan Amanat UUD 45
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Sun Sep 22 09:24:53 2002
"dipo" Re: Globalisasi dan Amanat UUD 45
From: "Gigih Nusantara"
: Globalisasi dan Amanat UUD 45
:
: Cobalah keliling ke kampung-kampung, saya dapat
: memastikan, bahwa istilah yang satu ini,
GLOBALISASI,
: pasti dengan fasih bisa diucapkan oleh kalangan
rakyat
: bawah kita, tak mesti hanya kalangan atas, atau
: pengamat ekonomi politik saja yang bisa. Bahkan,
: sambutan para ketua RT saja selalu menampilkan kata
: ini untuk memperkeren pidatonya. Perkara ngerti
bener
: atau tidak, siapa sih yang mau nanya-nanya?
:
: Globalisasi membuat tak ada lagi sekat-sekat
: geografis, yang mampu membuat sebuah bangsa bisa
: menjalankan kemauannya sendiri, tanpa harus
: diintervensi oleh kepentingan masyarakat luas,
: masyarakat dunia. lebih-lebih di era informasi yang
: berbasis telekomunikasi, serba internet, seperti
saat
: ini. Apa yang terjadi di belahan lain dunia ini,
pada
: detik yang sama juga sudah diketahui oleh penduduk
di
: belahan lainnya. Siapa bisa menutup arus informasi
: ini?
:
: Namun dalam praktek, tak semua hal-hal yang harus
: di-globalisasi-kan tersebut bisa cocok dengan
kondisi
: setempat, dalam hal ini saya ambil saja
amanat-amanat
: pendiri bangsa dan penyelenggara kedaulatan negeri
: ini, yang dituangkan dalam UUD 45.
:
: Bangsa-bangsa di dunia ini tak memiliki taraf
kemajuan
: yang sama, sehingga semua bisa menggunakan aturan
yang
: seragam. Bisa-bisa yang namanya kolonialisme lama
yang
: berbentuk penjajahan beralih rupa menjadi model
baru,
: dominasi dan hegemoni ekonomi oleh kekuatan industri
: besar, yang membuat upaya penyejahteraan rakyat
negeri
: ini tak pernah kesampaian. Koperasi, yang menjadi
: tulang punggung kegiatan ekonomi bangsa ini harus
: bersaing dengan sebuah kekuatan besar yang sudah
: lengkap infrastrukturnya, apa bisa bersaing dengan
: begitu saja? Sedang main golf saja masih ada
handicap,
: kok.
:
: Globalisasi tidak bisa ditahan untuk tidak masuk ke
: dalam rumah tangga negara kita. Suka atau tidak,
: demikianlah sopan santun pergaulan bangsa di dunia
: saat ini. Penolakan secara begitu saja hanya akan
: memperpanjang sisi-sisi yang harus dihadapi dan
bocor
: di sana-sini pula. Bisa-bisa kita hanya akan
kelelahan
: dalam usaha menahan arus globalisasi saja, dan bukan
: bekerja keras untuk kesejahteraan bangsa ini.
:
: Menyikapi globalisasi harus dilakukan dengan
: membangkitakn semangat kerja keras, bersatupadu,
: holopis-kuntul-baris, agar bangsa ini bisa cepat
: menyesuaikan diri dengan irama globalisasi itu
: sendiri. Semangat kembali bekerja keras, berjuang,
: tidak kenal menyerah, harus dikumandangkan agar
: menjadi sebuah etos kerja dasar dari penghuni
republik
: ini.
Sabar dulu, Cak..
Globalisasi itu sama seperti api atau utang; masih
kecil
ditimang-timang karena memang lucu & menyenangkan,
tapi kalau
dibiarkan membesar dan membesar, tahu sendiri
akibatnya (di sini nggak
ada salju jadi nggak bisa pake idiom global: 'bola
salju' :)
Globalisasi yang sedang digelindingkan sekarang nggak
lain nggak bukan
hanyalah modifikasi dari cita-cita ekspansi liberalism
yang sempat
dihadang kumis perjuangannya Hitler si "Mein Kampf".
