[Nusantara] Demokrasi Dan Penegakan Hukum

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Feb 11 09:00:33 2003


Demokrasi Dan Penegakan Hukum
Oleh Oksidelfa Yanto 

Mempersoalkan demokrasi sebagai suatu sistem politik
dalam negara hukum sesungguhnya tidak sekedar terfokus
pada dimensi tujuannya saja. Namun, penting
diperhatikan juga tentang cara berdemokrasi yang
benar. Jika kita lihat sekarang masyarakat lebih
cenderung mengaktualisasikannya dengan cara yang tidak
terpuji. Yang dengan alasan demokrasi, semua
aturan-aturan hukum bisa dilanggar dengan seenaknya. 

Problem utama setelah reformasi bergulir adalah adanya
kebebasan tanpa arah yang kebablasan sebagai dasar
dari demokrasi. Padahal dalam pelaksanaannya sendiri
seharusnya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Inilah
yang disebut dan dikenal dengan prinsip hak dan
kewajiban. Yaitu, adanya hak oarng lain yang mesti
dihargai dan kewajiban kita untuk mematuhi sistem
demokrasi dengan benar. 

Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan yang
cukup lama dan memakan banyak korban, maka kata
demokrasi mempunyai arti penting sebab merupakan salah
satu tonggak daripada penyanggah kemerdekaan yang
telah dicapai. Bertolak pada hal di atas, kemerdekaan
yang telah dicapai tersebut haruslah diisi dengan
sistem demokrasi yang berkeadilan. Dengan demikian
nantinya demokrasi akan jauh lebih bermakna sebab
telah terpenuhinya nilai-nilai hak asasi manusia (HAM)
untuk berekspresi dengan segala kebebasan yang positif
dan bukan kebebasan yang anarkhis. Oleh sebab itu,
tahapan demokrasi yang benar dan baik harus
dikedepankan sehingga nanti akan dijumpai suatu
masyarakat yang hidup dalam suasana yang sejahtera
dengan koridor hukum yang berlaku. 

Sebagai suatu sistem politik, demokrasi dapat dilihat
sekitar lima abad sebelum masehi (SM). Saat itu orang
Yunani membentuk Polis (Negara Kota) dengan menerapkan
bagaimana suatu sistem politik harus diorganisasikan
sehingga dapat memenuhi kepentingan dan kesejahteraan
rakyat. Pentingnya demokrasi juga dikemukakan oleh
Samuel P Hunngtington yang menulis dalam bukunya, The
Third Wave Democratization in The Late Twentieth
Century (1991) yang mengatakan bahwa demokrasi telah
menjadi kata kunci dalam wacana dan pergerakan politik
dunia. Dan, tidak ada keragu-raguan untuk itu. Serta
proses demokratisasi atau perjuangan untuk menegakkan
demokrasi dewasa ini telah ada dan sedang berlangsung
di berbagai pelosok dunia. Jadi, hampir semua istilah
demokrasi selalu memberikan arti penting bagi
masyarakat. 

Karena sebagai dasar hidup bernegara, demokrasi
memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir
rakyat merasakan langsung manfaat demokrasi yang
dilaksanakan. Rakyat berhak menikmati demokrasi sebab
hanya dengan demikianlah arah kehidupan rakyat dapat
diarahkan pada kehidupan yang lebih adil dalam semua
aspek kehidupan. Maka dari itu, negara demokrasi
adalah negara yang berlandaskan kehendak dan kemauan
rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat. 

Ketidakadilan dalam mengujudkan fungsi hukum merupakan
salah satu bentuk demokrasi tidak berjalan di tengah
masyarakat. Lumpuhnya kedaulatan hukum rakyat dan
mandulnya lembaga-lembaga hukum menggambarkan keadaan
tersebut. Pemerintah sebagai penguasa yang mengklaim
dirinya sebagai reformator demokrasi hukum tidak
seharusnya bersikap acuh tak acuh dalam menegakkan
hukum. Pemerintah harus mendorong agar hukum berjalan
sebagaimana mestinya. Harus dihindarkan hukum
seolah-olah hanya berlaku bagi golongan masyarakat
kecil. 

