[Nusantara] BASIS--->Re: [LISI] The Two Geogaphical Towers prom the East--->Re: [indonesia_damai] Resensi ngindo --> Re: The TWO Towers
Ki Denggleng Pagelaran
fukuoka@indo.net.id
Wed Jan 8 03:36:08 2003
Mas Nano,
Membicarakan bagaimana mewujudkan perbaikan
perekonomian NKRI, memang memerlukan ber-
bagai hal. Membicarakan keberhasilan entrepreneur-
pun demikian juga. Namun menurut pendapat saya
bukan 'keberhasilan' entrepreneur itu sendiri yang
penting, tetapi bagaimana mengimplementasikan
entrepreneurship yang dirumuskan dalam kalimat
sederhana: "memindahkan segala sumber daya
ke wilayah yang lebih menghasilkan". (pernah
saya tulis untuk ipbstaf@yahoogroups.com, bahwa
perpindahan itu bisa fisik bisa juga psiko-idiologis;
sayang tulisan-tulisan itu campur aduk dalam rangka
subject Universitas Riset - pantas tidak ada yang
menanggapi).
Menurut pemahaman saya dalam entrepreneur yang
dipentingkan adalah kemampuan dan kejelian menemu-
kan 'keterbatasan', kemudian menganalisanya dalam
rangka menemukan solusi. Selanjutnya merupakan
tahapan pekerjaan manajerial, yi. mengorganisasikan,
membuat sistem dan proseduralnya, mentransformasikan
input dan informasi menjadi out-put dan outcome... hehe
itu menurut 'othak-athik' Dengglengian lho ya... jadi sekedar
merendeng-rendeng teori dan batasan sambil mencari
informasi dan rujukan dalam berbagai 'pustaka populer'.
Dengan demikian yang dipentingkan adalah INOVASI.
Inovasi konon justru dihasilkan dari suatu keadaan ke-
terbatasan, ketertindasan dan lain-lain hal yang inferior
sifatnya, oleh 'inovator' (dan konseptor) dalam rangka
membebaskan diri dari kondisi inferior itu. Rasa-rasanya
Jerman adalah negeri 'mbahnya entrepreneur', jadi Mas
Nano sangat-sangat beruntung dapat mengalami in situ.
OK, dari pada jauh-jauh, kita kembali ke masalah pertanian
dan perikanan (seharusnya juga kehutanan - karena saya
pernah nulis duluuuu sekali sebelum HMS runtuh, tentang
kementerian atau departemen SUMBER DAYA HAYATI,
untuk menggantikan keterkotakannya Pertanian dan Ke-
hutanan, namun belum laku di media.... sekarang? sayang
floppy-disknya masih yang kelas 51/2 inchi, hehehe.. - Se-
hingga pertanian bergiat dalam arti luas tetapi tunggal.
Pembicaraan sub-subsektor adalah di tingkat Dirjen, agar
dapat dikelola dengan utuh oleh suatu badan yang 'rigid dan solid').
Nah, jadi modal kita (NKRI) sekarang ini sebenarnya
hanyalah tinggal di SD-Hayati itu tadi, kalau mau menge-
lolanya secara bersama dan sungguh-sungguh. Sederhana-
nya masalah impor beras. Lha kalau misalnya negeri ini
bisa surplus beras seperti Thailand dan Vietnam, kan
jadi sulit dicari alasan untuk mengimpor termasuk
juga sulit mencari alasan, mengapa negeri ini tidak
mengekspor, bukan? Demikian juga untuk tebu (gula),
jagung, kelapa sawit, dan akhir-akhir ini kopi yang mulai
kalah dibandingkan dengan Vietnam.
Kita bisa bertanya-tanya dan membanding-bandingkan
environtment kita dengan Vietnam, dengan Thailand
dan Malaysia, bukan ? Memang sih untuk korporasi besar,
multinasional dan dunia investasi, environment NKRI kalah di-
banding dengan ketiga negara tetangga dekat kita itu,
tetapi dalam urusan pertanian rakyat, haruskah kita mem-
perkalahkan diri juga?
Saya berpendapat yang penting adalah kembali ke BASIS.