Karena itu nggak
salah kalau ada yang bilang globalisasi merupakan
kebangkitan
liberalisme pasca PD II (neolib). Atau lebih jauh
lagi, kebangkitan
pasca ambruknya laissez-faire (neo laissez-faire).
Modifikasinya,
kalau liberalisme tadinya seperti kehabisan jalan
lantas cari selamat
dengan mengubah diri jadi kekuatan sosialis &
demokratis, maka pasca
PD II liberalism seperti baru menginsyafi bahwa jalan
harus dibikin,
bukan dicari apalagi ditunggu -- keinsyafan ini
barangkali datang
setelah melihat kehebatan konsep auto bahn :)
Liberalisme tidak harus
berubah dan masuk ke 'jalan lama' menjadi sos atau
dem. Liberalisme
cukup saja membangun 'jalan baru' yaitu, menyamar di
balik bendera
sosialisme atau demokrasi!
Sampai tengah 1960an gerakan globalisasi masih
kecil-kecilan, sebatas
ekspor barang-barang kebutuhan sekunder. Maklum, masih
dalam taraf
membangun penyamaran. Tapi setelah penyamaran nyaris
terbongkar oleh
peristiwa minyak-perjuangan (embargo '73), liberalism
langsung digeber
habis. Menyamar sejadi-jadinya sampai rakyat di
pedusunan Iran sempat
ber'evolusi' menjadi makhluk pemakan burger & peminum
cocacola
sementara bocah-bocah di kampung utan DKI tergila-gila
ngendon depan
tv main ps world cup 2002...
Kunci sukses menyulap kebutuhan sekunder (bahkan yang
bukan kebutuhan
samasekali) menjadi kebutuhan primer di mana-mana itu,
saya yakin
terletak pada pemakaian bendera sosialisme/demokrasi
sebagai kemasan.
Sehingga sambil terpukau kemasan yang cantik
menggairahkan, orang
asyik saja menelan isinya: lib-burger (ilustrasi
visualnya mirip
demonstran anti-sutiyoso yang melahap kue isi pil
sianida).
Apapun namanya, apapun benderanya, liberalisme cuma
punya satu arti:
siapa kuat, dia menang! Untuk menjalaninya cukup
kembali ke naluri
asal seperti Kimba si raja rimba. Orang tidak perlu
memakai akal,
karena otot dan duit lebih komunikatif. Negara tidak
perlu
cendekiawan/wati, karena senjata dan tentara lebih
efektif. Jelas
sekali hukumnya bahwa kombinasi antara duit, senjata,
dan orang-orang
serakah sudah barang pasti mengarah pada
kolonialisasi, dalam segala
bentuk dan cara. Konyol sekali bukan?
Pertanyaannya, kalau kita harus menyesuaikan diri
dengan irama
globalisasi, kira-kira bakal bagaimana jadinya kita
2020 nanti,
sedangkan baru menjelang AFTA saja kita sudah begini
liberal & ganas
memainkan otot & duit; sudah mahir menjajah lewat
undang-undang dan
harga. Siapa bisa tahan menari bersama api? Riskan Cak
terus-terusan
nandak di gendang mereka.
Bahwa globalisasi tak bisa lagi dibendung, barangkali
iya. Tapi kalau
presiden RI sampai mengajak seluruh dunia untuk
"meningkatkan
kemitraan global", jelas-jelas ini sangat
mengecewakan. Sebagai orang
yang sempat menolak diamandemennya UUD '45, seharusnya
di Johannesburg
kemarin dia lantang menyuarakan amanat Alinea 1
Mukadimah. Atau,
sekurangnya bicaralah atas dasar keadilan; keadilan
global.
Itu saja dulu, Cak. Lain-lainnya, termasuk yang di
bawah ini bisa
diterima tanpa catatan (weh, kayak rapat RT..) Sebab,
bagaimanapun,
kita memang sudah jadi bulan-bulanan sekaligus
bal-balan bangsa asing
perjuangan. Percayalah.
: >
: Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap,
bagaimana
: pun, globalisasi pasti datang. Jikia kita hanya
sibuk
: bertengkar demi kepentingan sesaat, baik politik
: maupun uang, maka kita hanya akan terus-menerus
menadi
: bulan-bulanan bangsa asing, melalui isu globalisasi
: tersebut. (gn)
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com