[Nusantara] Mengatasi Masalah Kependudukan

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Feb 13 04:01:03 2003


Mengatasi Masalah Kependudukan
Oleh Haryono Suyono 

Awal minggu ini Kantor BKKBN (Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional) dan jajarannya dari
seluruh Indonesia mengadakan rapat kerja nasional
(Rakernas) di Jakarta. Tidak kurang dari Menteri
Kesehatan, Dr Achmad Suyudi dan pejabat-pejabat teras
lainnya memberikan sambutan dan bekal kepada para
pejabat kependudukan dan keluarga berencana yang
datang dari seluruh Indonesia tersebut. Peristiwa itu
menjadi penting karena pada tahun ini penduduk
Indonesia mencapai jumlah lebih dari 213 juta jiwa dan
harus berjuang lebih berat lagi menghadapi tantangan
dunia yang makin kompleks. Dengan jumlah penduduk
sebesar itu Indonesia tetap merupakan negara dengan
jumlah penduduk nomor empat di dunia sesudah RRC,
India dan Amerika Serikat. Namun, tidak seperti
Indonesia yang masih tetap terpuruk karena krisis
multidemensi yang berkepanjangan, tiga negara besar
lainnya sudah makin kuat dalam bidang ekonomi dan
tehnologi. Bahkan, ketiganya telah mampu mempergunakan
tenaga nuklir dan mengirim berbagai roket serta
peralatan canggih ke ruang angkasa. 

Untung saja, penduduk Indonesia yang pada tahun
1960-an pernah diramalkan bakal mencapai jumlah
sekitar 280 juta di tahun 2000, tidak menepati
ramalannya. Andaikan ramalan itu terjadi, barangkali
kenaikan harga minyak, tarif dasar listrik (TDL), dan
tarif telepon yang menggegerkan Indonesia di awal
tahun ini bakal menjadi bulan-bulanan yang lebih
dahsyat lagi. 

Biarpun kita masih tertinggal di belakang, dengan
kualitas penduduk, atau sumber daya manusia yang
rendah, negara dan bangsa kita relatif masih
beruntung. Penanganan masalah kependudukan yang
dilakukan dengan komitmen yang tinggi di masa lalu dan
berhasil memperbaiki kualitas penduduk, secara tidak
langsung ikut menyelamatkan Indonesia dari malapetaka
yang lebih serius. Andaikan di masa lalu tidak
dilakukan penanganan dengan baik, hampir pasti tingkat
kelahiran masih akan tetap tinggi dan tingkat kematian
juga akan tetap tinggi. Kualitas penduduk yang diukur
dari sudut kesehatan akan tetap rendah. Lebih
mengerikan lagi, dengan tingkat pendidikan yang
rendah, Indonesia akan berada pada jajaran yang sangat
mengerikan. 

Upaya memperbaiki kualitas penduduk yang dilakukan
secara komprehensif, terpadu, bertahap dan serentak
mestinya dilanjutkan secara gegap gempita. Upaya yang
dilakukan selama ini sebenarnya baru merupakan upaya
dasar, yaitu peningkatan kualitas keluarga dengan
memperkecil ukurannya, memperbaiki tingkat
kesehatannya dan memberi kesempatan pendidikan dasar
anggotanya. Upaya peningkatan kesehatan yang merupakan
upaya dasar itu telah dilakukan dengan membuka
Puskesmas dan Pos-pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di
seluruh pelosok Tanah Air. Upaya yang menyediakan
dokter-dokter muda dengan pengorbanan yang tinggi di
seluruh pelosok Tanah Air itu merupakan upaya
meningkatkan kesadaran hidup sehat yang sangat
mendasar. Biarpun demikian, pengorbanan mereka membawa
hasil positif yang membesarkan hati, mereka telah
menyelamatkan jutaan ibu dan anak-anak dari kematian
yang sia-sia. 

Untuk memperluas jangkauan, ribuan dokter-dokter muda
di Puskesmas tersebut telah dibantu dengan tambahan
bidan yang semula hanya sekitar 8.000 bidan untuk
seluruh Indonesia menjadi lebih dari 65.000 bidan yang
segera menempati posnya di desa-desa seluruh pelosok
Tanah Air tanpa kecuali. Penempatan bidan-bidan muda
tersebut, yang bekerjasama dengan dokter-dokter di
Puskesmas dan para dukun bayi di kampung-kampung,
telah berhasil menurunkan tingkat kematian bayi serta
ibu mengandung dan melahirkan. 

Dengan upaya kesehatan yang sangat intensif,
pemerintah menggelar Program KB dengan
sungguh-sungguh. Melalui program ini masyarakat dan
para pemimpinnya, formal dan informal, para ulama dan
mereka yang dianggap panutan masyarakatnya, diajak
untuk bangkit dan menggerakkan masyarakat dan seluruh
warganya meningkatkan kesadaran dan harkat martabatnya
menjadi manusia yang utuh, merencanakan kehamilan dan
kelahiran anak-anaknya secara rasional dan mengambil
tanggung jawab yang tinggi terhadap masa depan
keturunannya. 