Bahwa demokrasi telah tumbuh menjadi alasan reformasi
dengan kecendrungan mengabaikan HAM memang tidak bisa
dipungkiri. Semua sikap demokrasi yang dijalankan
selalu membonceng makna reformasi sebebas-bebasnya,
tanpa mampu membedakan sikap-sikap yang arogan. Khusus
untuk melindungi HAM, negara harus dibangun atas
prinsip negara hukum dan diawasi oleh instrumen yang
berwenang. Agar demokrasi dapat berjalan tanpa
menginjak HAM, maka perlulah segera agenda penting
diutamakan oleh penguasa dengan memberikan perhatian
khusus cara-cara demokrasi yang tidak menyimpang.
Sebab, mempersoalkan demokrasi sebagai suatu paham
dari sistem politik dalam negara hukum pada hakekatnya
tidak terpusat pada dimensi aktualitas dan tujuan yang
ingin dicapai saja tetapi juga menyangkut HAM yang
sebenarnya tidak boleh diabaikan. 

Jika demokrasi hanya dipersoalkan pada tujuan yang
ingin dicapai saja maka jelas akan mengandung sejumlah
problem terutama yang berdampak pada kelangsungan
kehidupan masyarakat. Karena, demokrasi tidak berada
pada ruang hampa yang kebal dari aturan yang anarkis.
Namun sebaliknya bahwa demokrasi tersebut harus tunduk
pada ketentuan hukum yang berlaku yang nantinya
berdampak pada aktivitas masyarakat. 

Pertanyaannya, sudahkah demokrasi berjalan dengan
semestinya di negeri ini? Atau, jika benar demokrasi
sudah ditegakkan di manakah tempat rakyat yang
sesungguhnya? Apakah rakyat bisa mendapatkan manfaat
dalam proses politik yang didengungkan secara
demokratis? Atau, dapatkah masyarakat memperoleh
persaman dan keadilan di muka hukum? 

Menjawab pertanyaan ini penulis teringat dengan apa
yang dikatakan Gus Dur dalam tulisannya di harian
Kompas edisi 1 September 1998 yang berjudul "Masa
Depan Demokrasi di Indonesia". Dalam tulisannya Gus
Dur mempertanyakan mungkinkah demokrasi dapat
ditegakkan pada periode setelah pemilu yang akan
datang? (Pemilu pertama setelah tumbangnya kekuasaan
Orde Baru). 

Dengan enteng Gus Dur menjawab, "Tidak". Walaupun
pertanyaan tersebut sempat mengejutkan berbagai pihak
sebab dalam kenyataannya telah terjadi perubahan besar
di panggung politik yang memberikan peluang bagi
tegaknya demokrasi seperti berdirinya partai-partai
politik yang didukung oleh cendekiawan, mahasiswa,
media massa, LSM yang semuanya hampir bertujuan
menegakkan demokrasi. Namun di sisi lain Gus Dur
beralasan bahwa konstelasi politik yang ada belum
memungkinkan tumbuhnya demokrasi yang sebenarnya
karena masih banyaknya rekayasa dan intrik yang
berlaku. Di samping itu masih adanya lembaga negara
yang mempertahankan status quo, demikian juga dengan
UU Pemilu dan sistem politik yang ada masih
memungkinkan terjadinya hal itu serta yang lebih
penting tradisi kita belum melahirkan budaya politik
yang sehat. 

Dari uraian yang digambarkan oleh Gus Dur di atas dan
jika dilihat kondisi peta politik sekarang memang
sangatlah tepat. Demokrasi seolah tidak ada artinya.
Semua serba anarkis. Partai politik saling berkonflik
ria. Pejabat dan elite politik saling beragumen semua
atas nama rakyat. Hukum belum berjalan sebagai mana
mestinya. Lembaga negara khususnya di bidang hukum
masih saja diintervensi. Untuk itu Gus Dur menyarankan
bahwa tradisi budaya politik haruslah sejalan dengan
perkembangan lembaga-lembaga yang ada. Dan, perlu
perjuangan melalui serangkaian pemilu sebab dari
situlah dimulainya perombakan aturan mengenai
mekanisme kerja pemerintah. Hubungan pusat dan daerah
serta perumusan kembali peran institusi yang ada agar
dapat berjalan secara efektif. 

Untuk mengujudkan sistem demokrasi yang baik maka
perlu dituangkan di dalam kaidah hukum dalam suatu
sistem pemerintahan. Demikian juga dengan
lembaga-lembaga negara yang ada. Karena, secara umum
prinsip demokrasi itu mempunyai empat pilar utama yang
mempunyai peran signifikan, seperti lembaga legislatif
atau parlemen sebagai tempat wakil rakyat, lembaga
eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan negara,
lembaga yudikatif sebagai tempat memberi putusan hukum
dan keadilan dalam pelaksanaan UU serta pers sebagai
alat kontrol masyarakat. 