Basis ini dalam pertanian luas dikenal dengan dominansi
farming system yang ada. Harus diakui bersama bahwa
dua basis pertanian kita, yaitu PADI dan TANAMAN
KERAS (perkebunan). Pertanian padi bahkan menempati
40% lebih, dan sayang berkonsentrasi di pulau paling
padat, Jawa dan Bali. Permasalahannya adalah, mampu-
kah pertanian berbasis padi dan perkebunan itu meno-
pang perekonomian negara yang berpenduduk 212 juta
ini hanya dengan 37 juta hektar lahan bervegetasi, yang
dari situ hanya 11 juta hektar tanaman permanen, itupun
yang 8.5 juta hektar sudah untuk sawah segala jenis irigasi.
Sebagai gambaran perkembangan pertanian di AS saja,
yang semula (sebelum ada inovasi mesin panen yang di-
jual secara cicilan dengan (diantaranya) pembayarannya dari
hasil panen gandum dan kentang), satu keluarga petani
AS rata-rata hanya mampu menghidupi keluarga itu
ditambah dengan 7 orang lain selama setahun. Kemudian
dengan inovasi mesin panen saja mampu mendukung
kehidupan sampai 70 orang, jadi kalau satu keluarga
anggotanya 5 orang, keluarga petani itu surplus bahan
pangan senilai 65 orang tenaga kerja. Surplus pangan
yang dapat diterjemahkan dan ditransformasikan menjadi
berbagai jenis sumberdaya ini yang (atas kreasi J.P.
Morgan, diantaranya) mampu menumbuhkan kehidupan
industrialis-metropolitan bukan?
Dan dewasa ini, petani AS tinggal 2.02% saja dari sekitar
283 juta jiwa rakyatnya. Karena AS masih juga menjadi
eksportir terbesar produk pertanian, berarti daya dukung
perekonomian petani AS sulit dibayangkan bukan? Nah,
daya dukung yang besar ini kan jadi wajar kalau menerima
subsidi? (hehehe sekalipun agak terkesan kontradiktif, tapi
ya begitulah kenyataannya. Itung-itung subsidi itu kan in-
vestasi pemerintah AS menjalankan 'pabrik alami' pema-
nen energi surya yang masih gratis?).
Mas Nano,
Bandingkan sekarang dengan kondisi pertanian NKRI
lengkap dengan jumlah populasi dan daya dukung lahannya.
Mudah-mudahan dengan begitu kita semua segera dapat
menemukan solusi bersama. Dengan demikian tidak hanya
entrepreneur yang terbangunkan, melainkan juga intrapreneur
dengan menganggap bahwa NKRI adalah perusahaan
besar itu. Kita harus mau dan mampu mengangkat diri
menjadi agen-agen entreprener itu. Jadi memang yang
diperlukan bukan saja orang pintar, melainkan yang
lebih penting adalah 'organisasi yang mebentuk
sistem yang pintar'.
KDP
-----------------------------------
Trusing karsa hardane wong lumaksana
Trusing karsa memayu hayuning bangsa
--------------------------------------------
From: estananto <estananto@yahoo.de>
Ki,
kalau nggak salah setiap entrepreneur butuh environment yang baik.
Ya manpowernya, ya kepastian hukumnya, ya financial ability-nya, ya
kestabilan sospol-nya, ya kontinyuitas sumber daya alam-nya. Kalau
Ki Denggleng cenderung ke bidang keahlian Ki Denggleng yaitu
pertanian, perikanan, dll, saya cucu yang masih geblek ini pun
setuju Ki. Tapi saya masih mau ngeyel Ki. Begini:
Pertanian dan perikanan itu kan butuh alat bantu agar produksinya
bisa efisien. Makin modern alat bantu berarti pengurangan tenaga
kerja per usaha tani. Artinya makin bagus efisiensi kita makin butuh
banyak usaha tani. Banyak usaha membutuhkan environment yang bagus
seperti yang saya tulis di kalimat pertama. Kalau nggak ya terjadi
seperti QSAR, persis seperti yang Ki Denggleng kritik (sayangnya
setelah kejadian).
Nah berarti kan balik lagi ke statemen saya sebelumnya. Namanya
teknologi, apakah itu teknologi tani, teknologi perikanan, teknologi
transportasi, bukan cuma butuh orang pintar tetapi juga
environment... Masalahnya, gimana cara mewujudkannya Ki?
Salam,
Nano