Seiring dengan itu pemerintah membangun ratusanribu
sekolah, menyediakan guru dan peralatan yang memadai
disertai dengan ajakan menggerakkan "wajib belajar
enam tahun", yaitu untuk anak-anak umur 6-12 tahun.
Program Wajib Belajar tersebut kemudian ditingkatkan
menjadi "wajib belajar sembilan tahun" agar setiap
anak bisa menamatkan pendidikan sekolah lanjutan
tingkat pertama. 

Hasil berbagai upaya itu sungguh menakjubkan. Tingkat
kematian menurun lebih dari limapuluh persen, tingkat
kelahiran menurun lebih dari limapuluh persen, tingkat
pertumbuhan penduduk yang biasanya bertengger di atas
angka 2,3 persen menurun menjadi sekitar 1,3 persen.
Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar naik
menjadi lebih dari 100 persen, artinya semua anak-anak
usia SD telah berhasil ditarik ke sekolah dan sedang
bersekolah. Mereka yang orang tuanya tidak mampu
dibantu oleh pemerintah dan masyarakat dengan berbagai
beasiswa dan bantuan makanan tambahan bergizi untuk
memperbaiki kemampuannya menyerap pelajaran di
sekolahnya. Biarpun perbaikan itu menghasilkan
kemajuan yang membesarkan hati, tampaknya tidak cukup
kuat untuk mengangkat nasib bangsa ini, seperti halnya
negara-negara besar lainnya. Upaya yang sudah
dikerjakan itu perlu dilanjutkan dengan lebih gigih
lagi. 

Untuk melanjutkan program dan upaya yang telah
dikerjakan dengan baik selama ini, perlu komitmen yang
tinggi. Namun, komitmen itu tampaknya sukar
dikembangkan, baik secara nasional maupun dalam
lingkup internasional. Dalam tataran nasional, sejak
beberapa tahun terakhir ini Kantor Menteri
Kependudukan, yang diharapkan mampu mengkoordinasikan
pembangunan yang berwawasan kependudukan telah
dibubarkan. Kantor BKKBN dan jajarannya di seluruh
Indonesia, yang sebelumnya gigih dan telah berhasil
mengkoordinasikan program reproduksi sehat, kegiatan
KB dan pemberdayaan keluarga, dalam tahun ini akan
menghadapi proses transisi dalam rangka otonomi
daerah. Dalam suasana transisi tersebut, dikawatirkan
terjadi berbagai distorsi yang menghambat
langkah-langkah yang justru harus lebih gigih. 

Dalam tataran internasional, tahun ini adalah tahun ke
sembilan setelah Konperensi Kependudukan di Kairo yang
berhasil menggariskan program aksi yang sangat
dinamik. Seperti diramalkan dalam program yang
disepakti secara internasional tersebut, gangguan
reproduksi selama sembilan tahun terakhir sungguh
sangat dahsyat. Penduduk Asia, Afrika, Amerika dan
banyak bagian dunia lainnya mendapat serangan virus
HIV/AIDS yang tidak ringan. Penanganannya
tersendat-sendat karena berbagai kendala, ada karena
kekurangan dana untuk mengirim informasi tentang
bahaya virus, ada juga karena mahalnya harga obat
untuk penderita dari negara-negara berkembang yang
miskin. Akibatnya, banyak negara kehilangan generasi
mudanya yang potensial. 

Peningkatan kualitas penduduk dan pemberdayaan
keluarga yang diharapkan membawa negara berkembang
makin mandiri belum menunjukkan pencapaian yang
menggembirakan. Tingkat kesehatan, buta huruf dan
kualitas penduduk di banyak negara berkembang belum
banyak beranjak dari keadaan di awal tahun 1990-an.
Anggaran pendidikan yang memadai untuk semua negara
tidak terjadi. Pada umumnya anggaran upaya pembangunan
berorientasi kependudukan, khususnya untuk
pemberdayaan penduduk, relatif rendah dan tidak mampu
menopang, apalagi mendongkrak, kualitas penduduk yang
rendah di banyak negara berkembang. 

Dengan kualitas penduduk yang rendah, partisipasi
penduduk dalam angkatan kerja juga rendah. Akibatnya
tingkat pendapatan penduduk menjadi sangat tidak
memadai. Lebih lanjut dari pada itu tingkat kemiskinan
yang diharapkan bisa makin menipis justru makin
membengkak dan menyebabkan banyak hasil-hasil gemilang
dihilangkan oleh kualitas penduduk yang tidak
bertambah baik. 

