[Nusantara] Golput Karena Kesadaran Tak Dihukum

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Feb 11 05:00:22 2003


Golput Karena Kesadaran Tak Dihukum 
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah menilai usulan untuk
menghukum penganjur golongan putih (golput) tidak bisa
dilakukan jika kemudian terbukti bahwa mereka yang
dipengaruhi itu tidak menggunakan hak pilihnya karena
kesadaran sendiri.  "Soal golput seharusnya dilihat
dari dua sisi, yaitu orang yang tidak mengerti, dan
yang mendapat tekanan. Jika karena kesadaran sendiri
lalu memilih golput, kan tidak mungkin ditahan," kata
juru bicara Depdagri Nyoman Sumaryadi di Jakarta,
Rabu. 

Kepala Biro Organisasi, Hukum dan Protokol (OHP)
Depdagri itu menekankan, menjadi golput dengan
kesadaran sendiri tidak ada sanksinya. Itu merupakan
hak warga negara. Bahkan menganjurkan golput atau
mengkondisikan seseorang untuk menjadi golput pun
sulit dibuktikan.  "Bisa dipahami jika terjadi ada
warga yang kecewa terhadap partainya. Tapi kalau tidak
suka dengan satu parpol tertentu, yah sebaiknya jangan
pilih parpol itu. Pilih saja yang lain," katanya. 

Ia mengakui bahwa pemilu memerlukan partisipasi aktif
dari semua warga negara untuk bersama-sama membangun
negara menjadi lebih baik dan demokratis. Kendati
demikian, dia menyatakan bahwa pemerintah tidak
khawatir golput semakin meluas, karena nasib bangsa
dan negara bukan hanya dimiliki satu elemen, tapi
seluruh rakyat Indonesia. 

"Pemerintah yakin bahwa rakyat masih perduli terhadap
nasib bangsa dan negaranya. Jadi biarlah rakyat yang
menentukan dengan kematangannya sendiri. Tapi jangan
lupa bahwa proses menuju demokrasi itu membutuhkan
waktu yang panjang," ujarnya. 

Seperti diketahui, dalam rapat Panitia Kerja (Panja)
RUU Pemilu muncul usulan untuk menetapkan ancaman
hukuman penjara satu tahun atau denda maksimal Rp 10
juta bagi siapa saja yang menganjurkan untuk tidak
menggunakan hak pilihnya saat pemilu. 

 

Langgar Demokrasi

Di tempat terpisah, cendekiawan Prof Dr Nurcholish
Madjid mengatakan bahwa larangan golput merupakan
pelanggaran terhadap demokrasi. "Kalau golput
betul-betul dilarang itu melanggar demokrasi karena
tidak memilih itu hak setiap orang. Pemilu itu bukan
kewajiban," ujarnya. 

Meski begitu, Cak Nur -begitu dia biasa dipanggil-
setuju bahwa perlu ada tindakan bagi mereka yang
menghalang-halangi pemilu. "Kalau menghalang-halangi
terjadinya pemilu, itu yang harus ditindak," katanya. 

Senada dengan itu, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak
Nun) juga menilai larangan sebagai tidak masuk akal.
"Selain bertentangan dengan akal sehat, hal itu juga
bertentangan dengan prinsip demokrasi," ujarnya di
Jakarta, kemarin. 

Aktivis koalisi ornop Bambang Widjoyanto balik
mengusulkan bahwa yang harus ditindak itu bukan golput
tetapi golhit alias golongan hitam. "Golongan hitam
itu warga yang memakai uang supaya menang Pemilu.
Itulah yang perlu diwaspadai," katanya. 

Sementara budayawan Setiawan Djody menilai sosialisasi
tentang pentingnya pemilu perlu dilakukan dalam upaya
menghindari meningkatnya jumlah golput. "Sosialisasi
dan penjabaran mengenai pentingnya partisipasi rakyat
dalam pemilu itu sangat perlu," katanya di Jakarta,
kemarin. 

Menurut dia, soal golput itu terserah rakyat. Jadi
jangan dikaitkan bahwa golput dapat dihukum. "Itu
harus dibuang, orang tidak mau ikut pemilu terserah
mereka. Di negara maju seperti di Amerika Serikat saja
juga masih banyak yang golput," ujarnya. 

Ketua KPP PRD Haris Rusly Moti juga menyatakan bahwa
golput merupakan hak warga negara. "Memilih golput
atau mengkampanyekan golput, bahkan memboikot pemilu
sekalipun adalah hak yang sama derajatnya dengan hak
warga negara untuk memilih partai A atau B," katanya. 

Ia meminta negara menghormati dan menjamin melalui
konstitusi hak warga negara untuk memilih,
mengkampanyekan atau menganjurkan golput seperti
halnya negara menjamin hak untuk memilih,
mengkampanyekan atau menganjurkan memilih parpol
tertentu. 

"Seharusnya, yang dilakukan itu adalah menjamin hak
untuk memilih, mengkampanyekan atau menganjurkan
golput melalui aturan di UU Pemilu, bukan justru
memberi sanksi hukum," ujarnya. 

Bahkan, Wakil Ketua Umum PKB "Kuningan" Mahfud MD
menyebut usul melarang golput sebagai gagasan gila,
karena memilih atau tidak memilih adalah hak warga
negara. "Orang menggunakan haknya tidak boleh
dilarang, dan karena itu adalah gagasan gila jika
melarang orang menjadi golput," katanya. 

Menurut Mahfud, mereka yang memilih golput itu
hanyalah kalangan terpelajar di kota-kota besar,
sementara masyarakat desa yang jumlahnya mencapai di
atas 80 persen lebih banyak yang menggunakan haknya. 

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus bisa dan berani
menunjukkan ke masyakat besarnya golput yang ada. Ia
juga mengatakan bahwa di AS jumlah pemilih yang
menggunakan haknya hanya sekitar 40 persen, sedangkan
sisanya 60 persen tidak menggunakan haknya (golput).
(Ant/M-1) 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah !

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com