Semua lembaga di atas sangat menentukan sekali bagi
proses tegaknya demokrasi. Untuk itu dengan tetap
berpegang pada pilar-pilar demokrasi dan konsep-konsep
demokrasi hukum serta politik pada umumnya, diharapkan
akan terwujud penyelenggara negara yang bersih dan
baik. Karena apa pun alasannya, demokrasi tanpa
diwadahi dengan hukum yang responsif maka segala
bentuk kekacauan dan kecurangan akan selalu datang dan
seolah tidak mau pergi menghinggapi masyarakat. 

Oleh sebab itu, menurut penulis, perlu ditumbuhkan
kesadaran moral para elite pemerintah di negeri ini
untuk membawa muatan kepentingan memperjuangkan amanat
rakyat. Dengan motto bahwa sekali amanat rakyat yang
diemban itu dikhianati dan dijadikan barang komoditas
maka saat itu juga kekuasaan telah kehilangan
keabsahan. Perlu dicamkan bahwa demokrasi akan menjadi
prasyarat yang utama bagi pembangunan yang
dilaksanakan. Dan, nantinya akan memberikan berkah
pada rakyatnya. Pemerintah dengan segala sumber daya
yang dimilikinya tidak akan dapat tegak tanpa adanya
dukungan yang memadai dari rakyat. 

Kita sepakat bahwa sasaran utama dari gerakan
reformasi adalah membangun suatu kehidupan berbangsa
dan bernegara dalam kerangka demokratis. Semua tujuan
itu akan tercapai kalau kita telah menjamin suatu
kehidupan yang demokratis. Kehidupan yang demokratis
itu berlaku dalam semua bidang kehidupan, baik
politik, ekonomi, hukum maupun pendidikan. Karena itu,
yang dimaksud dengan reformasi total adalah membangun
demokrasi yang berlandaskan hukum menuju kehidupan
yang lebih berdaya guna dalam setiap kesempatan. 

Dari konteks di atas maka perlu kita membangun
demokrasi dengan struktur sosial politik yang baik
serta membangun mental dan budaya yang penuh damai.
Jika hal ini dapat diwujudkan sudah barang tentu
perundangan yang ada memungkinkan dijalankan sesuai
dengan kedudukan dan fungsinya sebagai pengikat dan
pemberi sanksi. Berkenaan dengan itu maka keberadaan
legitimasi kekuasaan yang otoriter jelas tidak dapat
dijalankan di dalam suatu negara hukum. Dan,
legitimasi pada keteraturan dalam konteks negara hukum
akan memberikan kedaulatan pada rakyat dengan
sebesar-sebesarnya. 

Dari uraian yang dikemukakan di atas maka penulis
berkesimpulan bahwa setidaknya yang harus dikedepankan
dalam suatu negara demokrasi adalah adanya persamaan
di depan hukum, yang berarti negara demokrasi
hendaknya mencerminkan ketaatan akan hukum yang ada.
Untuk itu Rule of Law harus dijalankan oleh seluruh
warganegara tanpa membedakan latar belakang. Jika
hukum dapat dijalankan sesuai dengan kaidah yang benar
maka akan tercipta suatu tatanan demokrasi yang baik.
Dan kita akan terhindar dari kekacauan yang cenderung
mengabaikan HAM. 

Sekali lagi demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan
sikap anarkhis dan chaos. Dan, hukum saja tanpa
demokrasi akan membuat bangsa ini kembali ke pangkuan
kediktatoran. Karena, hukum bisa dibuat dan
dimanipulasi hanya sekedar sebagai alat untuk
memberikan legitimasi bagi kekuasaan. Untuk itu, jika
ingin mengembangkan demokrasi haruslah dengan cara
yang demokratis pula. Intinya, kesediaan berbeda
pendapat, kesediaan mendengar haruslah diiringi dengan
ketentuan hukum yang ada. 

Semoga cita-cita merespon tegaknya demokrasi dalam
negara hukum akan terlaksana. Sebab, kita tentu tidak
ingin ada lagi aktivitas demokrasi yang anarkis dan
brutal. *** 

(Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas
Bung Hatta Padang, bekerja di CSIS Jakarta


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah !

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day
http://shopping.yahoo.com