Karena itu banyak negara mulai menyiapkan diri,
mengadakan pertemuan nasional dan regional untuk
menyongsong Konperensi Kependudukan yang baru di tahun
2004. Mereka berharap bahwa konperensi itu bisa
menyegarkan komitmen, atau meningkatkannya menjadi
lebih besar dalam menangani sisa-sisa masalah
kependudukan yang masih tertinggal. 

Di tengah-tengah maraknya persiapan berbagai
konperensi nasional dan regional menjelang Konperensi
Kependudukan Dunia yang baru di tahun 2004, Amerika
Serikat, yang dimasa lalu selalu menjadi negara
penggerak pembangunan kependudukan, mendadak
menunjukkan sikap dan tingkah laku yang tidak
simpatik. Beberapa saat menjelang diadakannya beberapa
konperensi regional tersebut, khususnya menjelang
Konperensi Regional Asia dan Pasifik di Bangkok,
Amerika Serikat menarik kembali komitmen bantuannya
sebesar 35 juta dolar AS untuk UNFPA, suatu badan PBB
untuk kependudukan. Padahal bantuan itu sudah
direncanakan untuk diteruskan kepada banyak negara di
Asia, Pasifik dan negara-negara berkembang lainnya
untuk melanjutkan pembangunan kependudukan. Penarikan
komitmen itu sungguh sangat disayangkan karena
mengacaukan segala perencanaan yang telah lama
disiapkan oleh Badan Kependudukan PBB di New York
tersebut. Banyak negara yang sedianya menerima bantuan
dari PBB menjadi batal atau sangat dikurangi
bantuannya. 

Penarikan bantuan Amerika pada PBB itu diikuti pula
dengan sikap Amerika yang secara kasar mementahkan
komitmen yang dicapai di Kairo, sembilan tahun lalu.
Kebijaksanaan itu dikaitkan dengan adanya tuduhan
bahwa UNFPA telah membantu negara-negara tertentu
dengan program yang mendukung praktek aborsi. Dukungan
itu dianggap sebagai "penyelewengan" dari UNFPA, dan
karena itu bantuan Amerika untuk badan dunia itu
dibatalkan. Tidak mustahil, melalui berbagai badan
dunia lainnya, Amerika Serikat, mungkin juga
negara-negara donor lainnya, bisa menarik bantuannya
untuk program-program kependudukan dan atau
pemberdayaan sumber daya manusia yang selama ini telah
dikembangkan. 

Suasana lingkungan nasional dan internasional tersebut
mengharuskan bangsa Indonesia harus makin mandiri
menyikapi dan mengembangkan terobosan-terobosan yang
brilian untuk mempersiapkan penanganan masalah
kependudukan dan pemberdayaan sumber daya manusia di
tanah air dengan arif dan bijaksana. Kementrian dan
lembaga-lembaga sentral, seperti Kantor Menko Kesra,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Departemen Sosial, Kementrian
Pemberdayaan Perempuan, dan BKKBN, serta
lembaga-lembaga swadaya dan organisasi masyarakat
lain, yang selama ini selalu menggelar program dan
kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia secara
sentral, perlu menyatukan diri dan menggelar upaya
bersama meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk
melanjutkan upaya yang selama ini telah menolong
masyarakat dan penduduk di seluruh Tanah Air. 

Lembaga-lembaga itu perlu bekerja sama mengembangkan
komitmen pemerintah daerah dan unsur-unsur pembangunan
di daerah, melatih pimpinan dan komponen pelaksana di
daerah untuk mampu mengembangkan program-program
pembangunan berwawasan kependudukan, dan memberikan
prioritas yang tinggi terhadap upaya pemberdayaan
penduduk yang makin mandiri. Untuk itu berbagai
pelatihan dan lokakarya perlu digalang agar para
pemimpin di daerah yang biasanya mendapatkan tuntunan
dari pusat, karena sistem yang bersifat sentralistik,
bisa mengembangkan prakarsa dan merencanakan program
yang mandiri dan cocok dengan perkembangan yang ada di
daerahnya masing-masing. 

Lembaga-lembaga tingkat pusat perlu pula segera
mengembangkan program-program percontohan yang
prakarsanya dikembangkan bersama dengan unsur-unsur
pemerintah daerah dan komponen yang ada di daerah,
agar mereka akhirnya makin mampu mengembangkan program
yang mandiri. Pengembangan dan hasil yang positif dari
percontohan itu harus menjadi kebanggaan daerah agar
segera ditiru atau diperluas ke daerah-daerah lainnya
sesuai dengan kemajuan daerah yang dilayaninya. Proses
ini harus menjadi prioritas utama untuk mengembangkan
komitmen dan sekaligus tatanan operasional yang makin
bermutu dan mantap. *** 

(Prof Dr Haryono Suyono adalah pengamat
sosial-kemasyarakatan, dosen Unair Surabaya). 



=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah !

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day
http://shopping.yahoo.com